Khutbah Jumat Terakhir Ramadhan untuk Menyambut Idul Fitri

Irma Budiarti - detikJatim
Jumat, 28 Mar 2025 06:30 WIB
Ilustrasi khutbah Jumat. Foto: Alhaki/detikcom
Surabaya -

Ramadhan telah mencapai penghujungnya, dan umat Islam bersiap menyambut Idul Fitri dengan penuh suka cita. Khutbah Jumat terakhir di bulan Ramadhan menjadi momen penting untuk merenungkan perjalanan spiritual selama sebulan penuh, serta mempersiapkan diri menyongsong hari kemenangan.

Dalam khutbah ini, khatib biasanya mengingatkan jemaah tentang keutamaan Ramadhan, pentingnya menjaga amal ibadah setelah bulan suci berlalu, serta makna hakiki dari Idul Fitri sebagai momentum kembali ke fitrah.

Selain itu, khutbah Jumat juga akan menekankan pentingnya menjaga silaturahmi, meningkatkan kepedulian sosial, serta memperbanyak amalan kebaikan sebagai bukti ketakwaan yang semakin meningkat.

Khutbah Jumat Terakhir Ramadhan

Dengan hati yang bersih dan penuh keikhlasan, mari manfaatkan sisa waktu Ramadhan dengan sebaik-baiknya agar memperoleh ampunan dan keberkahan dari Allah SWT. Berikut contoh khutbah Jumat di hari-hari akhir Ramadhan.

1. Khutbah Jumat: Jelang Akhir Ramadhan, Mari Mengevaluasi Ibadah Puasa Kita

Sumber: NU Online

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَايَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَانِ. أَحْمَدُهُ حَمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحُسْبَانَ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ، وَمُبْرِزُ كُلِّ مَنْ سِوَاهُ مِنَ الْعَدَمِ اِلَى الْوِجْدَانِ، عَالِمُ الظَّاهِرِ وَمَا انْطَوَى عَلَيْهِ الْجَنَانُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْاِحْسَانِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah. Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah swt yang terus menerus memberikan kita semua nikmat, hidayah, dan inayah untuk terus istiqamah dalam menjalankan ibadah kepada-Nya, sehingga kita bisa menunaikan kewajiban puasa di bulan Ramadhan dengan penuh semangat dan istiqamah. Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw beserta para sahabat dan pengikutnya.

Selanjutnya, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jamaah yang turut hadir pada pelaksanaan shalat Jumat ini, untuk terus istiqamah dalam menjalankan ibadah dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, serta menjauhi semua larangan-larangan-Nya.

Sebab, tidak ada bekal yang paling baik untuk kita bawa menuju akhirat selain ketakwaan. Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah. Saat ini kita semua sudah berada di penghujung bulan Ramadhan, itu artinya sebentar lagi bulan yang penuh berkah dan ampunan ini akan meninggalkan kita semua dan akan datang di tahun berikutnya.

Entah kita semua masih ada di bulan tersebut, atau justru kematian sudah mendahuluinya. Oleh karenanya, mari sejenak kita evaluasi perihal ibadah-ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan ini. Sudah benarkah ibadah yang kita lakukan, mulai dari puasa, shalat, zakat, dan lainnya?

Pada dasarnya, kita semua diwajibkan oleh Allah swt untuk berpuasa selama satu bulan bukan dengan tujuan merasakan lapar, dahaga, dan kesukaran. Namun, di balik semua itu terdapat hikmah yang sangat banyak. Hikmah yang pertama yaitu agar dengan berpuasa kita semua bisa menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah swt.

Sebagaimana tujuan pokok diwajibkannya puasa kepada orang-orang yang beriman yaitu agar mereka bisa menjadi hamba yang bertakwa. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur'an, Dia berfirman:

ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al-Baqarah [2]: 183).

Ayat di atas memiliki nilai adiluhung, bahwa puasa seharusnya bisa menjadi mediator bagi kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Dengan berpuasa, seseorang sudah berkomitmen menyempurnakan ketakwaannya, sebagaimana devinisi dari takwa itu sendiri yaitu, mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Dari tujuan tersebut, mari kita evaluasi kembali ibadah puasa yang kita lakukan selama ini, apakah sudah menjadikan kita hamba yang benar-benar bertakwa kepada-Nya? Sudahkah puasa menjadikan kita hamba yang benar-benar semangat dalam meningkatkan ibadah dan ketaatan kepada-Nya?

Atau justru ibadah yang kita lakukan selama ini tidak memberikan bekas apa-apa pada diri kita, nauzubillah min zalik. Cara paling gampang untuk mengetahui ibadah puasa kita diterima atau tidak oleh Allah swt adalah dengan melihat semangat dan konsistensi kita untuk terus beribadah setelah bulan Ramadhan.

Jika terus semangat, menunjukkan bahwa ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan menjadi ibadah yang diterima. Jika tidak semangat, menunjukkan bahwa ibadah kita selama ini ditolak oleh Allah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Rajab dalam Kitab Lathaiful Ma'arif, yaitu:

عَلاَمَةُ قَبُوْلِ الطَّاعَةِ أَنْ تُوْصَلَ بِطَاعَةٍ بَعْدَهَا وَ عَلَامَةُ رَدِّهَا أَنْ تُوْصَلَ بِمَعْصِيَةٍ. مَا أَحْسَنَ الْحَسَنَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ وَأَقْبَحَ السَّيِّئَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ

Artinya: Tanda-tanda diterimanya ketaatan adalah dengan konsisten terus beribadah setelahnya. Dan tanda-tanda ditolaknya ketaatan adalah dengan melakukan kemaksiatan setelahnya. Betapa mulianya suatu ibadah yang dilakukan setelah ibadah yang lain, dan betapa jeleknya sebuah keburukan yang dilakukan setelah ibadah.

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah. Puasa sama halnya dengan shalat. Dalam Al-Qur'an Allah menjanjikan kebaikan bagi orang-orang yang melakukannya, dan juga bisa meninggalkan setiap kejelekan dan keburukan bagi yang melakukannya.

Namun, betapa banyak dari mereka yang melakukan shalat tapi masih saja bermaksiat. Semua itu tidak lain disebabkan ketika melakukan shalat masih banyak aturan-aturan yang tidak terpenuhi.

Begitu juga dengan puasa. Jika puasa yang kita lakukan selama ini tidak bisa meningkatkan imunitas ketakwaan kepada Allah, menunjukkan bahwa puasa yang kita jalani selama satu bulan ini ada salah, ada yang kurang baik, dan ada penghalang yang membuatnya tidak bisa meningkatkan ketakwaan.

Salah satu perbuatan yang bisa merusak terhadap ibadah puasa adalah dengan berbohong, berkata kotor, dan membicarakan keburukan orang lain, sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi dalam salah satu hadisnya, yaitu:

الصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرِقْهَا. بِمَ يُخْرِقُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكَذْبٍ أَوْ بِسَبَّابٍ أَوْ بِغِيْبَةٍ أَوْ نَمِيْمَةٍ

Artinya: Puasa adalah benteng, selama engkau tidak membakarnya. Para sahabat bertanya, dengan apa bisa membakarnya, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: dengan berbohong, berkata kotor, membicarakan keburukan orang lain, dan adu domba (HR An-Nasa'i).

Dengan berpijakan pada hadis di atas, bisa kita koreksi kembali, sudahkah kita meninggalkan perbuatan-perbuatan yang bisa merusak pahala puasa di atas selama bulan Ramadhan? Jika sudah, mari kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kita pertolongan agar tidak terjerumus kepadanya. Dan jika tidak, maka tidak heran jika puasa tidak bisa memberikan efek positif sedikit pun kepada kita semua.

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah. Demikian khutbah Jumat perihal evaluasi ibadah puasa selama bulan Ramadhan. Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua, dan digolongkan sebagai hamba yang istiqamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً. اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

2. Khutbah Jumat: Meraih Kemuliaan di Akhir Ramadhan

Sumber: NU Banyumas

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ إِلاَّ اللّٰه وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰه، اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللّٰه، أُوْصِيْنِيِ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللّٰه، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللّٰهُ الْعَظِيمْ.

Jamaah shalat Jumat yang senantiasa dinaungi rahmat Allah,

Di tengah-tengah hidup yang sering riuh dengan urusan dunia, marilah sejenak kita menarik nafas dalam-dalam, lalu mengingat kembali ke mana arah hidup ini hendak akan dibawa. Pada kesempatan yang mulia ini, izinkan khatib mengajak kita semua dan diri khatib sendiri yang tak luput dari lalai untuk senantiasa menjaga ketakwaan.

Takwa itu, kata para ulama yang arif dan bijak, adalah menjalankan segala titah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sesederhana itu bunyinya, tetapi seluas samudra dalam maknanya.

Ketakwaan bukan hanya ibadah di atas sajadah, tapi juga laku harian: bagaimana kita memperlakukan sesama, bagaimana kita jujur dalam niaga, bagaimana kita menahan lidah dari dusta, dan bagaimana kita tidak menyinggung perasaan makhluk-Nya, sekecil apa pun.

Ketakwaan adalah benih yang ditanam di hati, disiram dengan amal, dan akan dipanen kelak di akhirat. Dan, siapa tahu dari ketakwaan yang kita rawat hari ini, Allah memberi jalan keluar dari masalah-masalah hidup yang terasa buntu; siapa tahu, dari ketakwaan itulah datang pertolongan dan rahmat yang tidak kita sangka-sangka.

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah. Ramadhan kian menepi ke ujungnya. Waktu-waktu yang tersisa bukan hanya sekadar angka di kalender, tetapi karunia yang terlalu berharga untuk disia-siakan.

Sebab di sepuluh hari terakhir ini, Allah membuka pintu-pintu ampunan-Nya, melimpahkan keberkahan-Nya, dan menebarkan rahmat yang tak terkira. Malam-malam yang penuh rahasia itu menunggu kita yang ingin mengetuk pintu langit dengan doa, dengan munajat, dengan i'tikaf yang khusyuk.

Mari, jangan biarkan sepuluh malam terakhir ini lewat begitu saja seperti angin lalu. Marilah kita duduk diam di dalam masjid, bukan hanya dengan tubuh, tetapi dengan hati yang ingin pulang kepada-Nya.

Rasulullah, kekasih Allah yang mulia, selalu menjalani i'tikaf di penghujung Ramadhan. Beliau bukan orang yang sibuk dengan dunia, tetapi tetap merasa perlu untuk menyendiri bersama Tuhannya. Maka, bagaimana dengan kita, yang seringkali tertatih dalam iman, dan tak jarang tergelincir dalam khilaf?

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah.

Dalam sunyi yang merunduk di malam-malam terakhir Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu menghadirkan diri untuk i'tikaf - berdiam di masjid, membersihkan hati, menajamkan rasa, menyulam kedekatan dengan Sang Pencipta. Dan beliau melakukannya terus-menerus, hingga tiba saatnya Allah memanggil beliau pulang ke haribaan-Nya.

Bahkan setelah beliau wafat, para istri beliau pun tetap meneruskan kebiasaan mulia itu, seolah ingin menegaskan kepada kita bahwa i'tikaf bukan sekadar amalan, melainkan warisan rohani yang tak boleh putus dari generasi ke generasi. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis dari Aisyah radhiyallahu 'anha:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ، حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Artinya: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selalu beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat. Kemudian istri-istri beliau pun beri'tikaf setelah beliau wafat. (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172)

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah. Hadis ini bukan sekadar rangkaian kata-kata, tetapi cahaya yang menuntun kita. Ia mengingatkan, bahwa sepuluh malam terakhir Ramadhan adalah kesempatan yang tidak akan datang dua kali.

Kesempatan untuk menepi dari riuhnya dunia, untuk menyelami keheningan, dan membiarkan jiwa kita bercakap mesra dengan Allah. Tapi i'tikaf bukan satu-satunya pintu. Masih banyak pintu lain yang dibuka Allah bagi hamba-Nya yang rindu ampunan.

Yaitu qiyamul lail yang dilakukan dengan hati yang basah oleh harap; tilawah Al-Qur'an yang membasuh jiwa dari debu dosa; doa yang lirih di ujung malam; sedekah yang tulus, yang tak mengharap pujian. Semua itu bisa menjadi tangga untuk kita naik ke tempat yang lebih tinggi di hadapan Allah.

Dan jangan lupa, jamaah yang dirahmati, di antara malam-malam itu ada satu malam yang mulia - malam yang bahkan langit pun menunduk hormat: Lailatul Qadr. Malam yang lebih baik dari seribu bulan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: Barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadr dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari no. 1901 dan Muslim no. 760)

Lihatlah, betapa luas kasih sayang Allah. Hanya dengan satu malam yang dihidupkan dengan iman dan harap, lautan dosa bisa dikeringkan oleh ampunan-Nya. Malam yang bisa menjadi titik balik hidup kita, malam yang menandai perjalanan baru menuju kebaikan yang lebih tulus dan bersih.

Maka jamaah sekalian, jangan biarkan kesempatan ini berlalu tanpa makna. Jangan biarkan penyesalan menjadi tamu terakhir setelah Ramadhan pergi meninggalkan kita. Mari kita bersungguh-sungguh. Kita ikat hati, kita perbarui niat, kita jalani sisa Ramadhan dengan amal-amal shaleh yang tak kita buat untuk pamer, tapi hanya untuk Allah semata.

Semoga Allah memudahkan langkah-langkah kita untuk mengikuti jejak indah Rasulullah. Semoga Allah memeluk kita dengan ampunan dan merangkul kita dengan rahmat-Nya yang tak berbatas. Dan semoga kita termasuk hamba-hamba yang keluar dari Ramadhan dalam keadaan bersih, kembali fitrah, dan diridhai oleh-Nya.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah ll

الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ.

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَ

3. Khutbah Jumat: 4 Alasan Mengapa Kita Penting Tuntaskan Amalan Jelang Ramadhan Berakhir

Sumber: MUI Online

اَلسَّلامُ عَليْكُمْ وَرَحْمَةاُللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ ييَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللّٰهُ لَهُ نُوْرًا فَمَا لَهُ مِنْ نُوْرٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَدَّى الْأَمَانَةَ، وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ، وَنَصَحَ لِلْأُمَّةِ، وَجَاهَدَ فِي اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهِ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ عَلَيْهِمْ تَسْلِيمًا كَثِيرًا.

أما بعد. فَيَآعِبَادَ اللّٰهِ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى ا للّٰهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُممْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ تَعَالٰى أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.[سورة البقرة/2: 185]

Tiada kata yang lebih pantas kita lantunkan di kesempatan yang berbahagia ini melainkan ucapan syukur alhamdulillah, yang mana Allah Subhanahu w Ta'ala masih mempercayakan kehidupan ini kepada kita dengan memanjangkan umur kita dengan terus mengoptimalkan ketaatan kita kepadaNya. Sebagaimana firman-Nya :

وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُّعَمَّرٍ وَّلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهٖٓ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ

Artinya: Tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, kecuali (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuz). Sesungguhnya yang demikian itu sangat mudah bagi Allah. (QS Fathir: 11).

Bahwasanya umur yang Allah karuniakan kepada kita cukup bagi kita untuk berfikir tentang kekuasaanNya. Allah Subhanahu w Ta'ala berfirman:

اَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَّا يَتَذَكَّرُ فِيْهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاۤءَكُمُ النَّذِيْرُۗ فَذُوْقُوْا فَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ نَّصِيْرٍ

Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu dalam masa (yang cukup) untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir. (QS Fathir: 37)

Ramadhan diibaratkan seperti tamu yang agung, datang menyapa kita dengan mebawa banyak kemulian dan kebaikan. Allah menjanjikan di dalamnya ampunan dosa, membebaskan hamba-hambaNya yang beriman dari neraka.

Setiap amal kebaikan dilipat gandakan, peluang dan potensi beramal baik pun dimudahkan, karena pada bulan ini Allah SWT membuka seluruh pintu-pintu surga, sehingga fitrah orang-orang yang beriman akan bersegera menyambut setiap amal yang akan mendekatkan dia kepada-Nya. Setan dan jin pendurhaka pun dibelenggu, sehingga bisikan-bisikan buruk mereka tidak mengotori amal dan ibadah hamba-hamba Allah yang beriman.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذذَا كَانَ أَوَلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا
بَابٌ ، وَيُنَادِيْ مُنَادٍ كُلَّ لَيْلَةٍ : يَا بَاغِيَ الْخَييْرِ أَقْبِلْ ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ ، وَلِلّٰهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذٰلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ.

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Pada malam pertama Ramadlan syetan-syetan dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satupun pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satupun pintu yang tertutup, serta seorang penyeru menyeru, wahai yang mengharapkan kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang mengharapkan keburukan/maksiat berhentilah, Allah memiliki hamba-hamba yang selamat dari api neraka pada setiap malam Ramadlan. (HR at-Tirmidiz dan Ibnu Majah).

Para hadirin sidang Jumat Rahimakumullah.. Hadits di atas mengisyaratkan bahwasanya Ramadhan bukanlah bulan yang biasa-biasa saja, kemulian yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan lainnya.

Saat ini kita sudah berada pada pengujung Ramadhan, tidak lama lagi ia akan pergi meninggalkan kita. Maka, jadikanlah perpisahan kita dengan Ramadhan menjadi perpisahan yang terindah, dengan menuntaskan amal-amal saleh yang kita lakukan di dalamnya.

Hadirin sidang Jumat Rahimakumullah.. Rasulullah shalallahu a'laihi wasallam mencontohkan kepada kita seperti apa yang beliau lakukan pada hari-hari pengujung Ramadhan. Ummul Mukminin menceritakan kepada kita:

كَانَ النَّبٍيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ.

Artinya: Rasulullah saw jika memasuki sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, mengencangkan sarungnya, dan menghidupkan malam-malamnya, serta membangunkan keluarganya. (HR Bukhari dan Muslim).

Beberapa alasan mengapa kita harus menuntaskan amal ibadah kita di hari-hari terakhir Ramadhan, di antaranya pertama, memastikan bukan golongan mereka yang gagal pada Ramadhan.

Hari-hari di pengujung Ramadhan seperti halnya 'injury time', seorang muslim hendaklah semakin bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan ibadahnya, karena saat ini merupakan kesempatan kita untuk menutup kekurangan ibadah kita pada hari-hari sebelumnya.

Rasulullah shalallahu a'laihi wasallam pernah menyebutkan tiga golongan yang paling merugi, di antara mereka ialah yang tidak memanfaatkan kesempatan bulan ini untuk sebagai penggugur dari dosa-dosanya.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ : قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ، وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ، وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَااهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجنَّةَ.

