Heboh Kasus Perundungan Dokter PPDS, Bayari Senior Clubbing Rp 500 Juta

Kabar Nasional

Heboh Kasus Perundungan Dokter PPDS, Bayari Senior Clubbing Rp 500 Juta

Matius Alfons Hutajulu - detikJatim
Kamis, 01 Mei 2025 19:42 WIB
Uya Kuya
Uya Kuya/Foto: Instagram/king_uyakuya
Surabaya -

Kasus perundungan di dunia pendidikan kedokteran Indonesia kembali terungkap. Bukan hanya soal kekerasan fisik, tapi juga soal pemerasan gaya hidup.

Bayangkan, seorang peserta PPDS harus membayari clubbing seniornya, servis mobil, hingga menyediakan mobil mewah dengan makanan lengkap. Fakta ini diungkap langsung oleh anggota Komisi IX DPR RI, Surya Utama alias Uya Kuya, dalam rapat kerja bersama Menteri Kesehatan di Senayan.

Ia menyebutkan, salah satu kasus menimpa mantan peserta PPDS di Bandung, Wildan Ahmad Furqon.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kasus pertama ada Wildan Ahmad Furqon mantan dokter PPDS di Bandung RSHS yang keluar, sampai keluar dari dr spesialis ortopedi karena mengalami perundungan fisik," ujar Uya Kuya dalam rapat tersebut, sebagaimana disiarkan di kanal YouTube Komisi IX DPR yang dikutip detikNews, Kamis (1/5/2025).

Wildan, menurut Uya, mengalami kekerasan fisik yang berlangsung hampir setiap malam, seperti berdiri dengan satu kaki selama 3 jam, push-up, merangkak, dan mengangkat kursi lipat selama satu jam. Selain itu, ia juga dipaksa membayar servis mobil dan biaya clubbing para senior.

ADVERTISEMENT

"Tiap malam harus berdiri dengan satu kaki sampai 3 jam, disuruh push up, jalan jongkok, merangkak, terus dia harus angkat kursi lipat yang ada mejanya selama 1 jam, disuruh bayarin servis mobil senior, disuruh bayarin clubbing," ucapnya.

Biaya yang harus ditanggung Wildan pun tak sedikit. Selama 3 semester, jumlahnya mencapai setengah miliar rupiah.

"Biaya entertain yang dikeluarkan dari seorang Wildan sampai Rp 500 juta untuk 3 semester. Dan semester 1 dia harus menyediakan seperti tas Doraemon yang isinya bisa sampai 20 biji untuk kebutuhan senior," jelas Uya.

Kondisi semakin parah saat Wildan dihukum menginap di rumah sakit selama sebulan tanpa izin keluar gara-gara pulang menemani istrinya melahirkan.

"Dan intinya adalah karena dia sempat pulang karena harus istrinya melahirkan, dia sampai dihukum satu bulan nginep di RS nggak boleh ke mana-mana, dan sampai RS didorong, ditampar, dipukul, dan setelah speak up sampai sekarang malah dia nggak ada tindak lanjut dari RS dan kampus untuk selesaikan masalah," lanjutnya.

Selain di Bandung, Uya juga membeberkan kasus serupa di Yogyakarta. Korbannya adalah mantan PPDS ortopedi di Universitas Gadjah Mada (UGM) bernama dr Marcel.

"Masalah kedua untuk di UGM yaitu PPDS Ortopedi, dr Marcel yang saat itu dia alami hal yang sama, kurang lebih ada yang namanya parade setiap malam. Di situ ada penghakiman seperti push up, sit up, dilemparin botol, dipukul, ditampar, sampai dipersekusi di ruangan sempit dipukuli beramai-ramai atas perintah kepala senior resident," tutur Uya.

Tak hanya itu, dr Marcel pun diminta menyiapkan kendaraan mewah untuk antar jemput para dokter spesialis, lengkap dengan fasilitas makanan di dalam mobil.

"Dan pernah juga dia yang memukuli adalah yang sekarang mantu dari rektor, dan ini dokter Marcel sudah pernah speak up di tempat saya juga, dan dia juga bilang suka disuruh menyiapkan mobil setara Innova cuma untuk jemput dr dr spesialisnya, dan di dalam mobil itu harus ada makanan dan semua kebutuhan makan senior harus dipenuhi. Dan sampai dr Marcel dia harus keluar juga dari pendidikannya," sebut Uya.

Uya Kuya menyesalkan praktik-praktik perundungan ini masih terus terjadi di lingkungan PPDS, padahal Indonesia tengah kekurangan dokter spesialis.

"Bayangkan di mana negara kita butuh sekali namanya dr spesialis, tapi mereka yang ingin sekolah ya harus sekolah setelah keluarkan biaya ratusan juta tapi sia-sia," imbuhnya.

Berita ini sudah tayang di detikNews, baca berita selengkapnya di sini!




(hil/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads