- Hukum Salat Kafarat 1. Pendapat Ulama yang Membolehkan Salat Kafarat a. Mengikuti Pendapat Al-Qadli Husain 2. Tidak Ada Keyakinan Mutlak atas Kesempurnaan Salat 3. Penghapusan Larangan Ketika Kekhawatiran Hilang 4. Mengikuti Praktik Para Wali dan Ulama Besar 2. Pendapat Ulama yang Melarang Salat Kafarat a. Tidak Ada Dalil yang Sahih dari Nabi b. Pengkhususan Waktu Tanpa Dalil c. Bertentangan dengan Mazhab Syafi'i d. Hadis tentang Salat Kafarat Tidak Bisa Dijadikan Dalil
Menjelang akhir Ramadan, umat Islam sering kali dihadapkan pada berbagai tradisi keagamaan yang berkembang di masyarakat. Salah satunya adalah salat kafarat atau yang dikenal sebagai salat al-bara'ah, yang dilakukan pada Jumat terakhir bulan Ramadan.
Salat ini terdiri dari 17 rakaat, setara dengan jumlah salat fardu sehari semalam, dan diniatkan untuk mengqada salat fardu yang mungkin tertinggal atau tidak sah selama hidup. Namun, hukum pelaksanaan salat kafarat ini menjadi perdebatan di kalangan ulama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagian membolehkannya sebagai bentuk kehati-hatian dalam ibadah, sementara yang lain mengharamkannya karena tidak memiliki dasar syariat yang jelas. Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan ulama terkait hukum salat kafarat?
Perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keabsahan dan kebolehannya telah dibahas dalam berbagai kitab, termasuk Kasyf al-Khafa' wa al-Khilaf fi Hukmi Shalat al-Bara'ah min al-Ikhtilaf oleh Mufti Hadramaut, Syekh Fadl bin Abdurrahman. Simak perbedaan pendapat para ulamatentang salat kafarat di bawah ini.
Hukum Salat Kafarat
Salat kafarat merupakan salat pengganti yang diniatkan untuk mengqada salat fardu yang tidak diketahui telah ditinggalkan atau yang dikhawatirkan tidak sah karena waswas dan kekurangan lainnya. Salat ini dikerjakan setelah salat Jumat terakhir di bulan Ramadan dan terdiri dari 17 rakaat, yang sesuai jumlah rakaat salat fardu dalam sehari.
1. Pendapat Ulama yang Membolehkan Salat Kafarat
Sejumlah ulama membolehkan salat kafarat dan menganggapnya sebagai amalan yang bernilai ibadah. Mereka berpendapat salat ini dapat menjadi bentuk pengganti (kafarat) bagi salat fardu yang pernah ditinggalkan, baik disengaja maupun tidak. Berikut pandangan ulama yang memperbolehkan salat kafarat.
a. Mengikuti Pendapat Al-Qadli Husain
Pendapat ini berdasarkan pernyataan Al-Qadli Husain, yang menyatakan bahwa mengqada salat fardu yang diragukan telah ditinggalkan dapat mengganti kekurangan dalam ibadah atau dianggap sebagai salat sunah. Dalil dari Kitab Hasyiyah al-Jamal:
فرع ) قال القاضي لو قضى فائتة على الشك فالمرجو من الله تعالى أن يجبر بها خللا في الفرائض أو يحسبها له نفلا وسمعت بعض أصحاب بني عاصم يقول : إنه قضى صلوات عمره كلها مرة ، وقد استأنف قضاءها ثانيا ا هـ قال الغزي وهي فائدة جليلة عزيزة عديمة النقل ا هـ إيعاب
Artinya: Cabangan permasalahan: al-Qadli Husain berkata, bila seseorang mengqadha shalat fardlu yang ditinggalkan secara ragu, maka yang diharapkan dari Allah shalat tersebut dapat mengganti kecacatan dalam shalat fardlu atau paling tidak dianggap sebagai shalat sunah. Saya mendengar bahwa sebagian ashabnya Bani Ashim berkata, bahwa ia mengqadha seluruh shalat seumur hidupnya satu kali dan memulai mengqadhanya untuk kedua kalinya. Al-Ghuzzi mengatakan, ini adalah faidah yang agung, yang jarang sekali dikutip oleh ulama. (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz.2, halaman 27)
Dalam redaksi yang lain disampaikan:
إن الشك في عبادة بدنية أو مالية يجوز تعليق نية قضائها إن كان عليه وإلا فتطوع
Artinya: Keraguan dalam ibadah badan atau harta, boleh menggantungkan niat qadhanya, bila betul ada tanggungan maka statusnya wajib, bila tidak, maka berstatus sunah. (Syekh Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadlrami, Kasyf al-Khafa' wa al-Khilaf fi Hukmi Shalat al-Bara'ah min al-Ikhtilaf, halaman 4)
2. Tidak Ada Keyakinan Mutlak atas Kesempurnaan Salat
Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak ada yang bisa memastikan keabsahan semua salat yang telah ia lakukan, terutama dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, salat kafarat bisa menjadi bentuk kehati-hatian dalam ibadah.
