Puasa Tapi Berburuk Sangka, Bagaimana Hukumnya?

Puasa Tapi Berburuk Sangka, Bagaimana Hukumnya?

Mira Rachmalia - detikJatim
Jumat, 28 Mar 2025 17:50 WIB
Kurma
Foto: Gavriel Rama Evantya
Surabaya -

Puasa tak cuma menahan lapar dan haus, tapi juga harus menata hati. Salah satu yang kerap mengganggu hati adalah berprasangka buruk atau suuzan. Bagaimana jika orang berpuasa tapi tetap suuzan dengan orang lain?

Mengutip NU Online, buruk sangka bermakna keyakinan seseorang di dalam hati, bukan sekadar dugaan, syak, keraguan belaka. Keterangan seperti ini dapat ditemukan pada Kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali:


اعلم أن سوء الظن حرام مثل سوء القول فكما يحرم عليك أن تحدث غيرك بلسانك بمساوئ الغير فليس لك أن تحدث نفسك وتسيء الظن بأخيك ولست أعني به إلا عقد القلب وحكمه على غيره بالسوء

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Artinya: "Ketahuilah, buruk sangka diharamkan sebagaimana buruk perkataan. Sebagaimana diharamkan menceritakan keburukan orang lain dengan lisanmu, kamu juga tidak boleh menceritakan dirimu dan berburuk sangka kepada saudaramu. Yang saya maksud tidak lain adalah keyakinan dan kemantapan hati atas keburukan orang lain. (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya' Ulumiddin"

Pengasuh Madrasa Diniyah Hidayatul Mubtadiin, KH Muhammad Abdul Mughis menjelaskan kisah soal prasangka buruk ini. Dia menceritakan, dulu ada seorang ulama besar yang ilmunya bisa dinikmati oleh kita, yakni Kanjeng Syekh Abdul Qodir Al Jaelani-ulama besar yang diberi pangkat besar sulton auliyah.

ADVERTISEMENT

"Beliau didatangi oleh seorang santri dari seorang ulama yang miskin, yang zuhud. Ulama ini bilang ke santrinya, 'datanglah kamu kepada kanjeng Syekh Abdul Qodir Al Jaelani, tanyakanlah ilmu zuhud'," cerita Kiai Abdul Mughis.

Sesampai depan rumahnya, santri ini melihat rumah Syekh Abdul Qodir Al Jaelani ini bak istana. Dia berpikir, ayah Syekh Abdul Qodir Al Jaelani bukan ahli zuhud, dia melihat ada kandang kuda melebihi mewahnya hotel bintang lima, ada 40 ekor kuda yang dikasih kalung emas.

"Karena hatinya sudah ciut, maka dia tidak jadi untuk sowan. Ia pulang. Karena terlalu malam, ia singgah di rumah warga kemudian jatuh sakit,"

Saat sakit, santri itu berjumpa dengan ulama ahli hikmah. Ulama itu bilang 'kamu tidak bisa sembuh, obatmu hanya hatinya 40 ekor kuda yang berkalung emas. Kamu datang lah ke rumah Syekh Abdul Qodir Al Jaelani, satu-satunya orang yang punya kuda berkalung emas. Beliau orang kaya yang sangat dermawan'.

Maka santri itu benar-benar sowan ke Syekh Abdul Qodir Al Jaelani. Ternyata santri itu sudah ditunggu, Syekh Abdul Qodir Al Jaelani bertanya ke santri 'kenapa kau tidak sampai ke rumahku?'.

Santri itu terkejut, santri itu kemudian minta maaf. Syekh Abdul Qodir Al Jaelani lalu bertanya kepada santri itu, untuk urusan apa sekarang datang ke rumah. Santri itu lalu menjelaskan soal 40 hati kambing untuk mengobati penyakitnya.

"Ternyata kambing berkalung emas itu memang sudah disiapkan untuk sang santri sejak awal, bukan karena menunggu penyakitnya. Akhirnya kambing-kambing itu disembelih dan sembuh lah penyakit sang santri,".

"Maka dari itu, jangan zuhud (suuzan). Meski mata kita melihat sebuah kejadian, belum tentu yang kita lihat itu sesuai dengan yang ada di benak kita," pungkasnya.


Artikel ini ditulis dari sejumlah video pendek program Kuliah Ramadhan (Kurma) yang diproduksi detikJatim, ditayangkan khusus di bulan suci Ramadan. Kurma menghadirkan pendakwah yang mengulas seputar puasa dipadu video sketsa. Pada season 3 tahun ini, Kurma kembali mengajak kiai-kiai kampung di Jawa Timur. Saksikan terus 30 episode Kurma hanya di detikJatim




(ihc/iwd)


Hide Ads