Artinya: Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, 'Celakalah seseorang, (saat) aku disebut-sebut di depannya dan ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku. Dan celakalah seseorang, Ramadhan menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan, dan celakalah seseorang yang kedua orang tuanya berusia lanjut namun kedua orang tuanya tidak dapat memasukkannya ke dalam Surga (karena kebaktiannya). (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Kedua, setiap amal akan di nilai dengan seperti apa sesorang mengakhirinya. Rasulullah shalallahu a'laihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيْمِ

Artinya: Dari Sahal bin Sa'ad RA, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya amalan-amalan (seorang hamba) itu tergantung pada amalan-amalan penutupnya. (HR Bukhari Muslim).

Ketiga, menggambarkan kemurnian fitrah. Ketika kedatangan Ramadhan begitu dirindukan, maka mengoptimalkan ibadah dan menuntaskannya merupakan sebaik-baik perpisahan.

Rasulullah shalallahu a'laihi wasallam memerintahkan kita khusu' dalam beribadah dengan membayangkan seakan-akan itu adalah ibadah terakhirnya. Mengingat kematian dalam ibadah, menjadikan kita terus berusaha untuk memperbaiki ibadah, karena kita mengkhawatirkan itu merupakan ibadah terakhir.

عَنْ اِبْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " صَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ كُنْتَ لَا تَرَاهُ فَإِنَّههُ يَرَاكَ وَأَيِسَ مِمَّا فِيْ أَيْدِي النَّاسِ تَعِشْ غَنِيًّا وَإِيَّاكَ وَمَا يَعْتَذِرُ مِنْهُ

Artinya: Shalatlah seperti seseorang yang hendak berpisah, seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu. Berhentilah berharap pada apa yang ada di tangan manusia, niscaya kamu akan hidup kaya. Dan hindarilah segala hal yang bisa kamu beri alasan untuknya. (HR Baihaqi)

Keempat, untuk meraih kemuliaan malam Lailatul Qodar. Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَالْتَمِسُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ

Artinya: .Carilah lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, carilah pada malam-malam ganjil.."

Semoga Allah SWT membimbing kita semua selalu ingat kepadaNya, bersyukur atas nikmatNya dan memperbaiki ibadah kepadaNya. Semoga Allah SWT kembali mempertemukan kita dengan Ramadhan di tahun yang akan datang . Aamiin.

بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْههِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللّٰهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

4. Khutbah Jumat: Idul Fitri Jadi Hari Raya Fitrah, Takwa, dan Kemanusiaan

Sumber: NU Online

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah. Puji dan syukur pada Allah SWT, yang telah memberikan kita kesempatan dan kesehatan, sehingga bisa melaksanakan shalat Jumat berjamaah. Shalawat dan salam pada Rasulullah SAW, yang akan mengantarkan kita pada syafaat kelak.

Selanjutnya, kita diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah. Pasalnya, hanya takwa dan iman yang menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat kelak. Idul Fitri merupakan momen puncak dari perjuangan kita selama sebulan penuh berpuasa di bulan suci Ramadan.

Puasa ini adalah upaya kita untuk kembali kepada fitrah, kesucian asli yang Allah berikan kepada manusia. Semuanya ini bisa kita lakukan berkat bimbingan Allah yang telah menunjukkan jalan dan memberi kesempatan untuk beribadah dengan sungguh-sungguh di bulan Ramadan.

Di balik kemeriahan Idul Fitri, terdapat makna dan hakikat yang mendalam, erat kaitannya dengan ajaran dasar Islam. Bagi kaum beriman, Idul Fitri bukan sekadar perayaan, melainkan peristiwa sentral yang sarat makna.

Ibnu Rajab al-Hanbali, dalam kitab Lataif al-Ma'arif, halaman 277 mengatakan bahwa makna Idul Fitri bukan hanya tentang memakai baju baru, melainkan tentang meningkatkan ketaatan kepada Allah SWT. Idul Fitri yang sesungguhnya bukan tentang berhias diri dengan pakaian dan kendaraan baru, melainkan mendapatkan ampunan dosa dari Allah SWT.

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدِ اِنَّـمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ وَلَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ تَجَمَّلَ بِاللِبَاسِ وَالْمَرْكُوْبِ اِنَّـمَا الْعيْدُ لِمَنْ غَفَرَتْ لَهُ الذُّنُوْبُ

Artinya: Bukanlah hari raya bagi orang yang memakai baju baru, melainkan hari raya bagi orang yang ketaatannya bertambah. Bukanlah hari raya bagi orang yang bersolek dengan pakaian dan kendaraan, melainkan hari raya bagi orang yang diampuni dosanya.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah. Marilah kita renungkan sejenak makna dan hakikat Hari Raya ini. "Idul Fitri" berasal dari dua kata: Id" yang berarti kembali dan "Fitri" yang berarti suci. Jadi, Idul Fitri dapat diartikan sebagai kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian.

Fitrah yang dimaksud dalam Idul Fitri adalah kembali kepada kesucian dan kemurnian diri. Kesucian merupakan esensi dari Idul Fitri, momen suci bagi umat Islam untuk kembali fitrah. Kesucian ini bukan hanya tentang kebersihan fisik, tetapi juga kesucian jiwa dan hati.