3. Penghapusan Larangan Ketika Kekhawatiran Hilang
Sebagian ulama yang membolehkan salat kafarat berargumen bahwa larangan terhadapnya muncul karena kekhawatiran salah paham bahwa salat ini bisa menggantikan semua salat fardu yang pernah ditinggalkan dalam setahun. Namun, jika pemahaman ini diluruskan, maka larangan tersebut menjadi tidak berlaku.
4. Mengikuti Praktik Para Wali dan Ulama Besar
Di Yaman, praktik salat kafarat dilakukan secara berjemaah di beberapa masjid, termasuk Masjid Zabid. Beberapa ulama dan wali yang rutin melaksanakan salat kafarat, yaitu Syekh Fakr al-Wujud Abu Bakr bin Salim, Habib Ahmad bin Hasan al-Athas, dan Al-Imam Ahmad bin Zain al-Habsyi.
Menurut Syekh Abdul Wahhab al-Sya'rani, mengikuti amalan para wali yang tidak diketahui dalilnya secara eksplisit tetapi memiliki manfaat bisa menjadi hujjah untuk kebolehannya. Syekh Abdul Wahhab al-Sya'rani dalam kitab Tanbih al-Mughtarrin, sebagaimana dikutip dalam Kasyf al-Khafa' mengatakan:
ومن القوم إذا لم يجدوا لذلك العمل دليلا من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم الثابتة في كتب الشريعة يتوجهون بقلوبهم إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فإذا حضروا بين يديه سألوه عن ذلك وعملوا بما قاله لهم ولكن مثل هذا خاض بأكابر الرجال
Artinya: Di antara kaum, apabila mereka tidak memiliki dalil dari sunah Nabi yang ditetapkan dalam kitab syari'ah, mereka menghadap hatinya kepada Rasul, bila sudah berhadapan dengan Nabi, mereka bertanya kepada beliau dan mengamalkan apa yang dikatakan Nabi, akan tetapi yang demikian ini khusus untuk para pembesar sufi.
فإن قيل فهل لصاحب هذا المقال أن يأمر الناس بما أمره رسول الله صلى الله عليه وسلم بفعله وقوله؟ الجواب لا ينبغي له ذلك لأنه أمر زائد على السنة الصحيحة الثابتة من طريق النقل ومن أمر الناس بشيء زائد على ما ثبت من طريق النقل فقد كلف الناس شططا اللهم إلا أن يشاء أحد ذلك فلا حرج عليه كما هو شأن مقلدي المذاهب المستنبطة من الكتاب والسنة والله أعلم
Artinya: Bila ditanya, apakah sufi yang mendapat amaliyyah dari Nabi boleh memerintahkan orang lain sebagaimana Nabi memerintahkan kepadanya? Jawabannya, tidak sebaiknya hal tersebut dilakukan, sebab merupakan perkara tambahan atas sunah shahih, barang siapa memerintahkan manusia perkara yang melebihi sunah Nabi yang dicetuskan berdasarkan riwayat yang sahih, maka ia telah memberi beban kerancauan kepada mereka. Kecuali bila ada orang yang dengan sukarela mengikutinya, maka tidak ada masalah, sebagaimana keadaan para pengikut mazhab-mazhab yang bersumber dari al-Quran dan hadits. (Syekh Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadlrami, Kasyf al-Khafa' wa al-Khilaf fi hukmi Shalat al-Bara'ah min al-Ikhtilaf, halaman 43)
Syekh Abdurrahman bin Syekh Ahmad Bawazir sebagaimana dikutip dalam Kasyf al-Khafa mengatakan:
ولا شك أن العارف بالله فخر الوجود أبا بكر بن سالم ممن يقلد في الصلاة المذكورة لأن العارف لا يتقيد بمذهب كما في الإبريز للشيخ عبد العزيز الدباغ بل قال فيه إن مذهب الولي العارف بالله أقوى من المذاهب الأربعة. انتهى
Artinya: Tidak diragukan lagi bahwa al-Arif billah Fakr al-Wujud Syekh Abu Bakr bin Salim adalah termasuk tokoh yang mengikuti amaliyyah shalat kafarat/ baraah ini, sebab orang yang ahli makrifat tidak terikat dengan mazhab tertentu, seperti keterangan dalam kitab al-Ibriznya Syekh Abdul Aziz al-Dabbagh, bahkan beliau mengatakan, sesungguhnya mazhabnya wali yang al-Arif billah lebih kuat dibandingkan dengan mazhab empat. (Syekh Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadlrami, Kasyf al-Khafa' wa al-Khilaf fi Hukmi Shalat al-Bara'ah min al-Ikhtilaf, halaman 48)
2. Pendapat Ulama yang Melarang Salat Kafarat
Sebagian ulama menolak praktik salat kafarat dan menganggapnya tidak memiliki dasar syariat kuat. Mereka berpendapat dalam Islam, tata cara menebus salat yang ditinggalkan telah diatur dengan jelas, yaitu dengan mengqada salat tersebut, bukan dengan ibadah khusus seperti salat kafarat. Beberapa pandangan yang melarang sebagai berikut.
a. Tidak Ada Dalil yang Sahih dari Nabi
Ulama yang melarang salat kafarat berpendapat bahwa tidak ada dalil dari hadis shahih yang menyebutkan praktik ini. Tradisi melaksanakan salat lima waktu di Jumat terakhir Ramadan dengan keyakinan bahwa itu menghapus dosa salat yang ditinggalkan selama setahun atau seumur hidup adalah haram atau bahkan kufur.
b. Pengkhususan Waktu Tanpa Dalil
Dalam Islam, ibadah tidak boleh dikhususkan pada waktu tertentu tanpa dalil syar'i yang kuat. Salat kafarat hanya dilakukan pada Jumat terakhir Ramadan, dan ini dianggap sebagai bentuk isyra'u ma lam yusyra' (mensyariatkan sesuatu yang tidak disyariatkan).
c. Bertentangan dengan Mazhab Syafi'i
Salat kafarat bertentangan dengan mazhab Syafi'i, yang mengajarkan bahwa salat fardu yang ditinggalkan harus diqada satu per satu, bukan dengan cara seperti salat kafarat.
وأقبح من ذلك ما اعتيد في بعض البلاد من صلاة الخمس في هذه الجمعة عقب صلاتها زاعمين أنها تكفر صلوات العام أو العمر المتروكة وذلك حرام أو كفر لوجوه لا تخفى
Artinya: Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di jumat ini (Jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup, yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz.2, halaman 457)
Mengomentari statemen di atas, Syekh al-Syarwani mengatakan:
قوله ( وذلك ) أي الزعم المذكور قوله ( لوجوه إلخ ) منها إسقاط القضاء وهو مخالف للمذاهب كلها كردي
Artinya: Ucapan Syekh Ibnu Hajar, yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar, di antaranya adalah dapat menggugurkan kewajiban mengqadha shalat, hal ini menyalahi seluruh mazhab-mazhab. (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiyah al-Syarwani 'ala al-Tuhfah, juz.2, halaman 457)
d. Hadis tentang Salat Kafarat Tidak Bisa Dijadikan Dalil
Sebagian ulama menolak hadis yang dijadikan dalil untuk salat kafarat karena tidak memiliki sanad yang jelas dan dianggap sebagai hadis dha'if (lemah) atau bahkan maudhu' (palsu). Kesimpulan ikhtilaf mengenai hukum shalat kafarat terangkum dalam statemen Mufti Syekh Salim bin Said Bukair al-Hadlrami yang dikutip Kasyf al-Khafa' sebagai berikut.
ما قولكم في صلاة الخمسة الفروض التي تصلى آخر جمعة من رمضان هل هي جائزة شرعا أم لا؟ وهل أحد نص عليها من العلماء وفعلها غير الشيخ أبو بكر وأولاده أفيدونا؟! الجواب الحمد لله صلاة الفروض آخر جمعة من رمضان قضاء فوائت ليس على يقين منها، وتسمى صلاة البراءة، اختلف العلماء فيها، فقال بتحريمها جماعة كالشيخ ابن حجر وبامخرمة وغيرهما. وقال بجوازها كثير من علماء اليمن، وكانت تصلى بجامع زبيد كما قال الناشري، قال ولا يتركها إلا القليل انتهى. وهي محط رجال العلم وأئمة الفتوى وقد صلاها جماعة من الأئمة الورعين البارعين في علمي الظاهر والباطن كالفخر الشيخ أبي بكر بن سالم والإمام العلامة أحمد بن زين الحبشي والإمام الحبيب عمر بن زين بن سميط والحبيب العلامة أحمد بن محمد المحضار والعلامة الحبيب أحمد بن حسن العطاس والحبيب العلامة سالم بن حفيظ بن الشيخ بن أبي بكر بن سالم والحبيب العلامة عبد الله بن عبد الرحمن بن الشيخ أبي بكر بن سالم وغيرهم من علماء اليمن وحضر موت.
