Cerita Mahasiswa Forensik Unair Identifikasi Korban KMP Tunu Pratama Jaya

Cerita Mahasiswa Forensik Unair Identifikasi Korban KMP Tunu Pratama Jaya

Aprilia Devi - detikJatim
Jumat, 18 Jul 2025 18:30 WIB
Mahasiswa Unair saat ikut identifikasi korban KMP Tunu Pratama Jaya.
Mahasiswa Unair saat ikut identifikasi korban KMP Tunu Pratama Jaya. (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Empat mahasiswa S2 Ilmu Forensik Unair ikut terjun langsung dalam proses identifikasi korban tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Banyuwangi. Mereka membantu tim DVI Polda Jatim sebagai bagian dari tim properti.

Keempat mahasiswa itu tengah menjalani magang di Si Identifikasi Ditreskrimum Polda Jawa Timur. Mereka pun terlibat dalam proses evakuasi dan pemulihan identitas korban bersama instansi lainnya.

Salah satu mahasiswa yang terlibat, Muhammad Khoiri menjelaskan peran mereka yakni mendokumentasikan serta mengidentifikasi barang-barang pribadi milik korban.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Melalui kolaborasi yang baik antara tim properti dan tim identifikasi, proses identifikasi menjadi lebih lengkap dan akurat. Sehingga dapat memberikan kepastian bagi keluarga korban dan mendukung proses penyidikan lebih lanjut," ujar Khoiri, Jumat (18/7/2024).

Khoiri mengaku ada banyak tantangan saat proses identifikasi. Salah satunya, barang-barang korban yang sudah rusak akibat lama terendam air laut. Ditambah properti korban juga tersebar jauh dari lokasi, sehingga turut menyulitkan pelacakan.

ADVERTISEMENT

"Selanjutnya kontaminasi lingkungan. Lumpur, minyak, atau bahan kimia mencemari lokasi kejadian dapat menutupi, merusak, atau, mengubah bentuk serta warna barang, menyulitkan pengenalan," ungkapnya.

Ia melanjutkan, tidak adanya identitas pribadi langsung di properti para korban juga menjadi tantangan.

"Banyak barang yang tidak memiliki penanda identitas langsung, misalnya cincin tanpa inisial dan tas tanpa nama," lanjutnya.

Meski begitu, pengalaman ini dianggap sangat berharga, terutama untuk memperdalam studinya dalam bidang forensik.

"Melalui peran ini saya menyadari betapa pentingnya dokumentasi dan penanganan barang milik korban dalam proses identifikasi. Terutama dalam kondisi korban sulit dikenali secara biologis," tambahnya.

Hal senada juga disampaikan oleh mahasiswa lain yang turut terlibat, Qurotul Aini. Menurutnya, suasana kerja di lapangan cukup suportif meski mereka dihadapkan pada situasi yang sulit.

"Tim identifikasi dan pembimbing lapangan juga sangat terbuka. Sehingga suasana kerja tetap hangat walaupun kami sedang berhadapan dengan korban dan keluarga yang sedang berduka," ungkapnya.

Aini menuturkan bahwa keterlibatannya dalam proses ini juga membuka cara pandangnya terhadap profesi forensik. Baginya, ilmu forensik bukan sekadar ilmu, tapi juga wujud empati dan penghormatan terakhir.

"Forensik bukan sekadar ilmu, tapi bentuk penghormatan terakhir untuk korban dan jawaban bagi keluarga," pungkasnya.




(dpe/hil)


Hide Ads