Sejumlah guru honorer mendatangi Gedung DPRD Jember, Jawa Timur, untuk meminta keadilan terkait hasil seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Mereka mengaku awalnya dinyatakan lolos seleksi, namun kemudian tergeser oleh Tenaga Honorer Kategori 2 (K2) setelah melengkapi berkas.
Para guru menyampaikan kekecewaan mendalam karena sudah menghabiskan waktu, tenaga, dan materi untuk mempersiapkan seleksi dan berkas yang dibutuhkan.
Berikut lima fakta kisah yang mereka alami:
1. Nama yang Lolos Dibatalkan karena Kelalaian Panitia
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jember, Supriyono menyebut, seleksi PPPK di Jember terjadi kelalaian panitia. K2 yang sudah dipastikan lolos, seharusnya tidak diikutkan dalam seleksi. Akibatnya, K2 yang tidak lulus seleksi kemudian diloloskan dengan menggugurkan nama-nama yang sebelumnya dinyatakan lolos.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Jember ini kelalaian panitia. Mestinya kalau K2 sudah dipastikan lolos, ya jangan diikutkan tes. K2 yang tidak lulus tes akhirnya melaporkan dan diloloskan dengan menganulir nama-nama mereka yang awalnya sudah dinyatakan lolos," ujar Supriyono, Rabu (22/1/2025).
2. Kerugian Materi dan Psikis karena Kebijakan yang Berubah
Nur Lailatu Mukaromah, guru honorer di Kecamatan Umbulsari, mengatakan dirinya dirugikan oleh kebijakan yang membatalkan kelulusan setelah semua berkas diurus. Ia merasa sangat kecewa karena sudah menghabiskan waktu dan tenaga.
"Kebijakan itu sangat merugikan kami. Karena selama 10 hari kami sudah dinyatakan lolos, artinya kami sudah mengurus semua berkas yang dibutuhkan," ucap Nur.
3. Keluarga Guru Turut Kecewa
Hasbullah, guru honorer di Kecamatan Wuluhan yang sudah mengabdi selama 14 tahun, merasa terpukul dengan pengumuman pembatalan. Orang tua dan kerabatnya sudah mengetahui kabar kelulusan, sehingga pengumuman ini juga berdampak pada kebanggaan keluarga mereka.
"Orang tua, kerabat, saudara dan teman sudah tahu semua, mereka sangat bangga. Betapa syoknya kami ketika tanggal 15 ada pengumuman kami tidak jadi diloloskan," kata Hasbullah.
4. Guru Meninggalkan Banyak Hal Berharga demi Ujian
Cornelia Martha, guru honorer di Kecamatan Sukorambi, mengaku harus mengorbankan waktu berharganya, termasuk untuk mengantar suaminya yang seorang TNI bertugas ke Lebanon. Martha lebih memprioritaskan ujian agar bisa lolos PPPK.
"Demi melaksanakan ujian, saya sampai meninggalkan waktu untuk mengantarkan suami saya berangkat ke Lebanon. Bagi saya itu waktu yang sangat berharga," ujarnya.
5. Minta Pemerintah Adil
Para guru meminta keadilan atas kebijakan yang merugikan mereka secara materi maupun psikis. Mereka juga berharap pemerintah segera menuntaskan permasalahan ini agar nasib mereka lebih jelas.
"Kami minta keadilan, gimana nasib kami ke depan. Semua berkas sudah diurus. Kami bukan hanya rugi secara materi, tapi juga secara psikis," tandas Hasbullah.
(irb/hil)