Alasan DLH Surabaya Buat Taman di Jalur Hijau Gunakan Sedimen Sungai

Alasan DLH Surabaya Buat Taman di Jalur Hijau Gunakan Sedimen Sungai

Esti Widiyana - detikJatim
Senin, 03 Feb 2025 16:22 WIB
jalur hijau surabaya
Tanah sedimen yang digunakan untuk lahan hijau di Jalan Mayjen Sungkono (Foto: Esti Widiyana)
Surabaya -

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya melakukan penataan dan perawatan taman di jalur hijau menggunakan tanah sedimen dari normalisasi sungai atau bozem. Salah satu contohnya adalah jalur hijau Jalan Mayjend Sungkono.

Dari pantauan detikJatim, di beberapa meter jalur hijau Jalan Mayjend Sungkono terdapat tumpukan tanah sedimen di atas tumbuhan. Tumpukan tanah itu memang terlihat tidak rapi dan seperti limbah yang menumpuk setinggi sekitar 30 cm.

Beberapa masyarakat yang melintas mempertanyakan mengapa taman jalur hijau di Jalan Mayjend Sungkono ditumpuki tanah yang terdapat limbah. Kesehatan tanaman juga dipertanyatakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Iya kenapa kok pakai tanah gitu ya? Ada limbahnya itu. Nggak bahaya ta buat tanamannya? Apa memang boleh begitu?. Harusnya sih sudah ada perhitungannya," tanya Okta (30) salah satu pengendara di Jalan Mayjend Sungkono kepada detikJatim, Senin (3/2/2025).

jalur hijau surabayaJalur hijau gunakan sedimen sungai yang sudah tertata (Foto: Esti Widiyana)

Kabid Pengendalian Pencemaran dan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati DLH Myrna Augusta Aditya Dewi menjelaskan proses penataan atau penanaman jalur hijau di Surabaya menggunakan tanah sedimen dari normalisasi sungai atau bozem. Alasannya karena di dalam sedimen mengandung unsur hara atau mineral yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang.

"Sedimen diletakkan terlebih dahulu sebagai dasar, lalu ditata dan dibentuk menggunakan cangkul atau alat berat. Kemudian dilakukan pelapisan dengan kompos serta tanah tanam, setelah media tanahnya siap baru dilakukan penanaman," jelas Myrna.

ADVERTISEMENT

Myrna mengatakan penggunaan tanah sedimen untuk tanaman itu diperbolehkan dan tidak beresiko merusak. Selain itu juga bisa menghemat anggaran Pemkot Surabaya.

"Taman dan jalur hijau kami ada ribuan, sehingga dengan pemakaian tanah sedimen bisa menghemat anggaran untuk dialokasikan pada perawatan lainnya," ujarnya.

Proses penataan ulang jalur hijau di kawasan Mayjen Sungkono cukup panjang. Yakni 1 kilometer dan ditargetkan selesai bulan ini.

"Memang belum terlihat bagus karena masih proses. Kami selesaikan secepatnya di Februari, karena banyak lokasi lain memang di rayon barat yang akan dibenahi," katanya.

Terkait pertanyaan warga, Myrna meminta masyarakat tidak langsung berasumsi bila melihat tumpukan tanah sedimen di sekitar kawasan Mayjend Sungkono. Karena itu merupakan bagian dari proses penataan jalur hijau.

"Kalaupun ada sampah yang terlihat, itu hanya satu atau dua yang terbawa saat proses pemindahan tanah sedimen. Sampahnya kami bersihkan setelah proses penataan tanah sedimen selesai," urainya.

Proses serupa ternyata sudah sering dilakukan dan tak hanya di Jalan Mayjend Sungkono. Myrna menyebut banyak ruas jalan lainnya yang menggunakan metode tersebut.

"Selama ini prosesnya sama, kami lakukan hal serupa di Jalan Diponegoro, Ngagel dan lainnya. Cuma mungkin sudah kelihatan bagus, kalau di Jalan Mayjend Sungkono masih proses," ujar Myrna.

Ia mengedukasi masyarakat, bila perawatan taman dan jalur hijau terkait penyiraman, pihaknya juga menggunakan air sungai. Sungai di Surabaya sendiri paling rendah sudah memenuhi Kelas IV dimana kelas tersebut dapat diperuntukkan untuk penyiraman tanaman dan memiliki unsur hara yang bermanfaat bagi tanaman.

"Kami berharap masyarakat tidak langsung mengambil kesimpulan apabila menemukan hal-hal yang dipertanyakan, terutama mengenai perawatan taman dan jalur hijau di Kota Surabaya. Apa yang kami lakukan tentunya untuk menjaga tanaman itu sendiri," pungkasnya.




(esw/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads