Suasana haru menyelimuti hari pertama masuk Sekolah Rakyat (SR) Ponorogo, Jumat (1/8/2025). Isak tangis mengiringi momen perpisahan para siswa dengan orang tua mereka sebelum menjalani pendidikan berasrama.
Deraian air mata tak bisa dibendung ketika para siswa diminta untuk berpamitan dan memohon doa restu. Salah satu momen menyentuh terlihat saat seorang siswi kelas 1 SMA berpamitan dengan sang kakak yang telah merawatnya sejak kecil.
"Ya, sedikit terharu. Dia kan belum bisa mandiri," ungkap Elis Setyawati, warga Desa Tugurejo, Kecamatan Slahung, yang merupakan wali dari adik kandungnya yang baru masuk SR Ponorogo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski berat melepas sang adik, Elis mengaku tetap ikhlas karena yakin pendidikan di SR bisa menjadi jalan perubahan.
"Harapannya, dia di sini bisa lebih mandiri, lebih dewasa, dan menjadi pribadi yang lebih baik. Awalnya kan adik saya nggak sekolah karena nggak ada biaya. Alhamdulillah, ada peluang bisa melanjutkan pendidikan di SR ini," tuturnya sambil menyeka air mata.
Kepala Sekolah SR Ponorogo, Devit Tri Candrawati mengatakan, pihaknya sudah mengantisipasi potensi homesick (kerinduan terhadap keluarga) yang kerap dialami siswa baru, terlebih karena jenjang pendidikan yang dimulai sejak sekolah dasar.
"Antisipasi homesick ya memang jadi tantangan. Karena anak-anak ini belum sepenuh hati melepas orang tuanya, apalagi yang SD. Maka pendekatan yang kami lakukan adalah mengambil hati mereka dulu. Kami cari tahu apa kemauan mereka, baru perlahan kami arahkan mengikuti aturan," jelas Devit.
SR Ponorogo sendiri memiliki 43 tenaga pendidik dan kependidikan yang secara intensif mendampingi para siswa, tidak hanya dalam pembelajaran tetapi juga adaptasi terhadap kehidupan asrama.
"Tim kami akan terus mendampingi agar anak-anak merasa nyaman dan tidak terlalu larut dalam rasa rindu," imbuh Devit.
Sebagai bagian dari proses adaptasi, siswa-siswi baru SR menjalani Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang dilaksanakan selama dua pekan. Kegiatan ini tak hanya memperkenalkan lingkungan sekolah dan asrama, tetapi juga melibatkan Dinas Kesehatan Ponorogo untuk pemeriksaan kebugaran fisik para siswa.
"Tes kebugaran ini penting agar kami tahu kondisi kesehatan awal siswa. Setelah MPLS selesai, baru kegiatan belajar-mengajar di kelas dimulai," terang Devit.
Sekolah Rakyat Ponorogo dikenal sebagai lembaga pendidikan berasrama yang memberikan kesempatan belajar bagi anak-anak kurang mampu secara ekonomi, namun memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu.
(auh/hil)