Warga Surabaya bernama Tio Soelayman mengaku diintimidasi Pemkot Surabaya atas tanah miliknya yang berlokasi di Jalan Lontar Babatan Kecamatan Wiyung. Intimidasi itu terjadi saat pihaknya akan melakukan pengurukan tanah dan penataan lahan.
Melalui kuasa hukumnya, Imam Syafi'i, pihaknya menjelaskan intimidasi itu dilakukan oleh Petugas Satpol PP Kota Surabaya pada Selasa (19/11/2024).
"Petugas Satpol PP Pemkot Surabaya melakukan intimidasi dengan memberikan Surat Panggilan Nomor: 500.10.9.8/15782/430.7.4/2024, tanggal 20 November 2024 yang ditandatangani oleh HERDAYANA WISTIANINGRUM S.Sos. Dalam surat panggilan tersebut, yang dipanggil adalah Pemilik Bangunan," ujar Imam saat dihubungi detikJatim, Jumat (22/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun pihaknya mempertanyakan siapakah pemilik bangunan yang dimaksud oleh petugas. Sebab di tanah itu belum didirikan bangunan apapun.
"Dibuat juga berita acara yang isinya telah dilakukan tinjau lahan bersama DPRKPP, Kelurahan Babatan dan Kecamatan Wiyung, terdapat kegiatan pengurukan tanah dan penataan lahan. Yang menjadi pertanyaan kami adalah apakah untuk kegiatan pengurukan tanah dan penataan lahan perlu izin," beber Imam.
Imam menuturkan bahwa objek tanah yang dimaksud telah dimiliki kliennya sejak tahun 2007, saat itu ia berpartner dengan Gunawan Soekotjo. Kemudian atas kesepakatan, tanah itu dipecah dalam 3 Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Dalam perkembangannya klien saya memberikan kuasa ke Gunawan Soekotjo untuk mengurus izin mendirikan bangunan (IMB). Untuk menindaklanjuti IMB itu klien saya mencoba melakukan pengurukan dan pemerataan tanah," tutur Imam.
Namun saat hendak melakukan pemerataan lahan, ternyata di objek itu telah dibangun pagar yang mengelilingi tanahnya sehingga alat berat tidak bisa masuk untuk melakukan proses.
Pagar itu diduga milik salah satu perusahaan besar. Selain itu, IMB milik Tio juga dicabut oleh pihak Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (DPRKP) Kota Surabaya.
"Kemudian IMB kami dicabut tanggal 28 Februari 2024 dengan alasan belum melakukan pembangunan. Bahwa klien kami bukan tidak mau membangun, tetapi tidak bisa melakukan pembangunan karena askses masuk ke lokasi dipagar keliling dan pagar tersebut dibangun atau didirikan di atas sempadan jalan," jelas Imam.
Imam pun kini mempertanyakan pembiaran yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya terhadap perusahaan yang melakukan pemagaran sepihak di lahan kliennya.
"Dalam hal ini pihak Pemerintah Kota Surabaya justru melakukan pembiaran. Mengapa pihak Pemkot Surabaya menyalahkan klien kami," tuturnya.
Pihaknya pun enggan menghadiri pemanggilan yang dilakukan DPRKP. Imam mengatakan saat ini tengah melakukan upaya banding sebab diduga ada konflik kepentingan dalam kasus ini.
"Kami masih lakukan administratif banding ke Pj Gubernur Jatim. Kemudian saya ke PTUN setelah menerima jawaban dari Gubernur," pungkas Imam.
(abq/fat)