Muatan berlebih menjadi sorotan utama dalam tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali. Dalam rapat bersama Komisi V DPR RI yang digelar di Gedung ASDP Ketapang, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap temuannya.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengungkapkan fakta yang cukup mencengangkan bahwa kapal mengangkut muatan hampir 4 kali lipat dari kapasitas yang seharusnya.
"Kapasitasnya 138 dan temuan hasil investigasi kami muatan mencapai 538 ton. Jadi lebih tiga kalinya," kata Soerjanto di forum tersebut, Selasa (22/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Investigasi KNKT juga menemukan bahwa kelebihan muatan itu menyebabkan garis batas muat atau pisang-pisang kapal terlewati sehingga stabilitas kapal terganggu.
"(Kelebihan muatan) Ini yang menyebabkan garis muat tadi tenggelam," jelas Soerjanto.
KMP Tunu Pratama Jaya mengangkut 22 kendaraan berbagai golongan dan 65 orang sesuai manifes terdiri dari 53 penumpang dan 12 kru. Namun, fakta di lapangan menunjukkan sejumlah korban tidak tercantum dalam manifes resmi.
Saling Lempar Tanggung Jawab Soal Manifes
Persoalan manifes menjadi polemik tersendiri. Nanang Sigit, kepala SAR Mission Coordinator, menyebut tanggung jawab manifes berada di tangan ASDP dan operator kapal.
"Manifest menjadi wewenang pihak ASDP dan Raputra (perusahaan kapal Tunu Pratama Jaya). Tugas kami melakukan pencarian," ujarnya.
Namun, pihak ASDP dan operator PT Raputra Jaya saling melempar tanggung jawab. GM ASDP Ketapang-Gilimanuk, Yannes Kurniawan, menyatakan pasal terkait manifest yakni Pasal 19 UU 17 tahun 2008.
"Sesuai pasal itu, manifes menjadi tanggung jawab nakhoda," ujarnya.
Sementara Wakil Kepala Cabang Raputra Jaya, Delnov Nababan menegaskan manifes mereka sudah sesuai dengan data yang ada.
"Sesuai data 53 penumpang dan 12 kru itu data manifestnya," tegas Delnov.
Delnov juga menolak jika kesalahan manifes dibebankan ke nakhoda: "Nahkoda gak mungkin menambahkan. Kita selalu berdasar data tiket yang ada. Ya datanya seperti itu (65)."
Selain soal muatan dan manifes, bangkai kapal yang kini berada di kedalaman 45-50 meter juga menjadi perhatian. Karena lokasinya berada di jalur pelayaran, pengangkatan harus dilakukan maksimal dalam 100 hari oleh pihak operator kapal.
"Kalau di kedalaman 100 atau kurang, kalau di alur perlu diangkat dalam waktu 100 hari," ujar Soerjanto.
KNKT sendiri belum menyimpulkan secara final penyebab kecelakaan yang menewaskan 19 orang ini. Rabu (23/7), pihaknya akan menggelar simulasi bersama ITS untuk mengetahui proses tergulingnya kapal secara menyeluruh.
"Hari Rabu besok dengan ITS kami akan melakukan simulasinya, jadi penyelidikan belum selesai. Penyebabnya nanti, yang penting yang perlu diperbaiki itu," tutup Soerjanto.
(dpe/abq)