Aktivis Lingkungan Sebut Limbah Kemasan MBG Bakal Bebani Surabaya

Aktivis Lingkungan Sebut Limbah Kemasan MBG Bakal Bebani Surabaya

Esti Widiyana - detikJatim
Kamis, 16 Jan 2025 15:10 WIB
Tumpukan kotak makan dari program MBG di SD Taquma Surabaya.
Tumpukan sampah kotak makan dari program MBG di SD Taquma Surabaya. (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya -

Kotak makan program makan bergizi gratis (MBG) di Surabaya yang digunakan tidak terbuat dari kotak stainless melainkan dari plastik food grade. Susu yang diberikan pun dengan kemasan sekali pakai buang. Aktivis lingkungan menganggap limbah plastik ini akan membebani Kota Pahlawan.

Pada hari pertama pelaksanaan program MBG awal pekan lalu ada sebanyak 6.159 siswa dari 10 sekolah di Surabaya yang menerima makan bergizi gratis. Sampah sisa makanan hingga limbah kotak makan plastik dan susu kemasan menjadi sorotan Komunitas Nol Sampah Surabaya.

"Iya mestinya menjadi beban Surabaya. Seharusnya sampah yang masuk ke TPA ada tipping fee, berarti daerah mengeluarkan uang untuk biaya pengolahan ketika ada tambahan sampah," ujar Koordinator Komunitas Nol Sampah Surabaya Wawan Some, Kamis (16/1/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau Surabaya tipping fee yang masuk, misalnya Surabaya setor sampah ke TPA Benowo harus bayar ke PT Sumber Organik sekitar Rp 180 ribu per ton, per kilogram Rp 180. Ada beban tipping fee pemkot yang dibayar. Kalau didaur ulang, bisa jadi dana tambahan," ujar Some kepada detikJatim.

Limbah Kotak Makan Plastik

MBG seharusnya menggunakan stainless, namun ketika uji coba, salah satunya di Surabaya menggunakan platik food grade. Wawan menghitung berat limbah, seperti di SMPN 13 saat hari pertama terdapat 926 kotak.

ADVERTISEMENT

"Kemari per kotak kosong beratnya 40 gram, kalau dikali semua kotak makan sehari bisa menapai 40 kg. Kalau dijual sampah plastik bisa Rp 6.000 per kilo, tapi masalahnya kalau di daur ulang juga biaya dan macam-macam yang menjadi beban," ujarnya.

Tapi plastik yang digunakan utuk uji coba MBG ialah food grade dan plastik jenis PP No. 5, sehingga bisa dipakai berulang kali. Meski dapat dipakai lagi, ia berharap MBG menggunakan tpat makan stainless.

"Kami belum bisa melacak dikemanakan (limbah MBG). Tapi kata mereka akan diserahkan ke DLH. Saran saya, kotak-kotak yang kemarin itu sebaiknya diserahkan ke bank sampah terdekat. Saya harap uji coba pakai kotak makan plastik tidak lama. Kalau sebulan berarti tidak beres program ini. Tapi kalau satu minggu, oke lah," jelasnya.

Limbah Susu Kemasan

Selain kotak makan dari bahan plastik food grade, susu dengan kemasan sekali pakai buang juga menjadi sorotan. Wawan menyebut seharusnya semua pihak mengacu pada UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Permen LHK No 75 tahun 2019, peraturan yang mengatur tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen.

"Kalau berdasarkan KemenLH berlaku 1 Januari 2030. Setahu saya jenis tetra pak, setahu saya ada program dari tetra pak mengumpulkan sampah kemasannya, bukan dari produsesn susu. Mungkin ini perlu dikerjasamakan pemkot atau pemerintah pusat," katanya.

Solusi susu kemasan, Wawan menyebut ada pilihan lain selain susu. Karena protein tidak hanya didapat dari susu.

"Susu kemasan kan protein, protein tidak harus dari susu. Bisa dari ikan, tempe, dan macam-macam," ujarnya.

Limbah Sisa Makanan

Limbah sisa makanan dari program MBG juga menjadi catatannya. Di mana sampah sisa makanan dapat dikelola sekolah, dan di Surabaya sudah ada pengolahan di sekolah.

"Kalau kami timbang di SMPN 13 satu anak membuang 25-40 gram sampah makanan. Ini menambah beban pemkot. Artinya satu sekolah 40 kg per hari kalau siswa 1.000," sebutnya.

Wawan menjelaskan, bila sampah sisa makanan tidak diolah dengan baik akan menghasilkan gas metan. Sampah makanan di Surabaya juga sangat dicari peternak maggot, ayam, ternak ikan, sehingga dapat bekerja sama agar jelas sampahnya ke mana.

"Ini mugkin dapat perhatian serius. Banyak pengolahan sampah maggot tidak jalan karena sampahnya kurang. Di Surabaya ada pusat pengolahan maggot di Surabaya Utara, Kebonsari dan beberapa dikelola masyarakat. Dikelola pemkot ada di Wonorejo, Bratang Kebun Bibit, dan TPU Jambangan," urainya.

"Kalau uji coba ada kemasan, kotak makan, ada kemasan susu, sisa makanan. Kalau tidak diolah dengan baik akan menambah beban kota. Seharusnya bisa jadi potensi dan edukasi sekolah dan kampung. Karena kalau jadi maggot lumayan, diolah 12 hari bisa panen, 1 kg maggot Rp 7.000, 100 kg sampah akan menghasilkan maggot 10 kg, dan menghasilkan kompos sisa maggot itu jauh lebi subur dari kompos biasanya," pungkasnya.




(dpe/iwd)


Hide Ads