Ribuan sopir truk yang berunjuk rasa memprotes aturan over dimension over loading (ODOL) menggeruduk Kantor Gubernur Jatim. Mereka sudah tiba di Jalan Pahlawan hingga truk yang mereka kendarai otomatis memblokade jalan.
Para sopir itu berdatangan sejak sekitar pukul 15.45 WIB. Ribuan sopir truk ini diketahui berdatangan dalam 3 gelombang. Belakangan, gelombang sopir truk yang ketiga sempat membuat padat Bundaran Taman Pelangi.
Tiba di Jalan Pahlawan para sopir ini segera memarkir truknya di sepanjang Jalan Pahlawan mulai dari depan Kantor Bank Indonesia Jatim hingga Kantor Gubernur Jatim. Mereka menggelar sejumlah atribut poster dan baliho untuk menyampaikan protes tentang kebijakan ODOL.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sopir ape mangan opo nek kebijakane ngerugikno? (Sopir mau makan apa kalau kebijakannya merugikan?)," teriak salah satu sopir bernama Sueb di depan Kantor Gubernur Jatim, Kamis (19/6/2025).
Sebelumnya, para sopir truk ini sempat menggelar aksi teatrikal dengan mengibarkan bendera ukuran raksasa sembari membawa 2 keranda berisikan keresahan mereka terkait aturan ODOL.
Ketua Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) Angga Firdiansyah mengatakan total ada 1.200 sopir truk yang turut serta dalam aksi unjuk rasa kali ini yang menuntut aturan tentang ODOL dibatalkan.
"Untuk keseluruhan 1.200 peserta se-Jatim dan luar Jatim. Kami menuntut pembatalan ODOL," kata Angga saat ditemui di sela aksi di Frontage Ahmad Yani Surabaya.
Mereka menuntut aturan tentang ODOL yang dianggap merugikan para sopir itu dicabut dengan cara menggelar aksi di sejumlah titik termasuk di Dishub Jatim hingga puncaknya di Kantor Gubernur Jatim. Mereka berencana menginap di kantor gubernur hingga tuntutan mereka dipenuhi.
"Nanti ke Polda Jatim terus finish di Kantor Gubernur Jatim. Kalau nggak ada kesepakatan, kami menginap di situ, karena perizinan kami 3 hari," kata Angga.
Tuntutan utama para sopir yakni adanya perubahan aturan tentang tarif dan angkutan logistik. Sejatinya para sopir telah menyepakati beberapa poin tentang ODOL karen memang mempertimbangkan keselamatan.
"Sebenarnya kami sejak awal setuju ODOL itu pertimbangan keselamatan. Tapi ada beberapa regulasi yang harus dibuat pemerintah untuk teman-teman logistik, minimal di tarifnya," ujarnya.
Angga mengaku miris lantaran penindakan hanya diberlakukan bagi sopir yang melanggar. Namun, tidak dengan perusahaan yang disebut juga terlibat dan justru menginisiasi adanya pelanggaran ODOL.
"Terus penindakan selama ini kan teman-teman yang punya 1 atau 2 unit saja, tapi untuk perusahaan besar tidak ada penindakan. Penindakan harus keseluruhan. Teman-teman yang muatnya panjang terus berat itu kan karena kebutuhan industri. Kalau kami nggak muat banyak nggak laku mobil kami, nggak dapat muatan," katanya.
(dpe/abq)