Apa Itu Talasemia? Kenali Gejala dan Bahayanya

Apa Itu Talasemia? Kenali Gejala dan Bahayanya

Mira Rachmalia - detikJatim
Kamis, 08 Mei 2025 12:55 WIB
Potret anak-anak yang mengidap thalasemia.
Pusat Pengobatan Talasemia. Foto: detikHealth/Khadijah Nur Azizah
Surabaya -

Setiap tanggal 8 Mei, dunia memperingati Hari Talasemia Sedunia, sebuah momentum penting untuk meningkatkan kesadaran global tentang penyakit genetik serius, namun kerap kurang dipahami ini. Peringatan ini menjadi ajang edukasi, dukungan moral, serta dorongan aksi nyata bagi pasien, keluarga, tenaga kesehatan, dan pembuat kebijakan.

Talasemia adalah kelainan darah bawaan yang ditandai dengan produksi hemoglobin yang tidak normal, menyebabkan penderitanya mengalami anemia kronis yang bisa mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan baik. Penyakit ini tidak hanya berdampak pada kondisi fisik, tetapi secara emosional dan sosial terhadap kehidupan penderitanya.

Melalui Hari Talasemia Sedunia, berbagai organisasi lokal dan internasional, asosiasi pasien, otoritas kesehatan, hingga komunitas medis bersatu untuk menyoroti pentingnya skrining pranikah dan pralahir, konseling genetik, serta akses pengobatan yang tepat dan berkelanjutan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Edukasi sejak dini menjadi kunci utama dalam mencegah penyebaran talasemia, terutama di negara-negara dengan prevalensi tinggi. Lantas, apa sebenarnya talasemia itu? Bagaimana gejalanya, dan sejauh mana bahayanya bagi penderitanya? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

Apa Itu Talasemia?

Melansir halaman Alodokter, talasemia adalah kelainan darah karena kurangnya hemoglobin (Hb) yang normal pada sel darah merah. Kelainan ini membuat penderitanya mengalami anemia atau kurang darah.

ADVERTISEMENT

Sedangkan, mengutip dari halaman Hallo Sehat, talasemia merupakan salah satu jenis kelainan darah. Penyakit ini menyebabkan sel darah merah di dalam tubuh tidak dapat mengangkut oksigen dengan baik.

Talasemia perlu diwaspadai karena bukan sekadar gangguan darah biasa. Jika tidak ditangani dengan tepat, penyakit ini dapat menimbulkan beragam komplikasi serius yang berdampak jangka panjang, bahkan mengancam nyawa.

Salah satu komplikasi paling berbahaya dari talasemia adalah gagal jantung. Hal ini terjadi karena tubuh penderita kekurangan hemoglobin yang cukup untuk mengangkut oksigen, sehingga jantung dipaksa bekerja lebih keras. Akibatnya, fungsi jantung bisa menurun secara signifikan.

Selain itu, talasemia juga dapat menyebabkan pertumbuhan anak terhambat. Kekurangan oksigen dan nutrisi akibat anemia kronis mengganggu perkembangan fisik, termasuk tinggi badan dan kematangan seksual.

Komplikasi lain yang tak kalah serius adalah gangguan pada hati, terutama akibat penumpukan zat besi dari transfusi darah yang dilakukan secara rutin. Bila tidak dikontrol, kondisi ini dapat berkembang menjadi kerusakan hati kronis atau sirosis.

Dalam kasus tertentu, jika komplikasi tidak tertangani dengan baik, talasemia bahkan dapat berujung pada kematian. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami risiko talasemia, pentingnya deteksi dini, serta akses terhadap pengobatan yang memadai agar kualitas hidup pasien tetap terjaga.

Penyebab Talasemia

Talasemia merupakan penyakit yang disebabkan kelainan genetik yang mempengaruhi produksi sel darah merah dalam tubuh. Kelainan ini diwariskan dari orang tua kepada anak, meskipun orang tua mungkin tidak menunjukkan gejala apapun.

Penderita talasemia umumnya mengalami anemia, yang ditandai dengan rasa lelah dan lemas. Gejala ini biasanya mulai muncul dalam dua tahun pertama kehidupan. Namun, pada kasus talasemia ringan (minor), penderita mungkin tidak mengalami anemia atau hanya menunjukkan gejala ringan.

Tingkat keparahan dan waktu munculnya gejala sangat bergantung pada jenis talasemia yang diderita. Pada talasemia mayor, gejala anemia yang dialami jauh lebih berat dan dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh, bahkan berisiko mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan baik.

Komplikasi Talasemia

Talasemia bukan hanya menyebabkan anemia kronis, tapi juga bisa memicu berbagai komplikasi kesehatan yang serius. Mengutip laman Hello Sehat, setidaknya ada tujuh komplikasi yang dapat dialami penderita talasemia jika penyakit ini tidak ditangani dengan optimal. Apa saja? Berikut daftarnya yang perlu diwaspadai.

1. Masalah dan Kerusakan Tulang

Menurut situs Centers for Disease Control and Prevention (CDC), tubuh penderita talasemia akan berusaha keras memproduksi lebih banyak sel darah merah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kondisi ini dapat menyebabkan pertumbuhan tulang berlebihan, sehingga tulang melebar dan merenggang. Akibatnya, tulang lebih tipis, rapuh, dan mudah patah.

Salah satu komplikasi talasemia yang berkaitan dengan kondisi ini adalah osteoporosis. Berdasarkan studi yang diterbitkan dalam Expert Review of Hematology, sekitar 51% pasien talasemia mengalami gangguan kepadatan tulang tersebut.

2. Kelebihan Zat Besi akibat Transfusi Darah

Penderita talasemia mayor membutuhkan transfusi darah rutin untuk menambah sel darah merah. Namun, transfusi berulang dapat menyebabkan penumpukan zat besi, yang berisiko merusak organ jantung dan hati. Untuk mencegahnya, pasien perlu menjalani terapi kelasi besi menggunakan obat yang membantu membuang kelebihan zat besi.

3. Alloimunisasi

Sistem kekebalan tubuh dapat mengenali darah donor sebagai ancaman, lalu menghancurkannya. Kondisi ini disebut alloimunisasi dan membuat proses pencocokan darah jadi lebih rumit dan memakan waktu. Pasien tetap bisa menerima transfusi, tetapi darah harus dicocokkan lebih cermat.

4. Pembesaran Hati (Hepatomegali)

Produksi sel darah merah abnormal bisa merangsang organ lain, seperti hati untuk ikut memproduksi sel darah. Akibatnya, hati membesar dan berisiko mengalami komplikasi seperti hepatitis dan penyakit kuning (jaundice).

5. Gangguan Jantung

Penumpukan zat besi di jantung dapat mengganggu kerja otot jantung, meningkatkan risiko gagal jantung, dan penyakit jantung koroner. Ini merupakan komplikasi serius pada pasien talasemia berat.

6. Rentan Infeksi

Talasemia dapat menyebabkan pembesaran limpa, sehingga fungsi limpa dalam menyaring darah dan melawan infeksi menurun. Akibatnya, pasien menjadi lebih mudah terkena infeksi, seperti flu, pneumonia, atau hepatitis. Vaksinasi dan perlindungan ekstra sangat dianjurkan.

7. Gangguan Hormon dan Pubertas

Penumpukan zat besi di kelenjar endokrin bisa mengganggu produksi hormon. Hal ini menyebabkan gangguan pertumbuhan dan pubertas terlambat, biasanya terjadi usia 13 tahun pada perempuan dan 14 tahun pada laki-laki.

Pengobatan Talasemia

Talasemia merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan seumur hidup. Penderita kondisi ini biasanya harus menjalani transfusi darah secara rutin untuk menggantikan sel darah merah yang kurang. Sementara itu, bagi penderita talasemia berat, dokter dapat merekomendasikan transplantasi sumsum tulang sebagai pilihan pengobatan.

Penyakit ini tidak dapat dicegah karena diturunkan melalui faktor genetik. Namun, untuk mencegah penularannya ke keturunan, pasangan yang berencana menikah disarankan berkonsultasi dengan dokter, terutama jika ada riwayat talasemia dalam keluarga. Konsultasi ini penting untuk mengetahui risiko dan mempertimbangkan langkah pencegahan.

Sejarah Hari Talasemia Sedunia

Hari Talasemia Sedunia atau World Thalassemia Day diperingati setiap tanggal 8 Mei, sejak pertama kali dicanangkan pada tahun 1994 oleh Thalassemia International Federation (TIF). Pendiri TIF Panos Englezos menetapkan tanggal ini untuk mengenang putranya, George Englezos, yang meninggal dunia akibat talasemia.

Tujuan utama peringatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran global mengenai talasemia, menghormati para penyintas yang telah berjuang melawan penyakit ini, dan memperjuangkan akses perawatan yang lebih baik bagi semua pasien talasemia di seluruh dunia.

Sejak saat itu, setiap tahun TIF mengusung tema yang berbeda untuk memperkuat pesan-pesan penting terkait pencegahan, penanganan, dan pengobatan talasemia secara berpusat pada pasien.

Melalui peringatan ini, berbagai organisasi lokal dan internasional, asosiasi pasien, otoritas kesehatan, hingga komunitas medis bersatu untuk menyoroti pentingnya skrining pranikah dan pralahir, konseling genetik, serta akses pengobatan yang tepat dan berkelanjutan.

Edukasi sejak dini menjadi kunci utama dalam mencegah penyebaran talasemia, terutama di negara-negara dengan prevalensi tinggi. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan juga aktif mendukung peringatan ini.

Tema Hari Talasemia Sedunia 2025

Dikutip dari situs Thalassaemia International Foundation, peringatan Hari Talasemia Sedunia tahun ini mengangkat tema Together for Thalassaemia: Uniting Communities, Prioritising Patients.

Dipandu slogan kuat #WeAre1 dan #PatientsFirst, komunitas global menyerukan komitmen bersama untuk memastikan bahwa individu yang hidup dengan talasemia ditempatkan sebagai pusat dari kebijakan serta praktik layanan kesehatan.

Tema ini menekankan pentingnya kolaborasi global dan pendekatan yang berfokus pada kebutuhan pasien dalam perawatan talasemia. Melalui tema ini, TIF mengajak semua pihak bersatu dalam upaya meningkatkan kesadaran, memperkuat sistem perawatan, dan memastikan akses yang adil bagi semua pasien talasemia di seluruh dunia.

Melalui peringatan Hari Talasemia Sedunia, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya deteksi dini, pencegahan, dan penanganan talasemia secara tepat, serta memberikan dukungan kepada para penyintas untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads