Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) merupakan salah satu perguruan pencak silat terbesar di Indonesia. Berakar kuat di Jawa Timur, PSHT kini telah berkembang pesat dengan ribuan anggota tersebar di seluruh Nusantara bahkan mancanegara. Simak sejarah, silsilah, cabang, hingga tingkatan dalam PSHT.
PSHT didirikan Ki Hajar Hardjo Oetomo pada tahun 1922 di Pilangbango, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Perguruan ini merupakan pengembangan dari aliran Setia Hati yang didirikan Ki Ngabei Soeromihardjo.
Sejarah Berdirinya PSHT
Mengutip situs resmi PSHT, sejarah berdirinya PSHT tak dapat dilepaskan dari kiprah Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo. Saat lahir pada tahun 1876, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo memiliki nama Muhammad Masdan. Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo merupakan putra sulung dari Ki Ngabei Soeromihardjo, seorang mantra cacar di Ngimbang, Jombang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah lulus dari sekolah rakyat, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo sempat menimba ilmu di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Di sana, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo mulai belajar pencak silat.
Sejak 1892, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo mulai sering berpindah-pindah tempat untuk mendalami berbagai aliran pencak silat. Mulai dari Jakarta, Bandung, Bengkulu, Lampung, Padang, sampai Banda Aceh.
Pada tahun 1902, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo kembali ke Surabaya dan bekerja sebagai anggota polisi di daerah Tambak Gringsing. Lalu pada tahun 1903, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo mendirikan perkumpulan pencak silat Sedulur Tunggal Kecer dengan permainan pencak silat yang disebut Joyo Gendelo.
Pada tahun 1916, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo pindah bekerja sebagai pegawai di Djawatan Kereta Api Madiun. Lalu pada 1917, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo mendirikan perguruan pencak silat bernama Persaudaraan Setia Hati di Desa Winongo, Kabupaten Madiun.
Tujuan berdirinya Persaudaraan Setia Hati adalah mengikat rasa persaudaraan antar-anggota dan membentuk rasa nasionalisme yang kuat. Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo memiliki seorang murid bernama Ki Hajar Hardjo Oetomo.
Ki Hajar Hardjo Oetomo kerap berpindah tempat kerja setelah lulur sekolah rakyat. Sekitar tahun 1916, Ki Hajar Hardjo Oetomo bekerja di pabrik gula Rejo Agung Madiun. Tahun 1917, Ki Hajar Hardjo Oetomo menjadi pegawai di Stasiun Kereta Api Madiun. Tahun itu juga Ki Hajar Hardjo Oetomo belajar pencak silat kepada Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo.
Namun, terjadi pertentangan antara Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo dan Ki Hajar Hardjo Oetomo. Bagi Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo, Persaudaraan Setia Hati menerima semua orang yang ingin belajar pencak silat tanpa memandang suku, agama, ataupun ras. Sehingga orang Belanda juga bisa belajar pencak silat di sana.
Sementara Ki Hajar Hardjo Oetomo berpandangan bahwa orang Belanda yang belajar pencak silat di Persaudaraan Setia Hati dapat menjadi musuh dalam selimut selama upaya mencapai kemerdekaan Indonesia.
Karena perbedaan pendapat ini, Ki Hajar Hardjo Oetomo akhirnya memilih keluar dari Persaudaraan Setia Hati. Ki Hajar Hardjo Oetomo pun mendirikan perkumpulan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Muda (PSHM) di Desa Pilangbango, Kabupaten Madiun.
Nama PSHM kemudian diganti menjadi Pencak Sport Club untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Mengingat Ki Hajar Hardjo Oetomo saat itu dicap sebagai komunis oleh Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo dan Belanda.
Namun, Pencak Sport Club juga tidak bertahan lama. Pencak Sport Club dibubarkan Belanda karena dianggap membahayakan dan dikhawatirkan akan melakukan pemberontakan terhadap Belanda.
Pada 1922, Ki Hajar Hardjo Oetomo bergabung ke Sarekat Islam (SI) dan mulai mendirikan kembali Pencak Sport Club. Agar tidak dicurigai Belanda, nama Pencak Sport Club diganti menjadi Setia Hati Pemuda Sport Club (SH PSC). Tahun 1922, akhirnya dijadikan sebagai tolak ukur awal berdirinya PSHT oleh Ki Hajar Hardjo Oetomo.
Dari tahun ke tahun, murid Ki Hajar Hardjo Oetomo semakin banyak. Hingga pada 1925, Ki Hajar Hardjo Oetomo mengadakan pemberontakan terhadap Belanda. Akibatnya, Ki Hajar Hardjo Oetomo dipenjara di Madiun, lalu pindah ke penjara Cipinang hingga penjara Padang Panjang Sumatra.
Usai bebas dari penjara pada 1931, Ki Hajar Hardjo Oetomo kembali aktif mengajar ilmu pencak silat. Pada 1942, nama Setia Hati Pemuda Sport Club diganti menjadi Setia Hati Terate (SHT) sesuai usulan dari murid Ki Hajar Hardjo Oetomo yang bernama Soeratno Soerengpati.
Pada 1948, Soetomo Mangkoedjojo dan Darsono mengadakan kongres pertama Setia Hati Terate. Dalam kongres tersebut, Setia Hati Terate yang bersifat perguruan ditetapkan menjadi organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate dengan diketuai Soetomo Mangkoedjojo dan Darsono sebagai wakil ketua.
PSHT semula bernama Setia Hati Pemuda Sport Club (SH PSC) yang berbentuk organisasi. Nama ini kemudian menjadi Persaudaraan Setia Hati "Pemuda Sport Club", dan akhirnya diubah menjadi Persaudaraan Setia Hati Terate dalam kongres pertama di Madiun.
Silsilah Pimpinan PSHT
Seiring berjalannya waktu, PSHT sudah beberapa kali mengalami perubahan kepemimpinan. Berikut silsilah kepemimpinan PSHT.
- SoetomoMangkoedjojo (1948-1956)
- Irsad Hadi Widagdo (1956-1958)
- Santoso (1958-1966)
- RM Soetomo Mangkoedjojo (1966-1974)
- RM Imam Koessoepangat (1974-1977)
- Badini (1977-1981)
- Tarmadji Budi Harsono (1981-2014)
- Richard Simorangkir (2014)
- Arif Suryono (2014-2016)
- Muhammad Taufik (2016-2021)
- Moerdjoko HW (2021-sekarang)
Cabang PSHT di Jawa Timur
PSHT telah memiliki ratusan cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Berikut cabang PSHT di Jawa Timur.
- Persaudaraan Setia Hati Terate Daerah Khusus Pusat (DKP) Madiun
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Ponorogo
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Nganjuk
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Lamongan
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Pacitan
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Mojokerto
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Sidoarjo
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Surabaya
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Jember
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Banyuwangi
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Tuban
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Gresik
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Kediri
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Jombang
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Ngawi
- Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Magetan
Falsafah PSHT
Selain belajar pencak silat, anggota PSHT juga dibekali dengan falsafah PSHT, yakni manusia dapat dihancurkan, manusia dapat dibunuh, namun manusia tidak dapat dikalahkan selama ia setia pada hatinya sendiri. Tiada kekuatan yang bisa mengalahkan manusia kecuali kekuatan Tuhan Yang Maha Esa.
Falsafah tersebut sudah menjadi keyakinan kuat bagi semua anggota PSHT. Sebagai salah satu organisasi pencak silat, PSHT bertujuan membantu para anggota dalam mengembangkan karakter jujur, menjaga keseimbangan fisik, mental, kecerdasan, sosial, emosi, dan spiritual.
Pendidikan Ajaran PSHT
Ada dua pendidikan ajaran PSHT, yaitu pendidikan pencak silat dan kerohanian atau budi luhur. Pendidikan pencak silat mengajarkan seni olahraga yang mengandung unsur pembelaan diri untuk mempertahankan kehormatan, keselamatan, dan kebenaran.
Materi yang diajarkan meliputi Pencak Silat Ajaran (Senam Masal, Senam Dasar, Jurus, Jurus Belati, Krippen, serta Senam dan Jurus Toya), Pencak Silat Prestasi, dan Pencak Silat Bela Diri Praktis. Sementara kerohanian/budi luhur mengajarkan tentang Setia Hati dan Budi Luhur.
Tingkatan PSHT
PSHT menerapkan sistem tingkatan atau kenaikan sabuk untuk para anggotanya. Berikut adalah urutan tingkatan dalam PSHT dari terendah hingga tertinggi.
1. Siswa Tingkat I (Polos)
Siswa polos atau siswa hitam adalah tingkatan awal pada SH Terate, yang ditandai dengan sabuk berwarna hitam. Warna hitam melambangkan kebutaan karena siswa belum mengetahui dengan baik apa itu SH Terate.
Pada tingkatan ini siswa diajarkan pengenalan tentang Setia Hati dan Setia Hati Terate, pengenalan gerak, gerakan, beberapa senam, dan jurus. Gerak dan gerakan yang diajarkan termasuk senam untuk tangan dan kaki. Sedangkan jurus yang diajarkan adalah 1 hingga 2 pukulan, tendangan dan pertahanan, 30 senam, dan 5 sampai 6 jurus.
2. Siswa Tingkat II (Jambon/Merah Muda)
Siswa Polos yang lulus ujian kenaikan tingkat akan menjadi Siswa Jambon yang ditandai sabuk berwarna merah jambu (merah muda). Warna merah muda melambangkan keragu-raguan. Jambon juga berarti sifat matahari yang terbit atau sifat matahari yang terbenam, yaitu sifat yang mulai mengarah ke suatu kepastian tetapi masih belum sempurna.
Pada tingkatan ini siswa diajarkan pemahaman dan pengamalan Ajaran Setia Hati. Dan, penambahan kemampuan gerak dan gerakan menjadi tiga hingga empat pukulan, tendangan dan pertahanan, 45 senam, dan 13 jurus.
3. Siswa Tingkat III (Ijo/Hijau)
Siswa Jambon yang lulus ujian kenaikan tingkat menjadi Siswa Ijo yang ditandai sabuk berwarna hijau. Warna hijau melambangkan keadilan dan keteguhan menjalani sesuatu. Pada tingkatan ini siswa diajarkan penambahan kemampuan gerak dan gerakan menjadi lima hingga enam pukulan, tendangan dan pertahanan, 60 senam, dan 15-20 jurus.
4. Siswa Tingkat IV (Putih)
Sesuai namanya, Siswa Putih menggunakan sabuk berwarna putih. Dalam tingkatan ini semua pukulan, tendangan, teknik pertahanan, senam dan jurus sudah diajarkan kecuali jurus ke-36.
Warna putih melambangkan kesucian, sehingga siswa dalam tingkatan ini diharapkan telah mengerti arah yang sebenarnya dan telah mengetahui perbedaan antara benar dan salah, bertindak berdasarkan prinsip kebenaran, dan bersikap tenang. Siswa pada tingkatan ini sudah siap untuk menjalani pengesahan sebagai pendekar/warga SH Terate.
5. Warga
Warga atau Pendekar SH Terate adalah mereka yang sudah menjalani ujian dan pengesahan. Warga SH Terate dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu Warga tingkat I (satria), tingkat II (ngalindra), dan tingkat III (pandhita). Warga tingkat I menggunakan sabuk berwarna putih dari kain mori. Warga tingkat dua dan tiga menggunakan selendang.
(auh/irb)