Thanthowy Syamsuddin, warganet yang juga dosen FEB Unair menemukan keberadaan Hak Guna Bangunan (HGB) di laut Surabaya seluas 656 hektare melalui aplikasi Bhumi ATR/BPN. Dia berinisiatif menanyakan hal itu kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono.
Pemilik akun X @thanthowy itu mengaku khawatir usai mengikuti isu HGB di atas laut di Tangerang. Dia mencoba melakukan penelusuran melalui aplikasi milik Kementerian ATR/BPN, Bhumi dan menemukan HGB seluas 656 hektare yang berada di timur Ecowisata Mangrove Gunung Anyar, Surabaya.
Dia pun berinisiatif menepis kekhawatirannya dengan bertanya langsung kepada Sakti Wahyu Trenggono melalui pesan WhatsApp. Dia tanyakan perihal pengeluaran sertifikat HGB di laut itu dan kaitannya dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) di sekitar lokasi itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya menyampaikan kekhawatiran ini kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Pak Sakti Wahyu Trenggono mengenai pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan laut Surabaya-Sidoarjo serta dugaan rencana reklamasi yang menyertainya terkait dengan agenda PSN," ujarnya, Selasa (21/1/2025).
Thanthowy mengaku menanyakan apakah Wahyu mengetahui adanya pemberian HGB di kawasan laut yang belakangan diketahui di Sidoarjo itu? Sebagai seorang akademisi, dia khawatir pemberian HGB di atas laut itu berdampak lebih serius pada bahaya rob, kerusakan lingkungan, dan masyarakat pesisir.
"Beliau menyatakan tidak tahu. Namun, beliau menegaskan pemberian sertifikat tanah di laut itu tidak boleh, terkecuali untuk masyarakat laut seperti Suku Bajo, dan itu pun harus melalui proses KKPRL (Kajian Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) yang diterbitkan oleh KKP," kata Thanthowy.
Thanthowy juga menyatakan jawaban lebih lanjut atas perbincangan yang dia lakukan melalui pesan WhatsApp dengan Menteri KKP. Menurutnya, Wahyu menyampaikan kepada dirinya tentang komitmen melindungi ekologi.
"Beliau menegaskan komitmennya untuk melindungi ekologi melalui kebijakan ekonomi biru, meskipun mengakui tantangan besar dalam penerapannya. Tanggapan ini memberikan sinyal bahwa ada potensi pelanggaran dalam proses pemberian HGB di kawasan laut, yang perlu investigasi lebih lanjut," katanya.
Thanthowy yang menempatkan dirinya sebagai masyarakat Jawa Timur mengaku khawatir. Untuk itulah, dia berharap para jurnalis terus mengangkat isu ini ke ranah publik agar ada transparansi dan akuntabilitas yang bisa ditegakkan.
"Saya juga berharap rekan-rekan jurnalis juga menyoroti dampak langsung pemberian HGB dan reklamasi terhadap masyarakat pesisir, rob, dan ekosistem laut di Surabaya, Sidoarjo, dan Madura," ujarnya.
Dalam keterangan tertulis yang dia sampaikan, Thanthowy juga menyertakan tangkapan layar percakapan dirinya dengan Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono. Meski demikian, dia mengaku belum mendapatkan jawaban saat meminta izin kepada Sang Menteri untuk membagikan tanggapan itu ke publik.
"Saya mintakan izin tapi belum mendapat respons. Mengingat urgensi isu, saya merasa penting untuk membagikan ini dengan tetap menjaga konteks dan tanggung jawab," ujarnya.
Mengenai temuan HGB seluas 656 hektare di atas laut Surabaya ini, Kepala Kanwil BPN Jatim, Lampri menyampaikan klarifikasi. Lokasi HGB seluas 656 hektare itu bukan berada di wilayah laut Surabaya melainkan di Sidoarjo.
"Di Surabaya tidak ada (HGB 656 Ha di atas laut Surabaya). Bukan (masuk Surabaya)," kata Lampri saat dikonfirmasi detikJatim. "Iya, benar ada di Sedati, Sidoarjo," ujarnya.
Lampri mengatakan dia akan memberikan penjelasan lebih detail mengenai HGB tersebut pada saat konferensi pers yang akan digelar di Kantor Kanwil BPN Jatim pada Selasa sore.
(dpe/hil)