Artinya: Bagaimana pendapat anda tentang shalat lima waktu yang dilakukan di ahir Jumat Ramadhan, boleh atau tidak? Apakah ada salah seorang ulama yang membolehkannya dan mengamalkannya selain Syekh Abu Bakr bin Salim dan anak-anaknya?
Jawaban, segala puji bagi Allah, shalat fardlu lima waktu di akhir Jumat bulan Ramadhan merupakan shalat untuk mengqadha shalat fardlu yang tidak diyakini ditinggalkan, shalat ini disebut dengan shalat bara'ah, ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya.
Segolongan ulama seperti Syekh Ibnu Hajar, Syekh Bamakhramah dan lainnya mengharamkan. Dan, mayoritas ulama Yaman membolehkannya, shalat ini dilakukan di masjid Jami' Zabid seperti yang dikatakan imam al-Nasyiri, beliau mengatakan, tidak meninggalkan shalat ini kecuali segelintir orang.
Shalat bara'ah ini adalah amaliyyah para tokoh ilmu dan imam-imam fatwa, shalat ini dilakukan oleh para imam yang wira'i, yang menonjol dalam ilmu zhahir dan batin, seperti al-Fakhr Syekh Abu Bakr bin Salim, al-'Allamah Ahmad bin Zain al-Habsyi, Habib Umar bin Zain bin Smith, Habib Ahmad bin Muhammad al-Mihdlar dan ulama Hadlramaut yang lain.
فقد أقامها كل من المذكورين في جهاتهم وبلدانهم وأمر بها وأقرها الإمام الحجة الحبيب عبد الرحمن بن عبد الله بلفقيه وهو الذي كان يلقبه الإمام الحبيب عبد الله الحداد بـ "علامة الدنيا"...إلى أن قال.... وكفى بهذا الإمام وبمن تقدم ذكرهم من أئمة الدين والعلماء الورعين حجة في جواز هذه الصلاة ، وإذا لم تقم بهم وبأمثالهم الحجة فيمن تقوم الحجة؟.
Artinya: Mereka-mereka ini melakukan shalat bara'ah di daerah-daerahnya dan memerintahkan orang untuk melakukannya, kebolehan shalat ini juga diamini oleh Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih yang dijuluki oleh Habib Abdullah al-Haddad dengan "orang sangat alim di dunia". Cukuplah imam ini dan imam-imam lain yang disebutkan sebelumnya dari para imam agama dan ulama yang wira'i, dijadikan sebagai hujjah kebolehan shalat bara'ah, bila tida bisa, lantas siapa lagi ulama yang bisa dijadikan hujjah?
وقد قال بجواز القضاء مع الشك القاضي حسين والغزي كما في الجمل على المنهج والإمام الغزالي في الإحياء وفي ذلك أعظم دليل وأقوى حجة لما قاله وعمله هؤلاء الأئمة بل لو لم يقل بجواز هذه الصلاة ويفعلها إلا الشيخ أبو بكر بن سالم قوله وفعله كما في الحجة فإنه من كبار العلماء وأئمة الدين
Artinya: Al-Qadli Husain dan al-Ghuzzi membolehkan shalat qadha beserta keraguan seperti dalam Hasyiyah al-Jamal dan al-Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya', ini adalah dalil dan hujjah terkuat dari apa yang dikatakan dan diamalkan imam-imam yang tersebut di atas. Bahkan, andai saja yang membolehkan dan melakukan shalat ini hanya Syekh Abu Bakr bin Salim, maka sudah cukup, sesungguhnya beliau tergolong pembesar ulama dan imam-imam agama. (Syekh Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadlrami, Kasyf al-Khafa' wa al-Khilaf fi hukmi shalat al-Bara'ah min al-Ikhtilaf, halaman 37)
Kesimpulan ikhtilaf ulama tentang salat kafarat, yaitu terdapat perbedaan pendapat (ikhtilaf) yang kuat mengenai hukum salat kafarat. Beberapa ulama membolehkan, sementara yang lain melarang dengan dalil masing-masing. Yang perlu ditekankan adalah salat kafarat tidak bisa menggantikan kewajiban qada salat fardu yang ditinggalkan.
Jika seseorang memiliki utang salat fardu, ia tetap wajib mengqadanya satu per satu. Bagi yang ingin melaksanakan salat kafarat, sebaiknya memahami bahwa itu hanya sebagai bentuk ihtiyat (kehati-hatian) dalam beribadah, bukan sebagai pengganti qada salat yang wajib.
(hil/irb)