Seorang peternak domba di Sidoarjo, Yulianto, menemukan cara inovatif untuk menekan biaya produksi sekaligus meningkatkan kualitas ternaknya. Ia memanfaatkan limbah kulit singkong sebagai bahan utama dalam pembuatan pakan fermentasi bagi 112 ekor domba miliknya.
"Limbah kulit singkong setelah difermentasi ternyata punya kandungan gizi yang cukup baik untuk mendukung pertumbuhan domba. Kami campur dengan bahan lain seperti tumpi jagung, ampas kedelai, dan pojon jagung," kata Yulianto saat ditemui detikJatim di kandang domba miliknya, Selasa (12/5/2025).
"Sementara itu limbah kulit singkong mudah didapatkan, bahkan banyak warga yang membuang kulit singkong kesini," imbuh Yulianto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yulianto mengaku, sebelum dibuat pakan ternaknya, kulit singkong tersebut dibersihkan kemudian djemur selanjutnya dicampur dengan tumpi jagung, ampas kedelai, dan pohon jagung.
Dia mengaku, baru satu setengah tahun menjalankan usaha peternakan ini. Meski masih terbilang baru, ia belajar dengan cepat dan langsung menerapkan pola ternak dari peternak-peternak besar di Indonesia.
"Kita memang belum impor langsung dari Australia, tapi kita beli bibit unggulan dari importir yang sudah berpengalaman. Genetik domba impor memang lebih cepat tumbuh dibanding lokal," ujarnya.
Selain efisiensi pakan, ia juga mengandalkan sistem koloni dalam beternak domba. Menurutnya, domba lebih mudah dipelihara secara berkelompok karena tidak bersifat individual seperti kambing.
"Domba itu lebih rukun, jarang berantem. Jadi kita bisa koloni. Kalau kambing lebih susah, harus dipisah saat kawin, dan proses perbanyakannya juga lebih panjang," jelas Yulianto.
Untuk memenuhi kebutuhan pakan, ia bekerja sama dengan petani lokal. Pakan basah seperti pohon jagung dan jagung segar ia beli langsung dari petani seharga Rp950 per kilogram. Dalam satu kali kiriman bisa mencapai 7 ton, dan sisanya disimpan dalam bentuk silase.
"Dengan populasi 112 ekor dan serat sekitar 8 ton, kita bisa hemat tenaga tidak ngarit selama lima bulan. Ini sangat membantu," tambahnya.
Permintaan domba di Sidoarjo dinilai cukup tinggi, terutama untuk kebutuhan sate dan aqiqah. Domba dinilai lebih diminati karena tekstur dagingnya yang empuk, berlemak, dan aromanya yang khas.
"Kalau untuk kurban kemarin baru laku 10 ekor, yang lain masih kita pasarkan. Domba betina kita tahan untuk breeding. Biasanya umur 4-5 bulan dengan berat 40-50 kilogram sudah bisa dijual," tutup Yulianto.
Dengan pendekatan yang efisien dan berbasis inovasi lokal, Yulianto membuktikan bahwa peternakan modern bisa dimulai dari desa dan berkembang cepat asalkan dikelola dengan cerdas.
(ihc/abq)