FGD Pembaruan KUHAP Kupas Asas Diferensiasi Fungsional dan Polisi Justisi

FGD Pembaruan KUHAP Kupas Asas Diferensiasi Fungsional dan Polisi Justisi

Muhammad Aminudin - detikJatim
Sabtu, 26 Apr 2025 19:45 WIB
Forum Discussion Group di UMM
FGD bertajuk bertajuk 'Optimalisasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum Melalui Pembaharuan Hukum Acara Pidana' (Foto: Muhamad Aminuddin)
Kota Malang -

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'Optimalisasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum Melalui Pembaharuan Hukum Acara Pidana'. FGD ini menghadirkan Prof. Dr. Tongat sebagai narasumber utama.

Kegiatan ini berlangsung di lantai 8 Gedung GKB IV Univeristas Muhammadiyah Malang dan dihadiri berbagai elemen akademisi dan praktisi hukum, Sabtu (26/4/2025).

Dalam paparannya, Prof. Tongat, yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum UMM, menekankan pentingnya pembaruan hukum acara pidana sebagaimana tercantum dalam Konsiderans Bagian Menimbang Huruf C Rancangan KUHAP (versi 3 Maret 2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pembaruan tersebut untuk lebih menjamin hak-hak tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, dan korban, sekaligus memperkuat fungsi serta wewenang aparat penegak hukum agar selaras dengan dinamika ketatanegaraan, perkembangan teknologi informasi, dan konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia," ungkap Prof Tongat kepada wartawan usai diskusi.

Dalam konteks pembaruan hukum, Prof. Tongat menegaskan bahwa Asas Diferensiasi Fungsional dalam sistem peradilan pidana memiliki urgensi tinggi, karena secara konseptual mencakup tiga dimensi utama.

ADVERTISEMENT

"Pembagian kerja berdasarkan fungsi spesifik dalam sistem yang lebih besar, hubungan fungsional antar elemen yang bekerja secara terpisah namun saling bergantung untuk mencapai tujuan bersama, serta distribusi tugas antar lembaga atau unit guna memaksimalkan efisiensi dan efektivitas," ujarnya.

Prof Tongat menjabarkan diferensiasi wewenang penting untuk memastikan agar setiap aparat penegak hukum memahami ruang lingkup dan batas-batas tugasnya.

Hal ini bertujuan untuk mencegah tumpang tindih pelaksanaan kewenangan, menghindari potensi vacuum of responsibility, Pandangan ini selaras dengan pertimbangan Putusan MK No. 28/PUU-V/2007 yang menekankan pentingnya harmonisasi dan keterpaduan fungsi antar aparat hukum.

Dalam FGD tersebut, Prof. Tongat juga menyoroti pengertian 'Polisi Justisi' sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Polisi justisi merupakan bentuk kerja represif kepolisian dalam membantu tugas kehakiman, termasuk penyidikan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penggeledahan, pembuatan berita acara, hingga penuntutan pidana dan pelaksanaan putusan hakim.

"Konsep ini menegaskan keterlibatan kepolisian sebagai bagian penting dalam proses penegakan hukum secara prosedural," tegasnya.

Sementara mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 1 RKUHAP, Prof. Tongat menyimpulkan bahwa rancangan KUHAP telah melakukan modifikasi terhadap Asas Diferensiasi Fungsional dalam Sistem Peradilan Pidana (SPP).

Salah satu bentuk modifikasi tersebut tampak dalam Pasal 8 ayat (1) RKUHAP versi 21 Maret 2023, yang menyatakan bahwa dalam melakukan penyidikan, penyidik harus berkoordinasi dengan penuntut umum.

Menurut Prof Tongat, koordinasi yang terlalu dalam berpotensi menjadi bentuk intervensi kejaksaan terhadap proses penyidikan kepolisian.




(mua/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads