Ini Hasil Lab Soto Posyandu di Tulungagung yang Racuni 58 Orang

Ini Hasil Lab Soto Posyandu di Tulungagung yang Racuni 58 Orang

Adhar Muttaqin - detikJatim
Selasa, 01 Jul 2025 19:45 WIB
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Tulungagung, Desi Lusiana saat menyampaikan hasil laboratorium sampel sisa makanan soto posyandu yang meracuni puluhan warga Tulungagung.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Tulungagung, Desi Lusiana saat menyampaikan hasil laboratorium sampel sisa makanan soto posyandu yang meracuni puluhan warga Tulungagung. (Foto: Adhar Muttaqin/detikJatim)
Tulungagung -

Penyebab keracunan masal yang terjadi di Desa Wonorejo, Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung akhirnya terungkap. Dinas Kesehatan memastikan keracunan akibat bakteri Salmonella pada makanan tambahan posyandu.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Tulungagung, Desi Lusiana menyebutkan dari hasil pemeriksaan laboratorium RSUD dr Iskak dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BBLKM) Surabaya ditemukan paparan bakteri Salmonella sp dan Enterobacter pada sisa makanan yang dikonsumsi saat pelaksanaan Posyandu pada 16 Juni 2025.

"Kontaminasi bakteri ini menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan. Sampel makanan soto yang diperiksa memang mengandung bakteri penyebab penyakit," kata Desi, Selasa (1/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari beberapa komponen soto yang terdiri dari kuah, nasi, bihun, kubis, wortel, telur, dan ayam hampir seluruhnya terkontaminasi bakteri itu.

"Hanya bihun yang tidak terkontaminasi bakteri," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Meskipun demikian pihaknya belum bisa memastikan asal muasal paparan bakteri itu. Sebab hal itu bisa terjadi dari banyak hal, proses memasak yang kurang matang, penyimpanan bahan makanan maupun kontaminasi dari juru masak.

"Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap juru masak makanan itu hasilnya negatif. Artinya bukan dari orang yang memasak," katanya.

Selain melakukan pemeriksaan sampel makanan dan juru masak, pihaknya juga akan melakukan uji laboratorium terhadap air yang digunakan untuk memasak.

"Karena bisa saja dari situ," imbuhnya.

Ahli mikrobiologi RSUD dr Iskak Tulungagung dr Rendra Bramanti mengatakan hasil uji laboratorium yang telah dilakukan rumah sakit maupun dari BBLKM Surabaya memiliki hasil yang serupa.

"Kalau dari analisa kami bakteri ini berasal dari lingkungan, lingkungan itu banyak, misalkan kita beli ayam di pasar ternyata kurang bersih atau bahan makanan yang kurang bagus. Bisa juga dari prosesnya memasak, dari airnya bisa, mungkin suhu kematangannya kurang," kata Rendra.

Menurutnya proses penyimpanan bahan makanan yang kurang tepat juga bisa mengakibatkan penyebaran bakteri Salmonella.

"Cemaran bakteri Salmonella berasal dari kotoran, baik itu manusia maupun hewan," jelasnya.

Kabid P2P Desi menambahkan kasus keracunan massal itu menjadi bahan evaluasi dinas kesehatan terhadap penyediaan makanan tambahan (PMT) bagi kelompok posyandu.

"Kami tekankan ke semua posyandu agar lebih hati-hati, airnya harus bersih, bakan makannya harus bagus, proses masaknya harus benar. Jadi kami edukasi lagi," jelasnya.

Keracunan ini bermula dari kegiatan Posyandu 1 di Dusun Wonorejo, Desa Wonorejo. Saat itu, makanan tambahan yang disajikan kepada peserta berupa nasi soto lengkap dengan lauk ayam, telur rebus, bihun, wortel, dan kubis.

Dari 68 orang yang mengonsumsi makanan, sebanyak 58 orang mengalami gejala diare, muntah, hingga pusing. Empat orang di antaranya sempat dirawat inap di RSUD dr Iskak dan Klinik dr Emi.

Seluruh pasien rawat inap pada 22 Juni telah dinyatakan sembuh, sedangkan lainnya pulih setelah menjalani pengobatan secara mandiri.

Dalam penyelidikan epidemiologi, tim kesehatan juga mengambil sampel dari penjamah makanan. Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada pertumbuhan bakteri patogen seperti Vibrio cholera, Salmonella sp, maupun Shigella sp.

Bakteri yang terdeteksi adalah Escherichia coli yang tergolong flora normal saluran cerna. Desi menambahkan pemantauan terus dilakukan usai kejadian, dan hingga 30 Juni 2025 tidak ditemukan lagi kasus baru.

"Kami nyatakan kejadian keracunan ini sudah selesai, namun pengawasan terhadap pengolahan makanan tetap akan diperketat," katanya.

Adapun korban terbanyak berasal dari kelompok usia 15-44 tahun sebanyak 24 orang, disusul balita 0-5 tahun sebanyak 20 orang. Dari sisi jenis kelamin, sebanyak 40 perempuan dan 18 laki-laki terdampak dalam kejadian ini.

"Kenapa ada korban dewasa, ya karena biasanya makanan itu juga diberikan ke tetangga, kemudian sambil menyuapi biasanya juga ikut makan," kata Desi.

Dinas Kesehatan mengimbau masyarakat dan pelaksana kegiatan pelayanan masyarakat agar lebih memperhatikan standar kebersihan dan keamanan pangan demi mencegah kejadian serupa di masa depan.




(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads