Boeing Kristiawan (57), warga Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, berinovasi dengan menciptakan padi raksasa sejak tahun 2002. Saat ini, inovasi padi raksasa yang dinamai "Petani Indonesia Menggugat" alias PIM itu sudah memiliki versi ke-6.
Ditemui detikJatim, Boeing mengakui produk padi PIM merupakan hasil dari penemuannya dan rekannya. Awalnya penemuan padi raksasa itu disebut dengan PIM 1 dan diluncurkan secara gratis kepada masyarakat pada tahun 2018. Seiring berjalannya waktu, inovasi perbaikan dalam padi PIM terus dilakukan hingga saat ini PIM ke-6.
"Iya awalnya kami ciptakan PIM 1 itu hampir 7 tahun setelah riset dan sebagainya. Kemudian di 2018 kami bagikan kepada petani sekitar secara gratis. Tapi untuk perawatannya semua harus sesuai dengan SOP kami yang semua serba organik," terangnya, Kamis (24/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kata Boeing, saat itu PIM 1 cukup dikagumi masyarakat karena menghasilkan padi yang lebih besar daripada padi umumnya. Namun, Boeing memilih tidak memproduksi PIM 1 karena dijual secara bebas di marketplace oleh orang tak bertanggungjawab. Padahal, PIM 1 diciptakan dan diberikan secara cuma-cuma untuk para petani.
"Dari dulu kami tidak menjual benih padi PIM, tapi karena saat itu tiba-tiba ada yang menjual dan entah itu benar atau tidak produknya. Kami terpaksa men-stop produksi, karena memang itu kami berikan secara gratis sampai dengan membantu petani mengolah tanaman secara organik," jelasnya.
Padi raksasa berupa PIM 2 hingga PIM 5 terus disempurnakan melalui riset dan persilangan produk padi terbaik. Pada PIM 5, dilakukan uji coba untuk produk padi berwarna pink dengan kandungan gizi yang cocok untuk diabetes.
"Yang unik itu PIM 5 karena warnanya pink dan cocok untuk yang punya diabetes. Tapi sampai dengan saat ini yang masih banyak ditanam adalah PIM 6, ini yang kami sebarluaskan sekitar tahun 2021," kata Boeing yang juga petugas penyuluh lapangan (PPL) pertanian di Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Blitar.
Meski menjadi ASN, Boeing mengaku tak mudah mengurus sertifikasi hak paten dan sebagainya untuk PIM 2-6. Itu sebabnya, Boeing tidak mempermasalahkan sertifikasi dan memilih membagikan secara gratis kepada petani.
"Enggak ada (Sertifikasi), hanya PIM 1 dulu yang ada itu juga dibantu diurus oleh Bupati yang dulu. Sekarang enggak ada, gak apa - apa yang penting tetap bisa digunakan oleh masyarakat," terangnya.
Boeing menyebut, tak hanya petani di wilayah Kabupaten Blitar yang menerapkan atau menanam padi PIM 6. Tetapi sejumlah petani dari Tulungagung, Madiun, Gunungkidul, dan sebagainya.
Menurutnya, menanam padi PIM tak membutuhkan banyak biaya. Itu karena menggunakan perawatan serba organik. Mulai dari pupuk dan obat-obatan anti hama yang bisa diproduksi sendiri.
"Jujur saja saya selalu siap kalau diminta untuk mengajari petani untuk membuat pupuk dan obat organik. Karena itu bisa menekan pengeluaran mereka, beda dengan padi umumnya yang pakai pupuk dan obat kimia," kata Boeing.
Boeing juga mengakui padi PIM diciptakan untuk kedaulatan petani. Khususnya dalam mengembalikan efektifitas petani dalam menanam secara organik seperti sebelumnya. Tidak menggunakan pupuk dan obat kimia yang dapat merusak lingkungan.
"Pada dasarnya yang kami lakukan untuk kedaulatan pangan dan petani, kembali seperti dulu menggunakan pupuk organik hewan ternak dan obat dari bakteri organik lainnya. Nah, dengan begitu mereka bisa menekan pengeluaran tapi produktivitas lebih tinggi. Harapan kami ini juga bisa dikembangkan oleh pemerintah, dan bisa mengurangi beban subsidi pupuk kimia," tandasnya.
(dpe/fat)