Mahasiswa Universitas Jember (Unej) mendorong warga mengelola sampah rumah tangga secara mandiri lewat program Green Bank. Kegiatan ini dilakukan saat program mahasiswa berdesa (Promahadesa).
Kegiatan Promahadesa digelar pada Minggu (27/7) di Dusun Krajan, Desa Kemuninglor, Kecamatan Arjasa, Jember. Adapun fokus yang dilakukan yakni edukasi, pengelolaan, dan pemberdayaan masyarakat terkait limbah.
Sedangkan Green Bank untuk mengatasi permasalahan sampah yang selama ini kerap dibuang ke irigasi atau dibakar begitu saja oleh warga. Program ini tidak hanya mengenalkan sistem pemilahan sampah, tetapi juga mendorong warga menyetor sampah yang telah dipilah ke bank sampah pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Senang sekali rasanya. Karena biasanya di sini itu cuma mindahin masalah. Dengan Green Bank, separuh sampah sudah bisa dikurangi," kata Wiwin selaku Bu Kampung desa setempat.
Menurut Wiwin, Green Bank melibatkan sekitar 10 orang tim relawan yang bertugas mengedukasi warga dari rumah ke rumah. Dengan adanya tim relawan, ia berharap proses edukasi bisa dilakukan secara menyeluruh dan maksimal.
"Harus ada yang telaten ngambil dari rumah ke rumah. Karena SDM (sumber daya manusia) di dusun ini beragam, butuh pendekatan yang sabar dan konsisten," ujar Wiwin.
![]() |
Sampah dipilah minimal menjadi tiga jenis yaitu plastik, kertas, dan residu. Harga jualnya pun telah ditentukan, seperti plastik dihargai Rp 1.350 per kilogram, kardus Rp 850, minyak jelantah Rp 1.000, hingga beling Rp 75 per kilogram. Penyetoran dilakukan sebulan sekali.
Dina, selaku pemateri pelatihan Green Bank, menyebut bahwa tantangan utama program ini adalah mengubah pola pikir warga soal sampah. Sebab selama ini, sampah kerap dianggap hal remeh.
"Padahal dampaknya besar. Ini soal kebiasaan dan kesadaran," ujarnya.
Menurut Dina, proses edukasi akan terus didampingi oleh mahasiswa dan kader lingkungan setempat hingga program ini selesai dijalankan oleh tim Promahadesa.
Ketika selesai, pendampingan akan diserahkan sepenuhnya kepada warga dan kader lingkungan, ini agar program tetap berjalan secara mandiri dan berkelanjutan.
"Kita akan bareng-bareng dulu awalnya. Nanti kalau warga sudah biasa, Green Bank bisa dikelola sendiri. Kita dampingi dulu sampai benar-benar paham dan terbiasa. Setelah itu tinggal bagaimana warga dan kader saling menguatkan," jelasnya.
Tiona, selaku ketua tim Promahadesa berharap program ini bisa berlanjut meski program kampus telah selesai. Dirinya juga ingin warga tetap aktif dalam membangun Green Bank agar dapat menginspirasi desa lainnya.
"Harapannya Green Bank tetap berjalan dan berkembang. Bukan hanya warga yang aktif, tapi pengurus dusun juga bisa menginspirasi tetangga desa lain," tandasnya.
(auh/abq)