Kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, mengungkap wajah kelam peradilan Indonesia. Ia divonis 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Zarof dinyatakan terbukti terlibat dalam permufakatan jahat untuk menyuap hakim agung dalam perkara pembunuhan yang menyeret nama Gregorius Ronald Tannur.
Tak hanya itu, majelis hakim juga menyatakan Zarof terbukti menerima gratifikasi dalam jumlah fantastis selama menjabat di lingkungan MA. Total uang suap dan gratifikasi yang diterima mencapai Rp915 miliar dan 51 kilogram emas. Semua kekayaan haram tersebut telah diperintahkan untuk disita dan dirampas negara.
Peran Zarof Ricar dalam Skandal Suap Vonis Ronald Tannur
Nama Zarof Ricar mencuat dalam penyidikan Kejaksaan Agung sebagai pihak yang menjadi perantara dalam skandal suap vonis bebas Ronald Tannur. Ronald, putra politikus PKB asal NTT, Edward Tannur, awalnya dibebaskan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, jaksa penuntut umum mengajukan kasasi karena vonis bebas tersebut dianggap kontroversial dan mengundang kemarahan publik. Dalam proses kasasi itulah, Zarof Ricar diduga melakukan upaya untuk memengaruhi putusan hakim agung.
Zarof diketahui menjadi penghubung antara pengacara Ronald, Lisa Rachmat, dengan Hakim Agung Soesilo. Dalam dakwaan, disebutkan bahwa Lisa menawarkan uang Rp6 miliar, dengan rincian Rp5 miliar untuk hakim kasasi dan Rp1 miliar untuk Zarof. Tujuannya agar majelis hakim kasasi menguatkan vonis bebas dari PN Surabaya.
Kronologi Upaya Suap dalam Kasasi Ronald Tannur
Berdasarkan dakwaan jaksa, Lisa Rachmat menemui Zarof di rumahnya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, setelah kasasi diajukan. Lisa meminta bantuan Zarof untuk memengaruhi Hakim Agung Soesilo yang menjadi ketua majelis kasasi.
Pada 27 September 2024, Zarof bertemu Soesilo di Universitas Negeri Makassar dalam sebuah acara pengukuhan guru besar. Zarof memastikan bahwa Soesilo benar menjadi salah satu hakim yang memeriksa perkara Ronald Tannur.
Setelah pertemuan itu, Zarof mengirimkan foto dirinya bersama Soesilo kepada Lisa melalui WhatsApp sebagai bukti kedekatan. Dalam dua kali pertemuan berikutnya, Lisa menyerahkan uang total Rp5 miliar dalam bentuk Dolar Singapura kepada Zarof.
Jaksa menyebut, Lisa juga menyerahkan catatan tangan berisi komposisi majelis hakim dan pesan khusus untuk memengaruhi putusan. Namun, dalam putusan kasasi yang dikeluarkan pada 22 Oktober 2024, hanya dua hakim menyatakan Ronald bersalah dan menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara. Soesilo sendiri menyampaikan dissenting opinion atau perbedaan pendapat.
Terbongkarnya Gratifikasi Rp1 Triliun
Penangkapan Zarof oleh Kejaksaan Agung pada Oktober 2024 membuka fakta lain yang lebih mencengangkan. Dari hasil penggeledahan di rumahnya, penyidik menemukan uang tunai Rp915 miliar dan 51 kilogram emas. Semua harta tersebut diduga hasil dari suap dan gratifikasi selama Zarof bekerja di MA sejak 2012 hingga 2022.
Dalam sidang pembacaan dakwaan, jaksa menyebut bahwa uang dan emas tersebut disimpan Zarof di rumahnya, tidak pernah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan tidak sebanding dengan penghasilannya sebagai pegawai MA.
Jaksa juga mengungkap bahwa Zarof telah bertahun-tahun menjadi makelar kasus di lingkungan peradilan, membantu pengurusan perkara dari tingkat pertama hingga peninjauan kembali. Kasus Ronald Tannur hanyalah salah satu contoh dari banyak perkara yang pernah ia tangani secara ilegal.
Vonis dan Pertimbangan Hakim
Majelis hakim yang diketuai Rosihan Juhriah Rangkuti menilai bahwa perbuatan Zarof mencederai nama baik lembaga peradilan dan menghilangkan kepercayaan publik terhadap MA.
"Perbuatan terdakwa menunjukkan sifat serakah karena di masa purnabakti masih melakukan tindak pidana, padahal telah memiliki banyak harta benda," kata hakim Rosihan sambil menahan emosi saat membacakan putusan, Rabu (18/6).
Meskipun jaksa menuntut hukuman 20 tahun penjara, hakim menjatuhkan vonis 16 tahun dengan pertimbangan usia Zarof yang telah lanjut. Menurut hakim, hukuman 20 tahun bisa berarti pidana seumur hidup secara de facto, mengingat harapan hidup rata-rata di Indonesia. Hal-hal yang meringankan antara lain:
- Terdakwa menyesali perbuatannya
- Belum pernah dihukum
- Memiliki tanggungan keluarga
Namun, majelis hakim juga menegaskan bahwa Zarof masih bisa dijerat dalam perkara lain. Ia saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh Kejagung.
Latar Belakang Kasus Ronald Tannur
Gregorius Ronald Tannur adalah terdakwa dalam kasus penganiayaan hingga menyebabkan kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Pada 24 Juli 2024, majelis hakim PN Surabaya memutus bebas Ronald, dengan menyatakan bahwa Dini meninggal bukan karena penganiayaan, tetapi akibat penyakit dan alkohol.
Putusan itu menuai kecaman publik karena bertolak belakang dengan bukti dan tuntutan jaksa yang menuntut 12 tahun penjara. Komisi Yudisial kemudian melaporkan tiga hakim PN Surabaya ke Badan Pengawasan MA.
Pada 22 Oktober 2024, MA mengabulkan kasasi jaksa dan menjatuhkan pidana 6 tahun kepada Ronald. Empat hari setelah itu, Ronald ditangkap kembali oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Sementara itu, Kejagung juga menahan tiga hakim PN Surabaya dan pengacara Lisa Rachmat karena diduga menerima suap dalam kasus ini.
(ihc/abq)