RI Dikenai Tarif 19% AS, Pakar Unair: Bukan Ancaman, Tapi Peluang

RI Dikenai Tarif 19% AS, Pakar Unair: Bukan Ancaman, Tapi Peluang

Aprilia Devi - detikJatim
Jumat, 25 Jul 2025 12:15 WIB
Trump: Produk AS tidak dikenai tarif impor oleh Indonesia, produk Indonesia dikenai tarif 19% oleh AS
Donald Trump. Foto: BBC Indonesia
Surabaya -

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenakan tarif 19% untuk barang impor dari Indonesia. Pakar menilai hal ini merupakan hasil diplomasi dagang yang dapat diapresiasi, sebab turun dari ancaman awal 32%.

"Secara diplomasi, ini capaian penting. Kita berhasil menurunkan potensi kerugian yang bisa menghantam sektor padat karya," ujar Pakar ekonomi internasional FEB Unair Dr Unggul Heriqbaldi, Jumat (25/7/2025).

Unggul menyebut bahwa tarif 19% itu memang dinilai masih tinggi, namun jauh lebih moderat dibandingkan dengan tekanan awal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini menunjukkan posisi tawar Indonesia tetap relevan dalam rantai pasok global," katanya.

Namun ada sejumlah hal yang disoroti oleh Unggul. Menurutnya, industri di sektor tekstil, alas kaki, furnitur kayu, hingga perikanan paling rentan terdampak. Sebab, margin keuntungan dari sektor-sektor ini termasuk tipis, sehingga berlakunya tarif tersebut dapat langsung memukul harga jual.

ADVERTISEMENT

"AS masih menjadi pasar utama sekitar 20-25% ekspor alas kaki dan pakaian jadi. Bila harga naik, ada potensi relokasi order ke negara pesaing seperti Vietnam atau Bangladesh," jelasnya.

Tak hanya itu, beberapa sektor agrikultur yang bernilai tambah rendah seperti udang beku, kelapa, hingga minyak sawit olahan juga berpotensi terpukul. Apalagi jika dikombinasikan dengan adanya hambatan logistik dan sertifikasi non-tarif (NTB).

Akan tetapi, posisi Indonesia saat ini masih lebih menguntungkan dibanding negara ASEAN lainnya. Misalnya Vietnam yang dikenakan tarif 46%, Thailand 36%, dan Malaysia 25%.

Unggul juga menambahkan bahwa Indonesia pun punya beberapa kelebihan. Seperti struktur industri yang fleksibel, kualitas produk, hingga ketepatan waktu pengiriman yang masih menjadi faktor pembeda.

"Ini momentum bagi produsen kita untuk menawarkan alternatif kepada buyer global yang mulai melirik keluar dari Vietnam," tambahnya.

Menurutnya hal ini juga bisa menjadi celah dagang yang sangat potensial. Tak hanya untuk mempertahankan posisi, namun bahkan bisa merebut pangsa pasar dari negara-negara pesaing regional.

Sehingga untuk menyambut peluang itu, Unggul mengatakan Indonesia bisa memanfaatkan tiga langkah strategis. Antara lain dengan diversi rantai pasok global atau mengalihkan order dari negara bertarif lebih tinggi ke Indonesia. Kemudian ada diplomasi perdagangan bilateral serta reformasi logistik domestik.

"Tarif ini bukan alarm bahaya, tapi sinyal bagi kita untuk mempercepat efisiensi dan merebut peluang," pungkasnya.




(auh/hil)


Hide Ads