1 Muharram 2025 Jatuh Tanggal Berapa?

1 Muharram 2025 Jatuh Tanggal Berapa?

Irma Budiarti - detikJatim
Selasa, 17 Jun 2025 16:30 WIB
Kalender Hijriah Juni 2025.
Kalender Hijriah Juni 2025. Foto: Angely Rahma/detikJatim
Surabaya -

Momen 1 Muharram menjadi awal kalender Hijriah yang diperingati muslim di seluruh dunia. 1 Muharram 2025 jatuh tanggal berapa dalam kalender Masehi? Pertanyaan ini kerap muncul menjelang pergantian tahun dalam kalender Hijriah.

Momen 1 Muharram menjadi penanda tahun baru dalam kalender Islam atau kalender Hijriah. Muslim di seluruh dunia memperingatinya sebagai awal perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam, yang kemudian menjadi dasar penanggalan Hijriah.

1 Muharram Tanggal Berapa?

Pertanyaan ini sering muncul menjelang pergantian tahun dalam kalender Islam. Tahun Baru Islam atau 1 Muharram 1447 Hijriah jatuh pada Jumat 27 Juni 2025. Tanggal ini telah ditetapkan sebagai hari libur nasional melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penetapan ini berarti seluruh instansi pemerintah, lembaga pendidikan, dan sebagian besar sektor swasta akan meliburkan kegiatan operasional pada tanggal tersebut. Momen 1 Muharram sendiri merupakan awal tahun dalam kalender Hijriah yang memiliki nilai spiritual tinggi bagi umat Islam.

Selain menjadi ajang muhasabah diri, peringatan ini juga sering diwarnai dengan berbagai kegiatan religi dan tradisi budaya di berbagai daerah di Indonesia, seperti kirab 1 Suro, doa bersama, dan pawai obor.

ADVERTISEMENT

Sejarah Singkat 1 Muharram

1 Muharram adalah awal bulan dalam kalender Hijriah yang ditetapkan Khalifah Umar bin Khattab pada masa kekhalifahan Islam. Pemilihan peristiwa hijrah sebagai titik awal penanggalan ini menandai tonggak perjuangan umat Islam dalam membangun masyarakat yang adil dan damai di bawah ajaran Islam.

Meskipun tidak ditandai dengan perayaan besar seperti tahun baru Masehi, 1 Muharram memiliki makna spiritual yang dalam. Banyak umat Islam memanfaatkan momen ini untuk bermuhasabah (introspeksi diri), memperbanyak doa, dan memulai lembaran baru yang lebih baik dalam kehidupan mereka.

Tradisi 1 Muharram di Indonesia

Di berbagai daerah di Indonesia, 1 Muharram biasanya juga dikenal sebagai malam 1 Suro, terutama di kalangan masyarakat Jawa. Padahal, 1 Suro dan 1 Muharram berbeda tanggalnya. Perayaan 1 Muharram pun sering disertai tradisi dan budaya lokal yang sarat makna, seperti dirangkum dari berbagai sumber berikut.

1. Kirab Pusaka dan Kebo Bule

Di Keraton Surakarta (Solo) dan Keraton Yogyakarta, setiap malam 1 Suro diadakan kirab (arak-arakan) pusaka keraton, termasuk keris, tombak, gamelan, dan kebo bule, kerbau albino yang dianggap keramat dan sebagai "cucuk lampah" untuk pusaka. Khusus di Solo, prosesi ini berlangsung tanpa suara (tapa bisu), diikuti abdi dalem yang berjalan hening keliling benteng keraton sejauh Β±5 km.

2. Jamasan Pusaka dan Mubeng Beteng

Di Keraton Yogyakarta, dilakukan ritual jamasan pusaka (pencucian keris, gamelan, tombak) sebagai bagian dari tradisi sakral. Diikuti mubeng beteng, yaitu mengelilingi benteng keraton sambil tapa bisu, sebagai bentuk refleksi diri dan permohonan keselamatan di tahun baru Jawa dan Islam.

3. Tapa Bisu dan Tirakatan

Tradisi tapa bisu (diam total) adalah ritual meditasi batin menyambut 1 Suro, baik di Solo maupun Yogyakarta. Banyak masyarakat juga melakukan tirakatan, bermalam tanpa tidur di masjid, pemakaman, atau tempat keramat sambil berdoa, merenung, dan mendengarkan wayang kulit.

4. Pawai Obor

Di beberapa daerah Jawa seperti Purwakarta, masyarakat menggelar pawai obor. Acara ini dilakukan pada malam hari selepas salat isya untuk simbol penerangan jiwa menyambut tahun baru Islam.

5. Ritual Doa dan Pantangan

Doa bersama, baik sebelum maupun sesudah pergantian malam Suro, selalu dilakukan untuk memohon keselamatan, perlindungan, serta refleksi diri. Terdapat pula pantangan malam Suro, yaitu larangan keluar rumah, larangan membangun, menghindari pertengkaran, serta menjaga ucapan karena diyakini dunia gaib sedang dekat.

Tak hanya bernuansa religius, peringatan 1 Muharram juga menjadi bagian dari kekayaan budaya Nusantara yang merefleksikan semangat persatuan, introspeksi, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.




(hil/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads