Dugaan pelecehan dokter YA bukan hanya menimpa QRA (31), perempuan asal Bandung. Namun juga dialami tiga perempuan lain.
Modus yang sama dilancarkan dokter YA untuk bisa memperdaya korban. Di antaranya, menggoda korban untuk mengajak nonton ataupun melakukan hal layaknya pasangan tengah berpacaran.
"Hampir sama modusnya, spam chat, flirting-flirting, goda-goda, ngajak nonton konser, ngajak apa gitu," beber Kuasa Hukum QRA, Satria Marwan kepada wartawan, Sabtu (19/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satria mengatakan semenjak kasus dugaan pelecehan mencuat ke publik. Beberapa orang telah menghubungi korban. Mereka mengatakan pernah mengalami hal yang serupa.
"Kami telah menerima informasi, sudah ada empat korban yang diduga mengalami pelecehan oleh dokter yang sama," katanya.
Marwan mengaku, tiga korban menyampaikan hal tersebut kepada klien-nya melalui direct message (DM). Setelah QRA berani mengungkap pelecehan yang dialami melalui media sosial.
"Mereka memberitahu korban, lewat DM (Direct message) dan mau bertemu kami. Kita nggak memaksa, semua atas kemauan mereka sendiri," ujar Satria.
Dokter YA pernah mengirim sejumlah pesan melalui aplikasi WA terhadap QRA. Awalnya, dokter YA meminta korban untuk mencatat nomor WA miliknya, dengan alasan untuk mengirim hasil rongent yang dilakukan di ruang IGD.
Satria menambahkan, pengalaman pahit dialami korban lain ini terjadi di waktu yang berbeda. "Tahun berbeda, tapi dokter dan rumah sakitnya sama," imbuhnya.
Menurut Satria, pihak rumah sakit sama sekali belum menghubungi QRA terkait dugaan pelecehan oleh dokter YA. Ditanya soal rencana Persada Hospital mengkonfirmasi dugaan pelecehan dokter YA kepada kliennya?.
Satria mengungkapkan, bahwa langkah tersebut tidak dibenarkan dalam kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Nggak boleh, undang-undang TPKS tidak boleh melakukan konfrontasi, nggak boleh," pungkasnya.
Sebelumnya, Persada Hospital menyampaikan akan menemui korban untuk menanyakan perihal dugaan pelecehan oleh dokter YA.
Upaya ini untuk mendapatkan keterangan dua pihak sebelum mengeluarkan keputusan terhadap perbuatan dokter YA.
"Nanti kami bermaksud akan berkomunikasi dengan pasien tentang kasus ini. Setelah itu baru muncul keputusan. Jadi persidangan etik itu selalu ada klarifikasi dari pengadu dan yang diadukan," ujar Sub Komite Etik dan Disiplin Persada Hospital Malang, dr Galih Indradita dalam konferensi pers, Jumat (18/4/2025).
(ihc/fat)