Lebih dari itu, Profesor Quraish Shihab dalam buku Membumikan Al-Qur'an mengatakan, kesucian adalah gabungan tiga unsur yang tak terpisahkan: benar, baik, dan indah. Maksud "benar" berarti sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku, baik norma agama, sosial, maupun hukum.

Seseorang yang berpegang teguh pada kebenaran akan selalu bertindak adil dan jujur dalam setiap aspek kehidupannya. Sedangkan makna baik memiliki arti positif dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Kebaikan mendorong manusia untuk saling membantu, mengasihi, dan menyebarkan kedamaian.

Sementara itu, makna indah adalah sesuatu yang memancarkan estetika dan kesenangan. Keindahan tidak hanya terbatas pada bentuk fisik, tetapi juga keindahan hati dan perilaku. Dengan demikian, seseorang yang ber-idul fitri dalam arti kembali ke kesuciannya akan selalu berbuat yang indah, benar, dan baik.

Ia akan menjadi pribadi yang adil, jujur, dan penuh kasih sayang. Ia juga akan menjadi pribadi yang membawa manfaat dan kebaikan bagi orang lain, serta memancarkan keindahan hati dan jiwa melalui akhlak mulianya.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah. Bagaimana kita kembali kepada kesucian? Salah satunya dengan menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Di bulan Ramadhan, umat Islam diajarkan untuk meningkatkan ketakwaan, menahan hawa nafsu, dan memperbanyak amal shaleh.

Diharapkan setelah Ramadhan, manusia kembali menjadi pribadi yang suci dan bertakwa kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Surat al-Baqarah [2] ayat 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Tafsir al-Munir li Ma'alimit Tanzil, juz II, halaman 42 menyebutkan ibadah puasa merupakan latihan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan menahan diri dari hawa nafsu, terutama rasa lapar, haus, dan keinginan untuk berhubungan seksual, kita melatih diri untuk lebih patuh kepada Allah SWT.

Kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu ini akan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT secara keseluruhan. Orang yang bertakwa adalah orang yang selalu berusaha untuk patuh kepada Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya.

Dengan meningkatkan ketakwaan, seseorang akan lebih mudah untuk menjalani hidup dengan penuh ketenangan dan kebahagiaan. Takwa adalah konsep penting dalam Islam yang maknanya lebih dari sekadar takut kepada Allah. Ini adalah kesadaran mendalam bahwa Allah selalu bersama kita, di mana pun kita berada.

Kita tidak pernah sendirian. Kesadaran ini diiringi dengan pemahaman bahwa Allah Maha Tahu, artinya Dia mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan, pikirkan, dan rasakan. Tidak ada yang tersembunyi dari pandangan-Nya. Dengan memahami takwa, umat Islam termotivasi untuk menjalani hidup sesuai dengan ajaran Allah.

Mereka berusaha untuk menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Mereka menjaga hati, ucapan, dan tindakan mereka karena mereka tahu Allah selalu melihat. Takwa mendorong mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan berakhlak mulia. Hidup dengan takwa membawa ketenangan dan kedamaian batin.

Seseorang yang bertakwa tidak akan merasa takut menghadapi kesulitan karena mereka percaya Allah selalu bersama mereka. Mereka juga terhindar dari perbuatan dosa karena mereka tahu Allah Maha Mengetahui. Takwa menjadi pedoman hidup yang membawa manusia menuju jalan yang benar dan diridhai Allah.

Lebih lanjut, hakikat takwa tidak hanya sebatas ritual ibadah, tetapi juga termanifestasi dalam tindakan kemanusiaan. Hakikat takwa dan kemanusiaan adalah dua pilar fundamental yang saling terkait erat dalam kehidupan manusia.

Takwa, yang berarti kesadaran dan ketaatan kepada Tuhan, merupakan landasan spiritual yang menuntun manusia ke arah kebaikan dan kebajikan. Di sisi lain, kemanusiaan merupakan esensi dari keberadaan manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kasih sayang, empati, dan rasa hormat antar sesama.

Takwa menumbuhkan rasa takut dan malu kepada Tuhan, sehingga mendorong manusia untuk menjauhi segala perbuatan tercela dan selalu berusaha melakukan kebaikan. Kemanusiaan mendorong manusia untuk saling membantu, mengasihi, dan memperlakukan satu sama lain dengan adil dan penuh respek.

Kedua pilar ini saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain. Takwa tanpa kemanusiaan dapat menjadikannya kaku dan fanatik, sedangkan kemanusiaan tanpa takwa dapat terjerumus ke dalam kesombongan dan materialisme. Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah.

