Kata Psikolog Soal 4 Kasus Bunuh Diri dalam Sepekan di Jatim

Kata Psikolog Soal 4 Kasus Bunuh Diri dalam Sepekan di Jatim

Esti Widiyana - detikJatim
Jumat, 27 Des 2024 06:00 WIB
sad woman hug her knee and cry. Sad woman sitting alone in a empty room.
Ilustrasi. (Foto: Getty Images/spukkato)
Surabaya -

Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapapun melakukan tindakan serupa. Bagi pembaca yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan ke pihak-pihak yang dapat membantu seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.

Selama sepekan terakhir terdapat 4 kasus bunuh diri yang terjadi di Jawa Timur. Ada beragam permasalahan yang diduga melatarbelakangi aksi nekat korban itu. Psikolog pun menyampaikan pandangannya.

Dosen Psikologi Unair Margaretha memetakan 2 kelompok, yakni orang muda remaja dan dewasa. Orang muda melakukan upaya bunuh diri karena dampak persoalan yang cukup lama dari seseorang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa persoalan yang dia contohkan yakni gangguan mood, depresi, di bawah perasaan sedih, tidak berdaya, merasa tidak ada cara lain menyelesaikan persoalan selain dengan mengakhiri hidup. Artinya, kondisi putus asa yang berlarut dan tidak terselesaikan yang membuat seseorang nekat bunuh diri.

"Orang muda secara khas otaknya masih berkembang. Pada masa remaja masih terus belajar tentang mengambil keputusan. Jadi istilahnya kalaupun mereka mengambil keputusan, bisa tinggi kemungkinan melakukan kesalahan, karena implusif, kurang matang, karena belum bijak, belum banyak pengalaman, itu hal yang masuk akal," ujarnya.

ADVERTISEMENT

"Karena masih anak manusia, masih berkembang otaknya dan menambah pengalaman jadi memang bunuh diri menjadi salah satu hal yang salah diambil karena mereka belum matang mengambil keputusan. Itu perbedaannya," kata Margaretha saat dihubungi detikJatim, Kamis (26/12/2024).

Sedangkan pada orang dewasa atau orang yang sudah matang, karena banyaknya akumulasi persoalan yang sudah terjadi sepanjang hidup. Persoalan memang dihadapi, namun kemampuan menyelesaikan persoalannya lebih lemah daripada persoalan yang telah dihadapi.

"Jadi itu perbedaannya kita masih muda mengambil keputusan yang salah impulsif itu memang khas adalah anak muda. Namun bunuh diri dilakukan di masa dewasa, kemungkinan ini memang persoalannya berat, dan ditambah lagi pada saat ini berat, dan akumulatif, serta kesulitan penyelesaian masalah. Karena dia kapasitasnya lebih lemah daripada masalah yang dihadapi," katanya.

Margareta pun mengatakan penanganan terhadap mereka yang rentan berbeda-beda baik yang muda maupun yang sudah dewasa. Bila orang muda, maka perlu didampingi, diberi masukan yang sifatnya membangun, jangan membiarkan sendirian, karena mereka butuh teman yang lebih mengerti.

"Kalau orang dewasa, persoalan biasanya cukup komoleks memang membutuhkan bantuan yang sifatnya praktis. Apa yang bisa dibantu," ujarnya.

Ia juga menyampaikan, terutama bunuh diri pada orang muda, apalagi terjadi di lingkup perguruan tinggi. Hal ini sebenarnya perlu dijadikan kesempatan untuk refleksi, bagaimana memperlakukan orang muda yang mempunyai persoalan mental di sekitar.

Bila terjadi bunuh diri di kampus, bukan segera menutupi dan menyelesaikan kasus, tetapi menjadi satu titik di mana kampus, tempat pendidikan, tempat orang-orang muda bekerja, atau berkumpul untuk berani raising awareness.

Dia meminta kampus atau institusi tempat mereka bernaung menjadi lebih peka terhadap isu bunuh diri. Hal ini dia rasa sangat bagus untuk mematahkan stigma bahwa orang yang memiliki permasalahan mental itu karena kurang berdoa, tapi sebenarnya mereka membutuhkan teman.

"Bagaimana kita menjadi teman, nah itu jadi perbincangan yang bisa bergulir. Kalau kita mau refleksi atas kasus seperti ini, mengapa anak ini begitu merasa kesepian, tidak mampu menyelesaikan masalahnya dan harus mengambil bunuh diri, padahal teman-temannya, sebenarnya ada di sekitar," urainya.

"Berdasarkan psikologi, kalau orang sudah melakukan upaya bunuh diri sekali dan gagal, itu sebenarnya harusnya terus dimonitor, terutama dalam waktu yang dekat dengan usaha bunuh dirinya. Karena biasanya orang yang pernah melakukan usaha bunuh diri akan mengulangi lagi, karena masalahnya belum selesai. Kalau tidak ada pendampingan, bisa jadi berikutnya usaha bunuh dirinya berhasil dan mengakibatkan kematian," tambahnya.

Menanggapi masalah bunuh diri yang makin marak ini, Praktisi Psikolog Klinis dan Forensik Surabaya Riza Wahyuni SPsi MSi menyatakan ada banyak permasalahan di masyarakat. Baik pekerjaan, terjerat pinjol atau ekonomi, keluarga, asmara, hingga latar belakang masa lalu seperti korban kekerasan.

Banyak yang telah terjadi di masyarakat namun masalah itu disepelekan orang sekitar dan menganggap kehidupan semua manusia sama, serta pasti bisa melewati masalah. Setiap individu memiliki daya tahan psikologi yang berbeda-beda, kuat atau tidaknya mental seseorang bergantung pada masa lalu.

"Ketika memiliki keluarga yang perhatian, lingkungan sosial mendukung, ada tempat curhat yang baik, merasa mendapat perhatian keluarga dan sebagainya akan membuat dia mudah menghadapi situasi sulit. Tapi ketika ada masa lalu seperti kekerasan, tidak mendapatkan perhatian keluarga, pengasuhan yang salah, merasa dia selalu sendiri tidak ada tempat bercerita, itu akan lebih sulit menghadapi problematik ke kehidupannya," kata Riza.

Riza menyebut ada 3 pertolongan pertama psikologis yang bisa dilakukan kepada semua orang. Pertama lihat, apa yang menjadi urgency dari orang yang akan dibantu. Kedua, dengarkan cerita teman tanpa menyela, menyalahkan, dengarkan semua. Ketiga, mendampingi konsultasi kepada profesional terutama bila kondisinya sudah sampai menyakiti diri sendiri.

"Cukup itu yang dilakukan masyarakat untuk membantu. Pertolongan pertama psikologi agar tidak mengalami traumatik. Kalau trauma proses penyembuhannya berbeda. Ketika dia tidak mendapat dukungan, tidak meras orang lain yang memahami dirinya, dia tidak punya piluhan. Untuk mencegah, lakukan pertolongan pertama psikologi. Bantu siapapun yang ada di sekitar kita," ujarnya.

Pada intinya, penting menjadi seseorang yang peduli terhadap sekitar, apalagi yang sedang mengalami permasalahan. Karena sesungguhnya orang-orang yang melakukan upaya mengakhiri hidup itu membutuhkan sosok teman atau pendengar yang baik.

"Bila kondisi tidak berdaya dan merasa selalu sendiri, anda bisa menghubungi profesional seperti psikolog atau pemuka agama yang membuat lebih tenang. Depresi bukan berarti karena jauh dengan Tuhan, tetapi bisa cepat menolong diri sendiri dengan ke psikolog akan membantu lebih baik," pungkas Riza.




(dpe/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads