Mengenakan pakaian serba hitam dan pita berwarna putih di lengan kiri, puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Banyuwangi Bergerak turut menyuarakan penolakan terhadap UU TNI.
Puluhan mahasiswa sempat membakar ban bekas dan memaksa masuk ke gedung DPRD Banyuwangi dengan mencoba mendobrak pagar gerbang utama. Aksi dorong antara polisi dan mahasiswa mengakibatkan pagar selebar sekitar 13 meter dengan tinggi sekitar 4,5 meter itu pun keluar dari relnya.
Namun, aksi dorong tersebut tak berlangsung lama setelah salah seorang koordinator aksi mengajak seluruh peserta aksi untuk duduk dan menunggu ketua DRPD Banyuwangi I Made Cahya Negara keluar dari gedung DPRD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seluruh tuntutan kami terima tidak ada yang kami tolak, mereka memohon untuk diteruskan ya kami teruskan karena Undang-undang itu kewenangan dari DPR-RI," ujar Made usai menandatangani tuntutan aksi, Rabu (26/3/2025).
![]() |
Made menyebut aksi yang digelar hari ini normatif dan situasinya tidak hanya terjadi di Banyuwangi saja. Menurut Madea, aksi tersebut bagian dari kekhawatiran saja.
"Saya rasa ini hanya kekhawatiran saja," tutupnya.
Sementara sekretaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Banyuwangi yang sempat menghentikan upaya aksi masa memasuki gedung DPRD menyatakan aksi penolakan tersebut sebagai bentuk ungkapan sayang kepada anggota TNI.
"Ini adalah bentuk wujud sayang kami kepada TNI, kami menolak upaya pelemahan perwira-perwira TNI yang diberi kewenangan di ranah sipil sehingga tidak fokus pada tugas utamanya," terang Andri.
Ia menambahkan yang berakhir jelang waktu berbuka puasa itu bukan yang terakhir. Ia memastikan akan terus mengawal hingga UU TNI dibatalkan.
"Ini bukan yang terakhir dan ini bukan berakhir begini saja. Akan kami kawal sampai tuntas UU TNI dibatalkan," tegasnya.
Dalam aksi tersebut, anggota DPRD Banyuwangi langsung mengirimkan surat tuntutan masa aksi kepada DPR-RI melalui Fax yang disertai bukti copy fax sore itu juga.
(erm/iwd)