Kantor Badang Pertanahan Nasional (BPN) Ngawi menunjukkan akta jual beli terkait sertifikat tanah sawah milik Hadi Siswoyo yang berubah nama pemilik. Nama pembeli yang tertera dalam akta jual beli adakah Suharti warga Desa Gelung Kecamatan Paron.
Suharti adalah istri dari Kusnanto, pegawai Bank BUMN yang berada di Jalan Ahma Yani, Ngawi.
"Itu istri dari pak Kusnanto (Suharti). Nama yang tertera dalam akta jual beli," kata Erna Setiaten, anak dari Hadi Siswoyo kepada detikJatim, Senin (24/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain pada akta jual beli, nama Suharti juga tertera dalam sertifikat terbitan baru oleh Kantor Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Ngawi.
Dalam terbitan sertifikat baru bernomor sama sertifikat lama yakni 1390 dengan tanggal terbit 12 Juli 2012 itu ditandatangani Kepala Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Ngawi, Sunaryo.
"Tanggal tertera di sertifikat baru jual beli tanggal 12 Juli 2012 dan kepala BPN Pak Sunaryo," kata Erna.
Dia menambahkan bahwa tanda tangan ayahnya selaku pemilik sah sertifikat yang tertera dalam akta jual beli juga berbeda.
"Kemarin ditunjukkan akta jual beli tapi tanda tangan bapak saya itu beda. Tidak ada kesamaan dengan di KTP," kata Erna, Minggu (23/2/2025).
Menurut Erna, selain ketidaksamaan tanda tangan, terdapat perbedaan wajah foto dalam KTP dengan yang ada di dalam akta jual beli. Erna mengaku heran kenapa bisa terjadi banyak kejanggalan.
"Sepertinya wajah di foto kopi KTP di akta jual beli juga beda ndak sama," papar erna.
Hadi Siswoyo (83) terkejut setelah melunasi pinjaman uang ke bank sebesar Rp 15 juta dengan agunan sertifikat tanah seluas 4.400 meter persegi, dia mendapati sertifikat tanah miliknya itu sudah berubah nama pemilik.
Hadi mengatakan pada saat proses pinjaman berjalan dia sempat diminta menambah 2 agunan dengan sertifikat berbeda. Artinya harus menjaminkan 3 sertifikat untuk pinjaman sebesar Rp 15 juta.
"Pernah petugas Bank minta tambah dua sertifikat sebelum saat pelunasan," ujar Kakek Hadi kepada detikJatim, Sabtu (22/2).
Sebelumnya Hadi Siswoyo, warga Desa Beran, Kecamatan/Kabupaten Ngawi, kaget saat mengetahui sertifikat sawahnya berubah jadi nama orang lain. Kakek usia 83 tahun itu mengaku tidak pernah melakukan jual beli atau melakukan balik nama.
Hadi menggadaikan sertifikat sawah ke salah satu bank BUMN pada 1999 hingga 2016. Saat itu dia mengajukan kredit Rp 15 juta. Karena satu hal, Hadi hanya bisa mengangsur satu kali.
Pada 2016, bank BUMN itu menyurati Hadi agar melunasi utang. Hadi pun melunasi utangnya hampir Rp 22 juta. Setelah proses administrasi selesai, Hadi menerima kembali sertifikat itu.
Namun, saat mengajukan permohonan roya (penghapusan pengikatan suatu agunan berupa tanah sehingga hak kepemilikan atas tanah tersebut kembali kepada pemilik aslinya), Hadi kaget nama pemilik di sertifikat sawahnya berubah.
(dpe/iwd)