Metode pembelajaran bagi siswa PAUD, TK, SD, dan SMP di Surabaya selama Ramadan telah diatur dengan sistem kombinasi. Pembelajaran akan dibagi menjadi dua tahap, yakni belajar di rumah dan di sekolah atau tempat ibadah masing-masing.
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya, Yusuf Masruh menjelaskan, skema ini disiapkan untuk siswa muslim dan non-muslim. Pada tanggal 27 hingga 28 Februari dan 3 sampai 5 Maret 2025, pembelajaran di sekolah akan digantikan dengan pembelajaran mandiri di rumah.
"Siswa akan mendapatkan tugas yang harus diselesaikan selama berada di rumah. Seperti membuat naskah ceramah religi, membuat cerita sosial religi, desain kartu ucapan Ramadan, atau membuat miniatur tempat ibadah dari bahan daur ulang," kata Yusuf, Jumat (28/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, siswa non-muslim juga akan diberikan tugas sesuai dengan agamanya masing-masing selama belajar di rumah. Siswa Kristen Protestan, misalnya, mendapat tugas membuat renungan singkat Firman Tuhan atau menulis tentang pengorbanan Yesus hingga kenaikan dalam bentuk scrapbook.
Siswa Kristen Katolik diberikan tugas membaca salah satu perikop Alkitab atau menghafal salah satu ayat emas.
"Bagi siswa beragama Hindu akan diberikan tugas menonton cerita keagamaan Hindu (Mahabharata), membaca cerita keagamaan hidup, dan membuat sarana sembahyang. Begitu pula bagi siswa beragama Budha diberikan tugas membaca atau melafalkan parita, kemudian bagi yang beragama Khonghucu diberi tugas membaca kitab suci Shi. Nanti pihak sekolah yang akan memberikan tugas sesuai dengan kondisi siswa dan lingkungannya masing-masing," jelasnya.
Setelah periode belajar di rumah selesai, siswa kembali bersekolah mulai tanggal 6 hingga 25 Maret 2025. Selama Ramadan, satuan pendidikan akan mengadakan berbagai kegiatan yang bertujuan meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia, kepemimpinan, serta kegiatan sosial yang membentuk karakter dan kepribadian utama.
Materi pembelajaran Ramadan akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah dan jenjang pendidikan. Bagi siswa muslim, kegiatan seperti tadarus Al-Qur'an, pesantren kilat, dan kajian keislaman akan menjadi bagian dari pembelajaran.
"Selain itu, bagi peserta didik yang beragama selain Islam, dianjurkan melaksanakan kegiatan bimbingan rohani dan kegiatan keagamaan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing," ujarnya.
Untuk memberikan variasi pembelajaran selama Ramadan, Yusuf mengimbau sekolah agar mengadakan berbagai lomba, seperti lomba kaligrafi, ceramah, tahfidz, patrol, dan desain kartu ucapan Ramadan. Menurutnya, hal ini bertujuan agar siswa dapat belajar dengan cara yang menyenangkan, namun tetap bermakna.
Selama bulan Ramadan, durasi jam pelajaran juga mengalami penyesuaian. Satu jam pelajaran untuk jenjang SD akan berlangsung selama 25 menit, sementara untuk SMP dan sederajat berlangsung selama 30 menit. Kebijakan ini merujuk pada Surat Edaran Bersama (SEB) dari tiga Menteri, yaitu Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Agama, serta Menteri Dalam Negeri, yang mengatur pembelajaran selama bulan Ramadan 1446 H/2025 M.
"Sekolah dapat mengatur jam belajar mereka sendiri, tetapi tetap mengikuti batas waktu yang telah ditentukan," katanya.
Dengan skema ini, Yusuf berharap para siswa tetap dapat menjalankan ibadah puasa dengan nyaman, sementara siswa non-muslim tetap mendapatkan pembelajaran akademik dan keagamaan sesuai keyakinannya.
"Harapannya, semua siswa dapat mendapatkan pembelajaran yang efektif tapi tetap bermakna selama bulan Ramadan. Baik yang muslim maupun non-muslim semuanya diberikan kegiatan yang sama," pungkasnya.
(esw/hil)