Jika kita menelaah lebih dalam, terdapat makna takwa yang lebih luas, yaitu takwa sosial. Konsep ini menitikberatkan pada hubungan horizontal antar manusia, menghadirkan dimensi takwa yang lebih membumi dan berorientasi pada kemaslahatan bersama. Dalam Al-Qur'an Surat Ali Imran ayat 133-134 Allah berfirman:

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (١٣٣) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.

Ayat ini berbicara tentang empat ciri utama orang-orang yang bertakwa, yang semuanya berkaitan dengan kehidupan sosial. Pertama, mereka yang berinfak di waktu lapang maupun sempit, menunjukkan kepedulian terhadap sesama.

Kedua, mereka yang mampu menahan amarah, mencerminkan kesabaran dan kontrol diri dalam interaksi sosial. Ketiga, mereka yang memaafkan kesalahan orang lain, menunjukkan sikap toleransi dan kasih sayang. Keempat, mereka yang berbuat kebaikan, membawa manfaat bagi orang lain dan menciptakan lingkungan yang positif.

Secara keseluruhan, keempat ciri ini menunjukkan bahwa orang-orang yang bertakwa tidak hanya fokus pada hubungannya dengan Tuhan, tetapi juga peduli terhadap sesama dan secara aktif memberikan sumbangsih untuk kemajuan masyarakat.

Mari kita jadikan Idul Fitri ini sebagai momen untuk kembali kepada fitrah, meningkatkan takwa, dan memperkuat persaudaraan. Semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita dan menjadikan kita hamba-hamba yang bertakwa dan penuh kasih sayang.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، فَاعْتَبِرُوْا يَآ أُوْلِى اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ

5. Khutbah Jumat: Mempersiapkan Diri Menyambut Idul Fitri

Sumber: Kemenag

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ نَوَّرَ قُلُوْبَ أَوْلِيَائِهِ بِأَنْوَارِ الْوِفَاقِ، وَرَفَعَ قَدْرَ أَصْفِيَائِهِ فِيْ الْأَفَاقِ، وَطَيَّبَ أَسْرَارَ الْقَاصِدِيْنَ بِطِيْبِ ثَنَائِهِ فِيْ الدِّيْنِ وَفَاقَ، وَسَقَى أَرْبَابَ مُعَامَلَاتِهِ مِنْ لَذِيْذِ مُنَاجَتِهِ شَرَابًا عَذْبَ الْمَذَاقِ، فَأَقْبَلُوْا لِطَلَبِ مَرَاضِيْهِ عَلَى أَقْدَامِ السَّبَاقِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ السَّبَاقِ، صَلَاةً وَسَلَامًا اِلَى يَوْمِ التَّلَاقِ

أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً صَفَا مَوْرِدُهَا وَرَاقَ، نَرْجُوْ بِهَا النَّجَاَةَ مِنْ نَارٍ شَدِيْدَةِ الْاَحْرَاقِ، وَأَنْ يَهُوْنَ بِهَا عَلَيْنَا كُرْبُ السِّيَاقِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَشْرَفَ الْخَلْقِ عَلَى الْاِطْلَاقِ، اَلَّذِيْ أُسْرِيَ بِهِ عَلَى الْبَرَاقِ، حَتَّى جَاوَزَ السَّبْعَ الطِّبَاقِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh. Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.

Jamaah yang dimuliakan Allah. Selama satu bulan Ramadhan, Allah swt mendorong umat Muslim untuk memperbanyak ibadah. Ada yang senantiasa bertadarus Al-Qur'an, rajin shalat tarawih, berbagi sedekah takjil, rajin shalat jamaah, dan ibadah-ibadah lainnya.

Di penghujung Ramadhan, kita semua bersiap untuk melepas kepergian bulan mulia ini sekaligus bersiap menyambut kedatangan hari raya Idul Fitri. Saat Idul Fitri inilah semua umat Muslim bersukaria.

Memakai baju baru, menyiapkan aneka kue lebaran untuk menyambut tamu, berkumpul dengan sanak saudara, dan sejumlah momen bahagia lainnya. Anjuran untuk memperlihatkan ekspresi bahagia saat hari kemenangan ini dianjurkan oleh Rasulullah saw. Dalam satu hadits diriwayatkan,

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ ‏"مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ‏"‏‏.‏ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ‏.‏ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْر

Artinya: Diriwayatkan dari sahabat Anas, ia berkata, 'Sekali waktu Nabi saw datang di Madinah, di sana penduduknya sedang bersuka ria selama dua hari. Lalu Nabi bertanya 'Hari apakah ini (sehingga penduduk Madinah bersuka ria)?' Mereka menjawab 'Dulu semasa zaman jahiliah pada dua hari ini kami selalu bersuka ria.' Kemudian Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya Allah swt telah menggantikannya dalam Islam dengan dua hari yang lebih baik dan lebih mulia, yaitu hari raya kurban (Idul Adha) dan hari raya fitri (Idul Fitri).'" (HR Abu Dawud).

