Asal Muasal Warung 'Kopi Cetol' Pasar Gondanglegi Malang

Asal Muasal Warung 'Kopi Cetol' Pasar Gondanglegi Malang

Muhammad Aminudin - detikJatim
Selasa, 07 Jan 2025 13:19 WIB
Resahkan Masyarakat, Kopi Cetol Pasar Gondanglegi Ditertibkan
Warung-warung cetol saat ditertibkan pekan lalu (Foto: Istimewa)
Malang -

Keberadaan puluhan warung 'Kopi Cetol' di Pasar Gondanglegi, Kabupaten Malang, sudah tutup usai ditertibkan. Sebab warung kopi ini mempekerjakan para perempuan muda sebagai pramusaji. Bahkan ada 7 anak di bawah umur usia 13 hingga 16 tahun.

Penertiban ini bukan hanya karena mempekerjakan perempuan muda saja. Namun penampilan pramusaji itu berbaju seksi dinilai kurang sopan warga. Mereka melayani pelanggan kebanyakan laki-laki hingga memunculkan keresahan masyarakat.

Seperti pengakuan warga bernama Rahmat. Rahmat bersyukur ada penertiban puluhan warkop cetol tersebut. Menurutnya, keberadaan mereka menimbulkan beragam asumsi di masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu kekhawatiran adanya praktik-praktik di luar usaha kopi yang menyediakan minuman dan gorengan.

"Ya tentu kita bersyukur ditertibkan. Biar image Gondanglegi tidak menjadi buruk adanya mereka (Pramusaji perempuan). Karena untuk warung kopi sebenarnya sudah lama ada," tandasnya.

ADVERTISEMENT

Sementara salah satu pedagang berinisial AU mengaku dirinya tidak tahu asal muasal nama warung kopi itu menjadi 'cetol'. Menurutnya, bahasa cetol bagi warga Malang adalah mencubit.

"Tak cetol lo yo (Tak cubit lo ya) ya kayak gitu kalau ngomomh," menurut AU kepada detikJatim di lokasi, Selasa (7/1/2025).

warung kopi cetol malang saat penggerebekan 4 Januari 2025Warung kopi cetol Malang saat penggerebekan 4 Januari 2025/ Foto: Istimewa

Sementara dalam bahasa Jawa, cetol itu mencubit. Bisa mencubit tangan, pipi, paha dan lain-lain. Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menjepit ibu jari dan telunjuk atau jari lain (pipi, tangan, paha dan sebagainya)

Warga lain Sugeng mengaku heran muncul istilah nama warung kopi 'cetol'. Menurutnya warung kopi cetol mirip dengan kopi pangku.

"Kemungkinan istilah itu muncul karena banyak pramusaji warkop adalah perempuan yang sering dicubit oleh pengunjung," jelas Sugeng.

"Kalau kami tahunya warung kopi, ada istilah cetol atau pangku entah siapa yang buat. Mungkin karena pelayannya perempuan itu terus dicubit-cubiti," ujar Rahmat, warga yang ditemui terpisah.

Sementara salah satu pedagang berinisial DJ setelah ditertibkan petugas gabungan dari Polri, TNI, Disperindag dan Satpol PP Kabupaten Malang, Sabtu (4/1/2025), warung yang biasanya buka, kini memilih tidak beroperasi.

"Sudah tutup mas, nggak ada yang buka sekarang," tambahnya.

Perempuan berjilbab itu mengaku bahwa warkop yang ditertibkan banyak melibatkan para perempuan sebagai pelayan warung. Jumlah warung kopinya lebih dari 20 tempat dengan ukuran 3x3 meter.

"Iya banyak wanitanya sebagai pelayan. Yang suguhkan kopi kepada pembeli," ujarnya.

Saban hari warkop biasanya mulai beroperasi pukul 10.00 WIB sudah banyak dikunjungi pelanggan. Di mana mayoritas mereka anak-anak muda dan lelaki dewasa.

Jam operasional warung kopi itu berhenti atau tutup pada sore hari, atau sekitar pukul 15.00 WIB.

"Biasanya ramai mas. Kan warung kopinya banyak," tuturnya.




(mua/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads