Surabaya dinobatkan sebagai kota termacet ke-4 di Indonesia bahkan di atas kemacetan di Jakarta. Ini berdasarkan hasil penilaian platform indeks kemacetan TomTom Traffic Index tentang kota termacet di dunia, termasuk di Indonesia.
Pakar Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ir Machsus ST MT membenarkan tentang hasil analisis platform TomTom Traffic Index. Bahkan menurutnya, untuk tingkat dunia, kemacetan di Surabaya berada di peringkat ke-70.
"Betul, berdasarkan laporan TomTom Traffic Index 2024, Surabaya memang dinilai memiliki tingkat kemacetan lebih tinggi daripada Jakarta. Surabaya berada di peringkat ke-4 kota termacet di Indonesia, sedangkan Jakarta berada di bawahnya," kata Machsus saat dihubungi detikJatim, Rabu (19/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan, secara global, Surabaya menempati peringkat ke-70 dari 500 kota yang dianalisis. Ini cukup menarik, karena Jakarta selalu dikenal sebagai kota dengan lalu lintas paling padat," ujarnya.
Dia mengatakan ada sejumlah faktor yang perlu diperhatikan. TomTom Traffic Index melakukan pengukuran tingkat kemacetan itu berdasarkan waktu tempuh dan kepadatan lalu lintas.
Meskipun Jakarta memiliki jumlah kendaraan lebih banyak, kata Machsus, sistem transportasi publiknya jauh lebih berkembang. Seperti MRT, LRT, TransJakarta, serta kebijakan pengendalian lalu lintas seperti ganjil-genap.
"Di sisi lain, Surabaya masih sangat bergantung kendaraan pribadi karena transportasi umum seperti Suroboyo Bus dan Trans Semanggi belum cukup memadai. Akibatnya, jalan-jalan utama seperti Jalan Ahmad Yani, Bundaran Waru, dan Jalan Raya Darmo masih macet panjang di jam sibuk," katanya.
Selain Surabaya, Bandung, Medan, dan Palembang juga lebih macet dibandingkan Jakarta berdasarkan waktu tempuh. Salah satu faktornya yaitu terbatasnya transportasi umum.
"Ya, tentu saja. Salah satu alasan utama mengapa keempat kota ini lebih macet dari Jakarta adalah karena transportasi umum yang masih terbatas dan kurang efektif," ujarnya.
Dosen Transportasi Prodi S2 Terapan, Teknik Infrastruktur Sipil Fakultas Vokasi ITS itu menjelaskan, TomTom Traffic Index mengukur seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanan dalam kondisi normal dan saat lalu lintas padat.
Jika transportasi publik tidak menjadi pilihan utama masyarakat, maka jumlah kendaraan pribadi di jalan raya pun semakin meningkat hingga berujung kepadatan yang lebih parah. Ini berimbas pada tingginya indeks kemacetan karena waktu tempuh lebih lama untuk berpindah dari satu titik ke titik lain.
"Di Jakarta, meskipun jumlah kendaraan banyak, sistem transportasi umum yang terintegrasi seperti MRT, LRT, dan TransJakarta membantu mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan," ujarnya.
"Sebaliknya, di Bandung, Medan, Palembang, dan Surabaya, transportasi publik masih belum cukup menarik bagi masyarakat, sehingga mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, yang akhirnya memperpanjang waktu perjalanan dan memperparah kemacetan. Oleh karena itu, waktu tempuh yang lama di keempat kota ini dapat dikaitkan dengan transportasi umum yang kurang maksimal," pungkasnya.
(dpe/iwd)