Rektor Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Widodo menyoroti pentingnya pendidikan vokasi dan industrialisasi sebagai prioritas pembangunan nasional. Ia menyarankan, dana besar yang dikelola Danantara bisa dimanfaatkan membangun ekosistem industri nasional.
Menurut Widodo, jika Indonesia ingin menjadi negara industri, maka pendidikan vokasi harus mendapatkan perhatian lebih karena lebih berorientasi pada keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri.
"Selama ini pendidikan vokasi masih dianggap pilihan kedua setelah akademik. Padahal, kalau Indonesia ingin membangun industri, pendidikan vokasi itu sangat penting karena lebih matching dengan kebutuhan industri," ujar Prof. Widodo kepada wartawan di kampus UB, Rabu (30/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prof Widodo juga menekankan bahwa pembangunan industri tidak bisa berjalan sendiri tanpa adanya ekosistem pendukung.
Seperti bahan baku, regulasi yang memudahkan investasi, dan riset yang terintegrasi. Di sinilah, menurut Prof. Widodo, dana besar yang dikelola oleh Danantara seharusnya bisa dimanfaatkan secara strategis.
"Danantara seharusnya hadir untuk membangun ekosistem industri nasional, bukan langsung bikin universitas. SDM kita sudah banyak, universitas juga banyak. Tapi belum ada ekosistem riset industri yang kuat dan terkoordinasi," tegasnya.
Prof. Widodo juga menyampaikan kritik terhadap kecenderungan pihak-pihak seperti Danantara yang lebih memilih bekerja sama dengan universitas luar negeri dibanding menggandeng perguruan tinggi dalam negeri.
"Kalau terus-terusan kerjasama dengan kampus luar, lalu kapan SDM kita berkembang? Masa ITB, UI, UGM, IPB, UB dianggap nggak bagus? Ini bisa memutus link antara industri dan pendidikan kita," katanya.
Prof Widodo juga mendorong agar roadmap industrialisasi Indonesia segera disusun dengan melibatkan perguruan tinggi sebagai mitra strategis dalam penyediaan SDM dan riset teknologi.
"Danantara harus menyusun roadmap industrialisasi. Dari situ baru bilang ke universitas. Saya butuh SDM seperti ini. Kalau itu tidak ada, maka yang terjadi adalah missed link, dan pendidikan kita akan terus tertinggal," pungkasnya.
(auh/hil)