Petugas gabungan dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) rutin menggelar razia pengemis di perempatan area kota Ponorogo. Pasalnya, banyak aduan masyarakat yang mengaku melihat ada pengemis di setiap perempatan.
Menariknya, saat petugas berhasil mengamankan tiga orang pengemis dan dibawa ke rumah singgah di kantor Dinsos Ponorogo, pengakuan mereka dari hasil mengemis, mendapat uang Rp 400 ribu dalam sehari dengan mencari belas kasihan warga karena disabilitas.
Salah satu pengemis, Doso Utomo warga Sragen, yang kedapatan mengemis di perempatan dekat Pasar Legi Ponorogo, ternyata juga biasa mengemis di perempatan Te'an Kota Madiun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya di Ponorogo sebulan sekali, kadang seminggu sekali, nggak pasti dapatnya (uang). Kalau mendung Rp 100 ribu, kalau cerah atau panas dapat Rp 300 hingga Rp 400 ribu," tutur Doso kepada wartawan, Rabu (12/3/2025).
Doso mengaku modusnya dengan duduk di bawah pohon dan menunggu orang datang memberi uang kepadanya. Pasalnya, Doso memiliki kekurangan fisik pada tangan dan kakinya.
"Saya lebih sering di Kota Madiun daripada di Ponorogo," jelas Doso.
Menurutnya, uang dari hasil mengemis digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia pun pasrah saat tertangkap petugas dan dikembalikan ke Sragen.
"Hasilnya (uang) untuk kebutuhan sehari-hari. Karena kalau kerja, nggak bisa," imbuh Doso.
Sementara, pengemis lain, Sunaji asal Blitar mengatakan dalam sehari bisa meraup Rp 90 ribu atau lebih. Dia pun sering berpindah lokasi, seperti di kawasan Alun-alun Ponorogo, perempatan Taman Sukowati, maupun perempatan Terminal Seloaji.
"Saya sehari kadang dapat Rp 90 ribu. Tapi nggak pasti, kadang juga lebih," terang Sunaji.
Menurutnya, alasannya memilih Ponorogo karena di sini masyarakatnya dermawan dan banyak memberi kepada pengemis. Selain itu, dia tidak mampu untuk bekerja karena fisiknya tidak kuat.
"Uangnya ya untuk makan, sebagian untuk keluarga. Saya mengaku ke keluarga, ya mengemis," imbuh Sunaji.
Dari tangan Sunaji, selain uang hasil perolehan mengemis. Dia juga memiliki empat buah smartphone. Dari hasil mengemis, Sunaji juga menyisihkan Rp 5 ribuan untuk salam tempel anak-anak di lingkungan rumahnya.
"Yang Rp 5 ribuan saya sisihkan untuk amplop Lebaran anak-anak," tandas Sunaji.
Sementara, Kepala Dinsos P3A Ponorogo Supriyadi mengatakan, fenomena pengemis tidak hanya terjadi di Ponorogo, tapi juga kota maupun kabupaten lain. Karena momen bulan Ramadan dimanfaatkan sebagian orang untuk mengemis dan meminta belas kasihan masyarakat.
"Kami saat ini serius melakukan razia, ini tadi dapat tiga orang. Dari Madiun, Blitar, sama Sragen," papar Supriyadi.
Mereka, lanjut Supriyadi, setelah diamankan, dibawa ke rumah singgah untuk dilakukan assessment dan pendataan sekaligus pembinaan. Pengakuan mereka aktivitas mengemis menjadi mata pencaharian karena keterbatasan fisik.
"Kalau ini tadi yang dari Sragen saat kami tanya, mulai jam 09.00 WIB, lalu kami tertibkan jam 11.45 WIB, dapat Rp 174 ribu. Kami tanya berapa rata-rata per hari, dia dapat Rp 400 ribu," tandas Supriyadi.
Aktiviitas mengemis ini, lanjut Supriyadi, dinilai masyarakat mengganggu ketertiban dalam berlalu lintas. Lantaran, para pengemis biasanya berada di tiap perempatan kota.
"Memang dia mengeksploitasi kekurangan fisiknya, dia disabilitas, dan ini dimanfaatkan oleh yang bersangkutan. Jadi, tiga-tiganya seperti itu," terang Supriyadi.
Supriyadi menjelaskan, ketiganya merupakan 'pemain lama', meski seringkali dibina dan diberi arahan dari Kemensos RI. Mereka tetap kembali menjadi pengemis.
"Sesuai standar operasional prosedur (SOP), mereka akan diberikan pembinaan selama 3-7 hari sembari assessment. Untuk penanganan lebih lanjut, juga akan berkoordinasi dengan Dinsos Provinsi Jawa Timur," tegas Supriyadi.
Supriyadi pun mengingatkan kepada masyarakat, agar tak mudah memberi uang kepada pengemis. Lebih baik menyalurkan bantuan langsung ke panti asuhan atau warga sekitar yang membutuhkan.
"Bahasa mereka, 'wong Ponorogo itu 'awehan' atau loman, lang lung' gitu. Katanya lebih enak di Ponorogo daripada daerah lain, nyatanya yang kami tertibkan itu semuanya dari luar Ponorogo," pungkas Supriyadi.
(irb/fat)