Rancangan undang-undang terkait penjualan anjing dan kucing yang diajukan oleh sejumlah aktivis pemerhati hewan ditolak oleh Badan Legislatif DPR-RI pada Kamis (21/11). Apa imbasnya jika RUU tersebut tak juga disahkan?
Aktivis pemerhati anjing dari Dog Meet Free Indonesia (DMFI) Mustika Chendra mengaku was was dengan ancaman penularan berbagai zoonosis dari bahaya mengkonsumsi anjing.
Selain itu, jika penjualan anjing dan kucing yang tidak diawasi dengan ketat juga berpotensi memicu transmisi penyakit yang kerap dibawa oleh anjing ke hewan ternak lainnya dan manusia.
"Dari 37 provinsi hanya yang bebas rabies tinggal 8. Saat ini Provinsi Jatim bebas rabies, Jateng bebas, Jawa Barat belum bebas. Bali Sampai detik ini belum bebas. Ini antara Bali bisa masuk ke Jawa Timur itu tidak menutup kemungkinan bisa terjadi karena ini harus adanya penetapan pengawasan di pintu masuk pengetatan kabupaten ataupun kota," ujar Mustika, Jumat (22/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mustika yang masih bertugas menjaga anjing-anjing di rumah penyekapan anjing di Banyuwangi yang akan dijual ke solo itu menambahkan, harapan saat ini hanya berada ditangani pemangku kebijakan tingkat kabupaten/kota seluruh Indonesia.
"Saya berharap dengan kasus ini minimal lah pemerintah di sini lebih memberikan surat edaran sebagai payung karena tidak adanya payung yang mengenai surat edaran pelarangan perdagangan daging anjing. Kalau ada kasus kayak gini penindakannya juga sulit itu yang saya tekankan kepada pemerintah di sini," kata Mustika berkaca pada kasus perdagangan anjing dari Banyuwangi ke Solo Raya.
Menurut Mustika, bahaya zoonosis yang bisa ditularkan lewat anjing di antaranya adalah rabies, kolera, hingga kencing darah. Dengan minimnya pengawasan dan perlindungan, transmisi bebas ini dikhawatirkan akan merugikan manusia.
(erm/iwd)