Cerita Peserta Raker Sewa Ojek Saat Terjebak Macet Horor di Banyuwangi

Cerita Peserta Raker Sewa Ojek Saat Terjebak Macet Horor di Banyuwangi

Eka Rimawati - detikJatim
Jumat, 25 Jul 2025 12:30 WIB
Kemacetan di Banyuwangi memaksa pegawai peserta raker harus menyewa jasa ojek dadakan warga
Kemacetan di Banyuwangi memaksa pegawai peserta raker harus menyewa jasa ojek dadakan warga (Foto: Dok. Istimewa)
Banywuangi -

Kemacetan horor imbas penutupan jalur Gumitir Banyuwangi-Jember dirasakan pegawai perusahaan swasta yang menyewa jasa tur dan travel. Akibatnya, para pegawai terpaksa harus menyewa ojek untuk keluar dari kemacetan.

Para pegawai tersebut diketahui telah terjebak kemacetan selama 2 hari di sekitar kecamatan Wongsorejo Banyuwangi. Padahal mereka harus sudah sampai di Bali karena akan melakukan rapat kerja (raker).

Tak ingin mengecewakan pelanggan, jasa tur dan travel Garasi Wisata Indonesia asal Malang itu segera mengambil inisiatif untuk keluar dari kebuntuan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ardiansyah selaku Tour Leader pun mencoba berkomunikasi dengan warga sekitar. Tujuannya agar bisa mendapatkan tumpangan ojek secara offline.

"Saya coba bicara dengan warga sekitar untuk minta bantuan ojek, ternyata akibat macet banyak warga gak bisa kerja dan mereka yang akhirnya bantu kami ngojek sampai Pelabuhan Ketapang," ujar Ardiansyah kepada detik Jatim, Jumat (25/7/2025).

ADVERTISEMENT

Jarak dari lokasi Ardiansyah dan penumpang terjebak macet sampai Ketapang sekitar 10 kilometer, yang biasanya ditempuh dengan waktu kurang dari 1 jam, akibat kemacetan parah mereka butuh waktu 2 jam lebih dengan menggunakan motor. Dengan biaya Sewa ojek per orang sebesar Rp. 150 ribu.

"Butuh waktu 2 jam lebih untuk sampai Ketapang dari Wongsorejo, kalau ojeknya 150 ribu per orang dikali 12 orang," jelas Ardiansyah.

Keputusan itu diambil setelah berkomunikasi dengan pihak perusahaan lantaran tidak ada solusi lainnya. Menurutnya, hal darurat seperti itu biasa diambil keputusan yang darurat demi kebaikan pelanggan mereka.

Meski demikian, Ardiansyah mengaku kecewa dengan manajemen pengelolaan arus lalu-lintas dan seolah tidak ada kepedulian dari pemerintah terkait kondisi tersebut.

"Seperti ini masak tidak ada petugas yang mengatur tdi itu, cuma ada hansip disana tadi. Dan sepertinya dibiarkan begitu saja, dua hari itu banyak sopir-sopir itu kasihan sekali," jelas Ardiansyah.

"Ada sopir truk itu yang sudah habis 500 ribu rupiah untuk biaya disana, ada yang sampai mesin rusak karena kepanasan," tambahnya.

Mobil Hiace yang ia kendarai terpaksa diparkir di rumah warga dan perusahaannya mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp. 1.800.000 untuk ojek. Sementara untuk tiket, ia hanya membayar tiket pejalan kaki bagi 12 penumpang sebesar Rp. 14.000 per orang.

"Akhirnya tiket kami ganti tiket pejalan kaki untuk kapal nyeberangnya, tapi ojek nya ya 150 ribu kali 12 orang itu," ungkap Ardiansyah.

Selama 16 tahun bekerja sebagai pemandu di biro perjalanan sejak tahun 2009, menurut Ardiansyah kemacetan kali ini adalah kemacetan terparah sepanjang karir nya di dunia pariwisata.

"Dari 2009 saya bekerja di jasa tour, baru kali ini terparah sepanjang sejarah," beber Ardiansyah.

Menurutnya, kapal yang ia tumpangi dari Ketapang menuju Gilimanuk sangat lengang. Bahkan, saat tiba di pelabuhan Ketapang ia terkejut karena parkiran pelabuhan Ketapang nyaris kosong.

"Mungkin karena semua kena macet, jadi kapalnya gak penuh, bahkan sangat longgar dan parkiran di Ketapang itu kosong," pungkas Ardiansyah.




(dpe/abq)


Hide Ads