Kepala Desa Ngampelrejo, Kecamatan Bancar, Tuban, Tariono membantah pihaknya melakukan penarikan iuran Rp 600 ribu per kepala keluarga (KK) untuk sewa sound horeg. Ia juga buka suara menanggapi fatwa haram terkait sound horeg.
Menurut Tariono karnaval sound horeg yang digelar di desanya sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Ia lantas menyikapi fatwa haram dengan sudut pandang masing-masing.
"Ya saya tahu fatwa itu. Setiap apapun pasti ada ahlinya piyambak piyambak (sendiri-sendiri). Tinggal dari cara dan sudut pandang mana kita memandang," kata Tariono kepada detikJatim. Senin (7/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kegiatan karnaval yang ada peserta dengan sound horeg di desanya sudah berjalan selama 4 tahun terakhir saat Agustusan. Karnaval yang digelar pihaknya selama ini dibagi menjadi 2 kategori.
"Karnaval di desa saya ini kita bagi dua, salah satunya yang karnaval jadul sambil mengenang masa lalu dan mas kecil mereka dengan salah satunya melintasi jalan jalan kecil dimana dulu mereka sering bermain atau berangkat pulang sekolah. Ada juga yang lewat tengah sawah dengan pakaian ala masa kecil mereka," ucap Tariono.
Tak hanya itu, Tariono juga buka suara terkait rencana kegiatan karnaval yang ada sound yang sedang mendapat sorotan warga nitizen di media sosial. Menurutnya, ia akan melihat perkembangan lebih lanjut.
"Yang namanya kita di depan ya biasalah ada masalah.Karena sebagai kepala desa itu juga sulit. Kadang nggak dituruti ngene petinggi salah, dituruti juga dianggap salah. Tapi yang terpenting kami ingin mengajak masyarakat kita itu guyup rukun dalam setiap kegiatan," jelas Tariono.
Tariono mengaku kaget dengan adanya curhatan warga netizen soal pungutan iuran untuk sewa sound horeg. Sebab selama ini kegiatan sudah berjalan beberapa tahun dan tak ada yang mengeluhkan. Ia juga membantah terkait pungutan Rp 600 ribu tersebut.
"Saya ini ya kaget, kok baru sekarang ada yang bilang seperti itu di medsos. Padahal selama ini tidak ada apa apa di desa. Dan kegiatan ini sudah berjalan lama," tandas Tariono.
Sebelumnya, curhatan warganet yang keberatan dengan adanya iuran untuk sewa sound horeg viral di media sosial. Dalam kiriman itu disebutkan bahwa per kepala keluarga (KK) diwajibkan membayar Rp 600 ribu di Desa Ngampelrejo, Kecamatan Bancar, Tuban.
Dalam unggahan yang viral dilihat ribuan kali itu disebutkan bahwa warga tidak hanya dimintai iuran sumbangan sound horeg tetapi juga diminta untuk menyumbang Rp 50 ribu untuk kegiatan karnaval RT yang rencananya digelar Oktober 2025.
Dalam acara yang sudah digelar secara rutin selama 4 tahun terakhir itu akan ada 12 unit sound horeg yang didatangkan. Pengakuan warganet bersangkutan, tak sedikit warga setempat yang sebenarnya keberatan dan ingin protes tetapi kalah suara dengan kelompok yang sepakat.
Curhatan warganet yang dikirimkan melalui medsos Instagram ini menuai ratusan komentar. Salah satu warganet lain ada yang mencolek akun Bupati Tuban Aditya Halindra.
"Mas bup @adityahalindra tolong dong ditertibkan, banyak masyarakat yang terganggu tapi gak bisa speak up," demikian komentar pemilik akun IG @trisur.
Di sisi lain, ada juga warganet yang mengaku merupakan warga Ngampelrejo yang kemudian menyampaikan klarifikasi mengenai kegiatan melibatkan Sound Horeg tersebut. Dia menuding warganet yang mengunggah kiriman tersebut ingin menjelekkan desanya.
"Di desa kami ngampelrejo tidak ada yg mewajibkan iuran karnaval apalagi mematok nominal besar semua sumbangan sukarela dan juga di desa kami hanya ada 9 RT bukan 11 RT seperti yg di sebutkan. ini pasti orang yg tidak suka dg ngampelrejo dan ingin menjelekan ngampelrejo," demikian kata akun @arif_nnc.
(auh/abq)