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh. Hanya saja, jangan sampai kebahagiaan di momen Idul Fitri membuat kita larut dalam kesenangan sehingga lupa bahwa pada hari kemenangan ini Allah menganjurkan kepada kita untuk beribadah dan tetap memiliki kesadaran sosial.

Sebab, bisa jadi saat itu ada saudara sesama Muslim yang kondisi ekonominya sedang tidak baik-baik saja sehingga jangankan mengenakan baju baru, untuk menikmati makanan spesial Idul Fitri saja belum bisa. Saat hari raya Idul Fitri, kesadaran sosial kita seharusnya semakin matang.

Jika selama Ramadhan kita digembleng untuk menahan lapar dan dahaga sehingga bisa merasakan bagaimana menjadi orang yang hidupnya berkekurangan, maka Idul Fitri menjadi puncak kematangan empati kita sebagai seorang muslim. Berbagi kepada saudara yang sedang berkekurangan di momen mulia ini menjadi salah satu bentuk pengamalan dari pengalaman yang sudah kita lalui selama berpuasa.

Bisa jadi saat kita sedang menikmati opor ayam atau bersuka ria memakai baju baru, masih ada saudara yang belum bisa merasakan kenikmatan ini. Oleh sebab itu tepat kiranya jika Idul Fitri dijadikan sebagai momen berbagi. Syekh Abdul Hamid al-Makki asy-Syafi'i dalam Kanzun Najāḥ was Surūr mengatakan,

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ، إِنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَاتُهُ تَزِيْدُ، وَكُلُّ يَوْمٍ لاَ يُعْصَى فِيْهِ فَهُوَ عِيْدٌ

Artinya: Bukanlah disebut hari 'id (hari raya Idul Futri) bagi orang yang mengenakan (pakaian) baru. Hari 'id sesungguhnya adalah ketika ketaatan seseorang meningkat. Setiap hari ketika ia tidak melakukan maksiat, maka hari itu dinamakan 'id. (Abdul Hamid al-Makki asy-Syafi'i, Kanzun Najāḥ was Surūr, 2009: h. 263).

Apa yang dikatakan Syekh Abdul Hamid di atas menegaskan bahwa esensi hari raya Idul Fitri adalah sejauhmana kita mampu menjaga konsistensi ibadah kepada Allah dan berbuat baik terhadap sesama manusia.

Memakai baju baru memang dianjurkan sebagai bentuk syukur atas nikmat hari agung ini, tapi jangan sampai ekspresi syukur tersebut berlebihan sehingga membuat kita lupa bahwa ternyata masih banyak saudara sesama muslim yang belum bisa bermewah ria seperti kita.

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh. Selain menumbuhkan semangat berbagi, momen Idul Fitri juga harus digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, terutama di malam harinya. Malam Idul Fitri merupakan momen bersuka cita, berkumpul dengan keluarga, bersilaturahmi ke sanak saudara, dan ragam pernik keceriaan lainnya.

Namun jangan sampai suasana penuh gembira ini membuat kita terlalu larut dalam kesenangan sehingga lupa mengingat Allah swt. Sebab itu, Rasulullah pernah menyampaikan bahwa siapa yang menghidupkan malam Idul Fitri dengan beribadah maka hatinya akan tetap hidup saat banyak hati yang mati. Rasul bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَتَىِ الْعِيدَيْنِ لِلهِ مُحْتَسِبًا لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ

Artinya: Siapa saja yang menghidupkan dua malam Id (Idul Fitri dan Idul Adha) karena Allah demi mengharap ridha-Nya, maka hatinya tidak akan mati pada hari di mana hati manusia menjadi mati." (HR As-Syafi'i dan Ibn Majah).

Menurut Syekh Ahmad ash-Shawi, maksud "hati tidak mati" pada hadits di atas adalah orang tersebut tidak akan mengalami kebingungan saat sakaratul maut, menghadapi pertanyaan malaikat di alam kubur, dan di hari kiamat kelak. (Ahmad ash-Shawi, Bulghatus Sālik li Arqābil Masālik, 1995: juz I, h. 345-346).

Kita bisa meluangkan sebagian waktu di malam Idul Fitri untuk melakukan ibadah sunnah seperti shalat witir, tahajud, shalat Isya berjamaah, dan sebagainya. Kemudian juga berdoa agar Ramadhan tahun ini bukan yang terakhir bagi kita, melainkan bisa berjumpa di Ramadhan-Ramadhan selanjutnya.

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh. Demikian khutbah singkat yang bisa khatib sampaikan. Semoga Ramadhan tahun ini menjadi saksi ketaatan kita semua kepada Allah swt, ibadah yang kita lakukan di dalamnya diterima, dan dianugerahi umur panjang untuk berjumpa di Ramadhan-Ramadhan yang akan datang.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ



Simak Video "Video: Apa Hukumnya Bermain Handphone saat Khutbah Jumat? Ini Penjelasannya"

(irb/iwd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork