Hari Asma Sedunia diperingati setiap tahun pada hari Selasa pertama di bulan Mei. Peringatan ini sebagai bentuk kepedulian global terhadap penyakit asma yang masih menjadi tantangan besar dalam dunia kesehatan.
Asma masih menjadi salah satu penyakit pernapasan kronis yang paling umum di dunia, menyerang ratusan juta orang lintas usia dan negara. Meski tergolong penyakit yang bisa dikendalikan, kenyataannya tak semua penderita asma memiliki akses terhadap pengobatan yang memadai.
Untuk itulah, Hari Asma Sedunia diperingati setiap tahun sebagai momentum meningkatkan kesadaran global tentang pentingnya penanganan asma secara tepat, berkelanjutan, dan merata. Tahun ini, Hari Asma Sedunia jatuh pada Selasa 6 Mei 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak sekadar kampanye tahunan, Hari Asma Sedunia juga memiliki sejarah panjang sejak pertama kali dicanangkan. Seperti apa latar belakang peringatannya? Dan, bagaimana tema 2025 diharapkan mampu mengubah wajah penanganan asma dunia? Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Sejarah Hari Asma Sedunia
Hari Asma Sedunia dirayakan setiap tahun pada bulan Mei sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran mengenai asma dan pentingnya perawatan serta pengelolaan penyakit ini. Asma, yang merupakan salah satu penyakit pernapasan kronis, telah menjadi masalah kesehatan global yang signifikan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2019, lebih dari 262 juta orang di seluruh dunia menderita asma, dan lebih dari 460.000 orang meninggal akibat penyakit ini. Asma bukanlah kondisi yang baru dikenal. Sejak zaman kuno, gejala asma, seperti sesak napas, telah dicatat dalam berbagai budaya.
Sebagai contoh, dalam kitab suci Tiongkok yang berasal dari sekitar 2600 SM, gejala asma telah disebutkan. Di Mesir Kuno, deskripsi mengenai masalah pernapasan dan sesak napas juga ditemukan, menggambarkan pemahaman awal mengenai gangguan pernapasan ini.
Pemahaman lebih lanjut mengenai asma dimulai dengan karya para ilmuwan Yunani kuno. Hipokrates, yang hidup pada periode 460 hingga 370 SM, adalah orang pertama yang mendeskripsikan kondisi asma dengan cukup rinci.
Ia menghubungkan gejala asma dengan faktor lingkungan dan pekerjaan, serta menyadari adanya kaitan antara profesi tertentu dengan peningkatan risiko terjadinya asma. Sekitar tahun 100 SM, Aretaeus dari Kapadokia memperkenalkan definisi asma yang lebih terperinci, yang masih relevan dengan pemahaman modern mengenai penyakit ini.
Pencapaian penting lainnya pada tahun 50 M, seorang ilmuwan Romawi mengidentifikasi hubungan serbuk sari dan kesulitan bernapas. Ia juga dikenal sebagai salah satu yang pertama kali menyarankan penggunaan senyawa yang mirip epinefrin untuk meredakan gejala asma, yang saat ini dikenal sebagai pengobatan yang efektif untuk asma.
Pada abad ke-19, perkembangan pemahaman medis mengenai asma semakin maju. Dr Henry H Salter, seorang dokter asal Inggris, memberikan gambaran medis yang lebih akurat tentang apa yang terjadi pada paru-paru saat serangan asma.
Di sisi lain, pada tahun 1892, Dr William Osler, salah satu pendiri Sekolah Kedokteran Johns Hopkins, mencatat adanya hubungan antara asma dan kondisi alergi, serta pengaruh faktor genetik terhadap penyakit ini. Ia juga mengidentifikasi beberapa pemicu asma seperti perubahan iklim, emosi yang ekstrem, dan pola makan.
Pada dekade 1980-an, pemahaman medis tentang asma mengalami perubahan signifikan, dengan fokus yang lebih besar pada asma sebagai kondisi peradangan. Penelitian-penelitian baru menunjukkan bahwa pengelolaan asma tidak hanya bergantung pada penanganan gejalanya.
Akan tetapi pengelolaan peradangan kronis pada saluran pernapasan. Hal ini menandai pentingnya pengelolaan asma meskipun gejalanya tidak selalu muncul, serta pengembangan obat-obatan yang lebih efektif untuk meredakan serangan asma.
Hari Asma Sedunia pertama kali diperingati pada 1998 atas inisiatif Asosiasi Asma Global (Global Asthma Association), yang bertujuan memberikan edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang asma, serta memberikan dukungan bagi pasien yang hidup dengan kondisi ini.
Setiap tahun, Hari Asma Sedunia memiliki tema berbeda, yang bertujuan menyoroti tantangan tertentu dalam pengelolaan asma dan memperkenalkan inovasi terbaru dalam perawatan. Melalui peringatan ini, diharapkan masyarakat lebih sadar akan pentingnya deteksi dini, pengelolaan yang tepat, dan dukungan untuk penderita asma.
Tema Hari Asma 2025
Tema resmi Hari Asma Sedunia 2025 adalah "Make Inhaled Treatments Accessible for ALL", atau dalam bahasa Indonesia, "Jadikan Perawatan Inhalasi Dapat Diakses oleh Semua Orang". Tema ini ditetapkan Global Initiative for Asthma (GINA), organisasi internasional yang memimpin kampanye kesadaran dan pengelolaan asma di seluruh dunia.
Tema tahun ini menyoroti pentingnya memastikan semua penderita asma, tanpa memandang ekonomi atau lokasi geografis, memiliki akses ke obat inhalasi yang esensial. Obat-obatan ini terutama yang mengandung kortikosteroid inhalasi, sangat penting untuk mengontrol peradangan saluran napas dan mencegah serangan asma yang berakibat fatal.
Sayangnya, di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, ketersediaan dan keterjangkauan obat-obatan ini masih menjadi tantangan besar. Hari Asma Sedunia diperingati setiap tahun pada hari Selasa pertama bulan Mei.
Tema ini lahir dari keprihatinan atas masih besarnya kesenjangan dalam ketersediaan dan keterjangkauan pengobatan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana angka kesakitan dan kematian akibat asma masih tergolong tinggi.
Peringatan Hari Asma Sedunia tahun ini jatuh pada 6 Mei 2025. Tujuan utama peringatan ini adalah meningkatkan kesadaran global tentang asma, mempromosikan diagnosis dini, pengelolaan yang tepat, serta memastikan akses yang setara terhadap pengobatan bagi semua penderita asma.
(auh/irb)