Geger Temuan 50 Residu Beracun di Anggur Muscat, Begini Kata BPOM RI

Kabar Nasional

Geger Temuan 50 Residu Beracun di Anggur Muscat, Begini Kata BPOM RI

Suci Risanti Rahmadania, Averus Kautsar - detikJatim
Selasa, 29 Okt 2024 18:49 WIB
Anggur muscat
Anggur Muscat. (Foto: iStock)
Surabaya -

Residu bahan kimia berbahaya di atas tingkat maksimum yang diiziinkan di Thailand ditemukan dalam sebagian besar sampel anggur shine muscat. Temuan ini diumumkan oleh Dewan Komsumen Thailand, The Thai Pesticide Alert Network (Thai-PAN) yang memperingatkan tentang kontaminasi tersebut.

Thai-PAN, Dewan Konsumen Thailand atau Thailand Consumers Council (TCC) dan Food and Drug Administration (FDA) mengungkapkan hasil uji laboratorium terhadap sampel anggur shine muscat itu pada Kamis.

"TCC membeli 24 sampel anggur populer dari berbagai lokasi termasuk dua dari toko daring, tujuh sampel dari toko buah dan pasar segar, serta 15 dari supermarket, pada tanggal 2 dan 3 Oktober. Harganya berkisar antara 100 (atau sekitar Rp 46 ribu) hingga 699 baht (atau sekitar Rp 300 ribu) per kilogram," kata Prokchon Usap, koordinator Thai-PAN, dilansir dari detikHealth mengutip Bangkok Post, Selasa (29/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari total 24 sampel tersebut, hanya 9 sampel yang dapat diidentifikasi sebagai barang impor dari China. Sedangkan 15 sampel lainnya tak dapat diidentifikasi.

"Sangat mengejutkan ketika kami melihat bahwa 23 dari 24 sampel mengandung residu pestisida yang melebihi batas yang diizinkan," imbuh Prokochon.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan laporan tersebut, TCC mengaku telah membeli 24 sampel anggur populer dari berbagai lokasi termasuk dua dari toko daring. Sedangkan 7 sampel dari toko buah dan pasar segar, serta 15 dari supermarket.

Satu sampel ditemukan mengandung klorpirifos, insektisida yang dilarang di Thailand. Sebanyak 22 sampel lainnya mengandung 14 residu kimia berbahaya yang melebihi batas aman 0,01 mg/kg dan menghasilkan 50 residu pestisida lainnya. Sedangkan 22 di antaranya belum dinyatakan berdasarkan hukum Thailand, seperti triasulfuron, cyflumetofen, tetraconazole, dan fludioxonil.

"Tiga puluh tujuh dari 50 zat beracun yang ditemukan adalah pestisida sistemik (terhitung 74%), yang berpotensi tertinggal di dalam jaringan anggur sehingga sulit untuk dicuci," demikian temuan tersebut.

Thai-PAN dan TCC pun mendesak Kementerian Kesehatan Masyarakat Thailand untuk segera mengambil tindakan, termasuk memerintahkan importir dan distributor untuk mencantumkan negara asal anggur Shine Muscat yang diimpor.

Malaysia Turut Menyelidiki

Kementerian Kesehatan Malaysia turut melakukan pemeriksaan mendalam terhadap anggur shine muscat yang diimpor ke Negeri Jiran. Kementerian Kesehatan setempat mengungkapkan bahwa 234 sampel anggur telah dianalisis oleh Program Kualitas dan Keamanan Pangan.

"Empat sampel tidak memenuhi batas residu maksimum (BMR), tetapi ini tidak melibatkan anggur muscat," kata Kemenkes Malaysia dalam sebuah pernyataan dikutip dari The Star.

Pihaknya menambahkan pengiriman anggur muscat berikutnya akan diperiksa menggunakan mekanisme uji, penahanan, dan pelepasan. Dalam prosedur ini, pengiriman makanan harus ditahan dan diambil sampelnya oleh pihak berwenang.

Persetujuan hanya akan diberikan jika hasil analisis mematuhi MRL, dan larangan impor akan diberlakukan jika terjadi pelanggaran berulang.

Reaksi BPOM RI

Kabar anggur shine muscat di Thailand mengandung kontaminasi sekitar 50 zat kimia berbahaya menjadi sorotan. Tidak sedikit yang meminta agar BPOM RI turut mengambil langkah strategis untuk mengawasi peredaran buah tersebut.

"Di toko buah dan swalayan banyak yang menjual anggur jenis ini, tolong BPOM ikut turun tangan jangan diam saja," tulis komentar warganet terkait peredaran anggur muscat.

"Indo gimana nih BPOM?" tulis warganet lainnya.

Mengenai hal itu, Kepala BPOM RI Taruna Ikrar mengatakan pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian. Hal ini dilakukan untuk memeriksa apakah residu dari anggur tersebut juga ditemukan di pasar Indonesia.

Hingga saat ini Taruna mengatakan belum ada temuan atau laporan terkait adanya kandungan residu pestisida pada anggur shine muscat di pasaran Indonesia.

"Tetapi kami akan berkoordinasi secara ketat (dengan) badan karantina di departemen pertanian karena kan masuknya ke negara kita lewat situ. Sekaligus Badan POM akan menjalankan tahapan berikutnya yaitu melakukan sampling ke beberapa toko-toko atau pasar yang bisa berdampak kepada masyarakat," kata Taruna di Gedung DRR-RI, Selasa (29/10/2024).

Taruna menjelaskan jenis residu pestisida bisa bermacam-macam. Apabila dikonsumsi masyarakat, dapat meningkatkan risiko kanker, kerusakan hati, hingga penyakit lainnya.

"Bisa menyebabkan kanker, kerusakan hati, bisa berbagai macam penyakit tambahan dan itu tentu akan menjadi concern kami. Kami setelah dari ini akan bertindak. Mulai hari ini akan berkoordinasi dengan kementerian terkait," tandasnya.

Bahaya Pestisida pada Kesehatan

Di sisi lain, pestisida biasanya digunakan petani untuk melindungi tanaman dari serangga, kuman, hewan pengerat. Sisa bahan kimia atau residu dari pestisida biasanya masih menempel lantaran tidak mudah dihilangkan dengan air biasa.

Ketika residu pestisida tersebut masuk ke dalam tubuh, hal ini bisa memicu masalah kesehatan. Ada banyak bahaya kesehatan yang terkait dengan penggunaan pestisida.

Dikutip dari Only My Health, beberapa laporan menunjukkan bahwa kadar pestisida yang tinggi dalam makanan memicu perkembangan penyakit seperti kanker, penyakit ginjal, dan paru-paru.

Anak-anak memiliki organ yang masih berkembang, sehingga rentan terhadap infeksi dan penyakit. Paparan terhadap residu kimia yang tinggi ini dapat menyebabkan kanker pada anak-anak, masalah kesehatan mental seperti autisme dan gangguan hiperaktivitas akibat kurangnya perhatian.

Jika seorang wanita hamil mengonsumsi buah yang mengandung residu pestisida, janinnya mungkin akan terpengaruh dan mungkin menghadapi komplikasi saat melahirkan. Risiko kesehatan lain terkait dengan bahan kimia berbahaya ini termasuk mual, diare, kram perut, pusing, dan kecemasan.

Artikel ini sudah tayang di detikHealth. Baca selengkapnya di sini.




(dpe/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads