Ramai di media sosial membahas beberapa kampus masuk zona merah Research Integrity Risk Index, termasuk Universitas Airlangga (Unair). Zona merah mengindikasikan tingkat integritas riset dan publikasi ilmiah yang dipandang rendah oleh pemeringkatan internasional.
Dari penelusuran detikJatim pada website Research Integrity Risk Index dengan laman https://sites.aub.edu.lb/lmeho/ri2/, Unair berada di urutan kedua kategori red flag: extreme anomalies; systemic integrity risks. Urutan pertama Bina Nusantara University (Binus). Lantas, bagaimana penjelasan Unair?
Ketua Lembaga Inovasi, Pengembangan Jurnal, Penerbitan dan Hak Kekayaan Intelektual (LPJPHKI) Unair, Prof Hery Purnobasuki mengatakan, mengenai laporan Research Integrity Index, evaluasi dari luar harus disandingkan dengan data internal dan proses pembenahan yang tengah berlangsung di lingkungan kampus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak menampik ada data seperti itu, tetapi jumlah yang disebutkan terlalu besar dan tidak sesuai dengan data internal kami. Kalau disebut ada 5.000 artikel bermasalah, di data kami hanya ada sekitar 2.000-an," kata Prof Hery kepada wartawan, Kamis (10/7/2025).
"Dulu kita baru belajar. Banyak mahasiswa butuh publikasi untuk syarat kelulusan, dan para dosen pun mengejar kinerja. Waktu itu banyak jurnal terlihat aman, tapi kemudian di diskontinu oleh Scopus," tambahnya.
Menurutnya, kampus telah menjalankan berbagai langkah strategis memperkuat budaya publikasi yang beretika dan berkualitas. Di antaranya penerapan SOP Etika Publikasi, disertai edukasi dan pendampingan aktif kepada dosen dan peneliti.
Selain itu, Unair juga menggelar workshop rutin dan penyusunan buku terkait etika publikasi untuk pegangan dosen. Unair juga memiliki program Menulis yang dilakukan rutin setiap pekan untuk membina penulis menargetkan jurnal bereputasi dan menghindari jurnal predator.
Ia menyebut, upaya yang telah dilakukan itu didukung oleh Tim e-IPKI. Tujuannya membantu dan mengintervensi publikasi bermasalah sejak awal.
"Sebagai bentuk kepedulian universitas untuk menyediakan wadah publikasi yang tidak hanya bergantung ke jurnal di luar negeri, Unair juga telah mengelola 20 jurnal terindeks scopus dengan rentang kuartil Q1 hingga Q4," ujarnya.
Hery menjelaskan, sejak tahun 2017 Unair mengalami transformasi signifikan dari segi publikasi ilmiah, dari semula berorientasi kuantitas menuju penekanan kuat pada kualitas. Hingga 2025, lebih dari 45 persen publikasi Unair terbit di jurnal top 50 persen (Q1-Q2) dan 72 persen di jurnal top 75 persen (Q1-Q3).
"Publikasi di jurnal Q1 telah mencapai 23,9 persen dan menunjukkan tren peningkatan tahunan. Kita tidak hanya produktif, tapi juga makin berdampak. Hari ini sudah lebih dari 22.751 paper Unair terindeks Scopus," pungkasnya.
(auh/hil)