Gubernur Khofifah Turun Tangan Atasi Macet Horor di Ketapang Banyuwangi

Gubernur Khofifah Turun Tangan Atasi Macet Horor di Ketapang Banyuwangi

Faiq Azmi - detikJatim
Minggu, 27 Jul 2025 09:15 WIB
Kadishub Jatim Nyono
Kadishub Jatim Nyono/Foto: Istimewa
Surabaya -

Antrean kendaraan logistik di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, mengular hingga lebih dari 30 kilometer. Hal ini dikarenakan penurunan drastis jumlah kapal yang melayani penyeberangan ke Gilimanuk, Bali menyusul insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya pada 2 Juli 2025.

Dari 15 kapal yang semula aktif di lintasan Ketapang-Gilimanuk, kini hanya enam kapal yang diizinkan beroperasi. Imbasnya, ribuan kendaraan, terutama truk-truk bertonase berat mengular hingga beberapa kilometer. Penurunan armada ini disebabkan evaluasi keselamatan ketat dari otoritas pelayaran setelah kecelakaan laut tersebut.

Kepala Dinas Perhubungan Jawa Timur Nyono menyampaikan, kemacetan tersebut tidak berada dalam ranah kendali langsung Pemprov Jatim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pengelolaan pelabuhan penyeberangan Ketapang sepenuhnya berada di bawah PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Ketapang. Sementara otoritas keselamatan dan izin operasional kapal berada di bawah kewenangan Syahbandar Tanjungwangi dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan," kata Nyono dalam keterangannya, Minggu (27/7/2025).

ADVERTISEMENT

Menurut Nyono, status penyeberangan Ketapang-Gilimanuk sebagai lintas antar daerah provinsi berada di bawah naungan pemerintah pusat. Namun, Pemprov Jatim mengambil langkah aktif karena wilayah terdampak adalah Banyuwangi, bagian dari Jawa Timur.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa telah mengirim surat resmi kepada Menteri Perhubungan RI. Surat tersebut meminta penambahan kapal dengan kapasitas besar untuk mengurai antrean di Pelabuhan Ketapang.

"Surat dari Ibu Gubernur kepada Menteri Perhubungan meminta adanya tambahan kapal berkapasitas besar yang mampu melayani dermaga LCM (Landing Craft Machine) di Pelabuhan Ketapang," kata Nyono.

Surat ditandatangani Gubernur Jatim Khofifah, Sabtu malam di Ponorogo, dan segera dikirim ke Kementerian Perhubungan. "Surat resminya baru akan kami kirim Senin (28/7), tapi kami juga sudah kirim melalui WhatsApp," tegas Nyono.

Permintaan ini muncul setelah evaluasi keselamatan menyebabkan kapal-kapal yang sebelumnya mampu mengangkut hingga 20 kendaraan, kini hanya diizinkan mengangkut lima unit karena penyesuaian beban dan panjang kendaraan, terutama truk lebih dari tiga sumbu dengan panjang hingga 12 meter.

"Bayangkan, dari 15 kapal menjadi hanya enam yang beroperasi, dan dari kapasitas 20 kendaraan per kapal kini tinggal seperempatnya. Ini jelas menyebabkan antrean panjang," ujarnya.

Pemerintah provinsi juga mendorong pengaktifan pelabuhan alternatif, salah satunya Pelabuhan Jangkar di Situbondo, agar bisa membantu menampung beban penyeberangan yang kini terpusat di Ketapang. Namun, hal ini juga membutuhkan keputusan dari pemerintah pusat.

"Kami tahu ini bukan kewenangan kami, tapi kami tidak tinggal diam. Ini menyangkut arus logistik dan mobilitas warga Jawa Timur. Jadi, kami harus bersuara dan mendorong agar solusi segera hadir," tegas Nyono.

Pihak Dishub Jatim mengaku telah menghubungi langsung Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah XI Jawa Timur-Bali untuk meminta percepatan respons atas surat Gubernur. "Kami sudah komunikasikan secara intens, surat sudah dikirim, dan kami terus mendorong agar segera ada penambahan kapal," tambahnya.

Kemacetan panjang di Pelabuhan Ketapang bukan hanya soal waktu dan kenyamanan. Jalur penyeberangan ini merupakan urat nadi penghubung logistik antara Pulau Jawa dan Bali. Tersendatnya arus barang dapat berdampak luas terhadap stabilitas harga dan pasokan di dua provinsi.

Pengemudi truk, seperti Slamet, mengaku sudah antre sejak dua hari lalu. "Saya dari Pasuruan bawa sayur untuk Bali. Tapi sampai sekarang belum bisa nyeberang. Sayur bisa rusak kalau terlalu lama," keluhnya.

Dengan tekanan dari daerah dan dorongan dari berbagai pihak, publik kini menantikan langkah cepat dari pemerintah pusat dalam mengatasi hambatan vital di jalur penyeberangan strategis ini. Harapan utama: antrean di Ketapang segera terurai dan aktivitas penyeberangan kembali normal, tanpa mengesampingkan aspek keselamatan pelayaran.




(faa/hil)


Hide Ads