Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) kembali menarik perhatian mahasiswa internasional. Tahun ini, dua mahasiswa asal Palestina menjalani pendidikan dokter spesialis di kampus tersebut.
Mereka adalah Ahmed Eliaan Syakir Abuajwa dan Ibrahim M M Abusalem. Ahmed memilih jalur spesialis Ilmu Bedah Saraf, sedangkan Ibrahim mendalami Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahmed menyebut kehadirannya di Surabaya sebagai kebanggaan tersendiri. Ia bertekad menjadi ahli bedah saraf demi menjawab kebutuhan mendesak di kampung halamannya, Gaza.
"Kami di Gaza sangat membutuhkan ahli di bidang ini," ujarnya, Minggu (10/8/2025).
Perjalanan menuntut ilmunya bukan tanpa pengorbanan. Ahmed harus meninggalkan Gaza untuk waktu yang tidak singkat.
"Saya tidak akan kembali ke Palestina sebelum selesai dan membawa bukti kelulusan," tegasnya.
Ia mengungkapkan, situasi di Gaza kian memprihatinkan. Krisis kemanusiaan, kelaparan, serta rusaknya infrastruktur membuat kehidupan di sana nyaris lumpuh.
Rumahnya sendiri sudah rata dengan tanah, begitu pula rumah sakit, sekolah, dan masjid di sekitarnya. Meski komunikasi dengan keluarga terbatas, ia tetap mendapat dukungan penuh dari mereka.
Sementara itu, Ibrahim datang ke Surabaya melalui beasiswa dari Kementerian Kesehatan. Pilihannya jatuh ke Unair karena reputasi akademik dan kedisiplinan yang tinggi.
"Ini merupakan keistimewaan bagi saya untuk bisa menjadi pelajar di universitas ini," ungkapnya.
Perjalanan akademiknya pun tak singkat. Ia sempat menempuh pendidikan kedokteran di Mesir, bekerja di berbagai wilayah termasuk Gaza, dan sempat belajar di Jerman, sebelum akhirnya tiba di Surabaya.
Ibrahim mengatakan, misinya menimba ilmu dan kembali ke Palestina untuk mengabdi. Sesampainya di Indonesia, ia lebih dulu singgah di Jakarta. Di sana, sejumlah dokter lokal membantunya beradaptasi, mulai dari tempat tinggal hingga memahami sistem pendidikan spesialis di Indonesia.
Baik Ahmed maupun Ibrahim punya tujuan yang sama, yaitu menyelesaikan studi dan kembali ke Gaza sebagai tenaga medis andal. Keahlian yang mereka pelajari tak main-main, mulai dari penanganan cedera kepala berat, trauma akibat perang, ledakan, hingga kerusakan saraf tulang belakang.
Meski harus berjauhan dari keluarga dan berhadapan dengan berbagai tantangan akademik di negeri orang, keduanya tetap teguh dengan tekad yang mereka bawa.
(irb/hil)