Kata Pengamat soal Akhir Damai Kasus Pelecehan Penari Jathil Ponorogo

Kata Pengamat soal Akhir Damai Kasus Pelecehan Penari Jathil Ponorogo

Charolin Pebrianti - detikJatim
Rabu, 14 Mei 2025 13:10 WIB
Penari jathil di Ponorogo mengalami pelecehan
Penari jathil di Ponorogo mengalami pelecehan/Foto: Tangkapan layar
Ponorogo -

Kasus pelecehan terhadap penari jathil dalam pertunjukan Reog Obyok di Desa Tugurejo, Kecamatan Sawoo, Ponorogo terus menuai perhatian publik. Tak hanya dari sisi hukum, sejumlah kalangan menyoroti perlunya evaluasi terhadap pementasan seni reyog, khususnya peran perempuan dalam pertunjukan jalanan.

Pengamat sosial, Murdianto menilai kasus ini seharusnya menjadi momentum untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, sekaligus bahan evaluasi dalam praktik berkesenian.

"Kalau dari sisi hukum saya tidak bisa mengomentari lebih jauh. Namun, sebaiknya ditanyakan ke ahli hukum apakah pelecehan seksual ini masuk delik aduan atau termasuk pidana ringan yang bisa diselesaikan lewat mediasi. Tapi menurut saya, perlu sanksi yang diberikan secara proporsional untuk memberi efek jera," ujar Murdianto kepada detikJatim, Selasa (13/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan UNU Yogyakarta ini juga menyoroti perlunya komunitas seniman untuk memiliki aturan main yang lebih ketat dalam setiap pementasan.

"Komunitas seniman perlu membuat SOP yang lebih ketat dalam pementasan. Sebelum pertunjukan dimulai, perlu disampaikan kepada publik larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar, baik oleh penonton maupun oleh seniman sendiri. Terutama yang bisa menyebabkan masalah seperti pelecehan seksual," tegas Murdianto.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, evaluasi tidak hanya berhenti pada aspek hukum dan etika pementasan, tapi juga pada perkembangan teknis dan kreatif seni Reyog itu sendiri.

"Perlu evaluasi atas perkembangan kreasi permainan Reyog yang dilakukan para penggiat. Termasuk teknis tampilan, rangkaian pementasan, hingga posisi tarian jathil dalam kesenian obyokan atau jalanan," jelas Murdianto.

Ia menambahkan, posisi penari jathil perempuan dalam pertunjukan obyokan memang sangat rentan, apalagi jika harus berinteraksi langsung dengan penonton yang tidak bisa dikontrol, terutama jika ada yang dalam pengaruh alkohol.

"Posisi jathil perempuan dalam pementasan obyok memang berisiko tinggi. Apalagi jika melibatkan interaksi langsung dengan penonton yang tidak sepenuhnya sadar atau dalam pengaruh miras," katanya.

Murdianto menekankan, perlindungan terhadap seniman perempuan harus menjadi perhatian utama ke depan.

"Proteksi atas seniman perempuan harus jadi bahan diskusi antara tim kreatif dan para pelaku seni reyog. Ini penting, agar kejadian seperti ini tidak terulang," imbuhnya.

Lebih lanjut, ia mengajak semua pihak termasuk para penggiat seni dan akademisi untuk duduk bersama mendiskusikan perkembangan kesenian Reyog secara menyeluruh, tanpa membatasi kreativitas.

"Perkembangan kreativitas dalam kesenian Reyog, termasuk di dalamnya jathil, harus menjadi bahan diskusi intens. Libatkan penggiat seni dan para ahli dari berbagai bidang. Tapi tentu saja tanpa membatasi ekspresi seni secara berlebihan," pungkas Murdianto.

Sebelumnya, publik dihebohkan dengan video viral berdurasi lebih dari satu menit yang memperlihatkan seorang penari jathil dilecehkan saat tampil dalam pertunjukan Reog Obyok. Dalam video yang diunggah akun Instagram @ponorogo.update dan telah ditonton lebih dari 1,7 juta kali itu, terlihat seorang pria berbaju hitam menampar bagian belakang tubuh penari perempuan.

"Viral ... pemain jathil Reog Obyok Ponorogo ditampar bagian bawah tubuhnya hingga kaget. Kondisi yang menampar dalam keadaan mabuk, sontak ada sedikit keributan dan dilerai pemain seniman Reog lainnya," tulis admin akun tersebut dalam caption unggahannya.

Kejadian itu memicu kecaman luas dari masyarakat dan mendorong berbagai pihak untuk menuntut perlindungan lebih bagi para seniman, terutama perempuan yang tampil dalam ruang publik.




(auh/hil)


Hide Ads