Impian suci untuk menapakkan langkah di Tanah Suci dan menunaikan ibadah haji berakhir tragis di padang pasir tandus Arab Saudi. SM (42), dosen sekaligus ustaz asal Pamekasan, Madura, ditemukan tak bernyawa setelah nekat berangkat haji secara ilegal.
Kepergiannya bukan hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, tapi juga meninggalkan dua anak yang masih kecil dan utang ratusan juta rupiah. Kini, jenazahnya terancam tak bisa dipulangkan ke tanah air karena biaya pemulangan yang sangat mahal.
SM, warga Desa Blumbungan, Pamekasan, memutuskan berangkat haji tanpa jalur resmi menggunakan visa ziarah. Meski sempat diperingatkan oleh sahabatnya, Ahmad Asir, SM tetap bersikeras.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia (SM) bilang aman, doakan saja. Saya bilang kenapa tidak sabar menunggu yang legal aja? Dia tetap bilang aman, mungkin dia tidak tahu kalau peraturan sekarang sudah beda," kata Asir, Senin (2/6/2025).
SM berangkat melalui sebuah travel, meski nama travel tersebut tidak diketahui pasti oleh keluarga dan kerabatnya.
Perjalanan nekat itu berujung maut. SM bersama dua WNI lainnya, J dan S, menggunakan visa ziarah multiple untuk masuk ke Makkah tanpa dokumen haji resmi. Mereka menumpang taksi gelap, namun di tengah perjalanan, sopir taksi yang ketakutan saat melihat patroli aparat Saudi memaksa mereka turun di tengah gurun pasir.
Di bawah suhu ekstrem yang mematikan, ketiganya ditinggalkan di tengah gurun pasir. Ketika aparat keamanan melakukan penyisiran menggunakan drone, SM ditemukan telah meninggal dunia, sementara dua WNI lainnya dalam kondisi dehidrasi berat dan langsung dilarikan ke rumah sakit.
Kini jenazah SM masih berada di rumah sakit Makkah untuk proses visum. Namun, harapan untuk memulangkan jenazah ke kampung halaman terkendala biaya.
Keluarga menyebut, pihak berwenang di Arab Saudi meminta dana sekitar 12 ribu riyal atau sekitar Rp 52 juta, ditambah ongkos pesawat dan peti mati sekitar Rp 15 juta. Total dana yang dibutuhkan mencapai Rp 67 juta, sementara keluarga tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk membayar biaya tersebut.
"Pasrah lantaran dimintai uang sekitar 12 ribu riyal atau sekitar Rp 52 juta, ditambah ongkos pesawat dan peti mati sekitar Rp 15 juta. Jadi total butuh kurang lebih Rp 67 juta. Pihak keluarga tidak mampu, apalagi meninggalkan dua anak yatim dan utang Rp 250 juta," ujar Junaidi, tokoh masyarakat setempat sekaligus mantan Kepala Desa Blumbungan, Selasa (3/6/2025).
Rencana awal, jenazah SM akan dipulangkan ke tanah air usai perayaan Idul Adha. Namun dengan kondisi keuangan keluarga yang sangat terbatas, harapan itu semakin tipis.
"Kalau nanti tidak diurus jenazahnya, informasinya ya akan dimakamkan di Saudi, tapi di luar Tanah Haram," lanjut Junaidi.
Keluarga pun berharap ada dermawan atau perhatian dari pemerintah maupun pihak travel yang memberangkatkan korban agar membantu proses pemulangan jenazah.
Konfirmasi peristiwa ini disampaikan langsung oleh Konjen RI di Jeddah, Yusron B Ambary.
"Ketiganya nekat masuk Makkah tanpa prosedur resmi. Mereka ditinggalkan di tengah gurun oleh sopir taksi lalu ditemukan aparat keamanan menggunakan drone. SM sudah dalam keadaan meninggal, sementara dua lainnya dirawat di rumah sakit," ujar Yusron, Minggu (31/5).
Sebelumnya, SM sempat terjaring razia bersama 10 WNI lain oleh aparat keamanan Saudi dan diusir ke Jeddah. Namun ia tetap berusaha kembali ke Makkah melalui jalur tidak resmi, hingga akhirnya nyawanya tak tertolong.
Konjen RI di Jeddah turut mengingatkan seluruh WNI untuk tidak tergoda ajakan mengikuti haji non-prosedural yang sangat berbahaya.
"Haji harus dijalankan secara sah dan sesuai aturan. Jangan sampai hanya karena memaksakan diri, nyawa melayang. Uang hilang, haji pun gagal," tegas Yusron.
Kasus SM menjadi pelajaran pahit akan bahayanya jalur haji ilegal. Selain melanggar hukum, tindakan ini mempertaruhkan nyawa dan meninggalkan luka bagi keluarga yang ditinggalkan.
(auh/hil)