Kantor Badang Pertanahan Nasional (BPN) Ngawi menunjukkan akta jual beli (AJB) sertifikat tanah sawah milik Hadi Siswoyo yang berubah nama pemilik padahal Hadi tidak pernah menjualnya. Nama pembeli dalam AJB itu adalah Suharti, warga Desa Gelung, Kecamatan Paron yang sudah meninggal.
Diketahui bahwa Suharti adalah istri dari Kusnanto, pegawai Bank BUMN yang berada di Jalan Ahmad Yani, Ngawi. Bukan hanya Suharti, Kusnanto sendiri juga sudah meninggal.
"Itu istri dari pak Kusnanto (Suharti). Nama yang tertera dalam akta jual beli sudah meninggal," kata Erna, anak dari Hadi Siswoyo kepada detikJatim, Selasa (25/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Erna, saat ini ahli waris atau anak dari Kusnanto dan Suharti merasa bahwa tanah sawah milik Hadi Siswoyo bapaknya adalah miliknya. Saat dia dan sang bapak ke rumah mereka di Desa Gelung, Paron anak Kusnanto dan Suharti kukuh ingin memiliki tanah sawah 4.400 meter persegi itu.
"Anak dari pak Kusnanto dan Suharti ini kukuh ingin memiliki karens merasa bahwa sudah dibeli orang tuanya," ungkap Erna.
Erna menambahkan bahwa sawah seluas 4.400 meter persegi itu saat ini telah dikelola kembali oleh bapaknya sejak 2 tahun terakhir. Sebab sebelumnya sawah itu dikelola Kusnanto sejak kredit macet dengan kesepakatan lisan.
"Baru 2 tahun dikelola sendiri bapak. Sebelumnya dikelola pak Kusnanto dengan kesepakatan membayar angsuran kredit Bank. Tapi sejak kredit 1999 sampai 2016 tidak pernah dibayarkan. Sehingga pihak Bank kirim surat ke bapak untuk melunasi hutang. Kalau tidak sawah mau dilelang gitu katanya," kata Erna.
"Seketika itu juga bapak melunasi kredit Bank total hampir Rp 22 juta dan jaminan 3 sertifikat oleh bank dikembalikan ke bapak. Jumlah sertifikat 3 karena Pak Kusnanto saat itu minta tambahan agunan," kata Erna.
Sementara itu Hadi Siswoyo mengaku, jika disewakan lahan sawah seluas 4.400 meter persegi itu akan menghasilkan sekitar Rp 9 juta. Sawah seluas 4.400 meter persegi itu dalam sekali panen bisa menghasilkan 2 ton padi.
"Kalau disewa sekitar Rp 9 juta dan sekali panen padi bisa 2 ton," kata Hadi.
"Saya minta pihak BPN bisa bertanggung jawab atas dobel-nya sertifikat saya. Karena saya tidak pernah merasa jual beli," tandas Hadi.
Sebelumnya Hadi Siswoyo, warga Desa Beran, Kecamatan/Kabupaten Ngawi, kaget saat mengetahui sertifikat sawahnya berubah jadi nama orang lain. Kakek usia 83 tahun itu mengaku tidak pernah melakukan jual beli atau melakukan balik nama.
Hadi menggadaikan sertifikat sawah ke salah satu bank BUMN pada 1999 hingga 2016. Saat itu dia mengajukan kredit Rp 15 juta. Karena satu hal, Hadi hanya bisa mengangsur satu kali.
Pada 2016, bank BUMN itu menyurati Hadi agar melunasi utang. Hadi pun melunasi utangnya hampir Rp 22 juta. Setelah proses administrasi selesai, Hadi menerima kembali sertifikat itu.
Namun, saat mengajukan permohonan roya (penghapusan pengikatan suatu agunan berupa tanah sehingga hak kepemilikan atas tanah tersebut kembali kepada pemilik aslinya), Hadi kaget nama pemilik di sertifikat sawahnya berubah.
(dpe/iwd)