Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi kepada siapapun untuk melakukan tindakan serupa. Bagi Anda pembaca yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Kota Pahlawan digegerkan 2 kasus mahasiswa diduga bunuh diri dalam sebulan terakhir. Kedua kasus itu terjadi dalam kurun waktu pertengahan September hingga awal Oktober. Keduanya kasus ini pun mirip, karena masing-masing mahasiswa yang menjadi korban diduga lompat dari gedung kampus.
Peristiwa pertama terjadi pada Rabu, 18 September 2024. Seorang mahasiswa Universitas Ciputra (UC) berinisial SN (20) ditemukan meninggal di halaman sebuah kafe yang berada di samping gedung kampus UC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perempuan itu diduga sengaja melompat dari lantai 22 gedung kampus. Sebelum kejadian itu SN sempat mengirimkan pesan terakhir kepada sahabatnya yang mengisyaratkan dia merasa putus asa akibat masalah asmara. Korban dikenal sebagai mahasiswa yang baik dan tidak memiliki masalah akademik.
Dalam penyelidikan yang dilakukan polisi, ditemukan rekaman CCTV yang menunjukkan SN mengendarai sepeda motor ke kampus dan berjalan ke lift sambil mengamati sekitar.
Akibat jatuh dari ketinggian itu korban mengalami luka parah pada bagian kepalanya. Polisi pun menemukan sejumlah barang pribadi SN seperti sepatu, handphone, dan tas di lokasi kejadian.
Barang-barang korban itu ditemukan berdasarkan pesan terakhir korban yang meminta maaf kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya, seta meminta tolong agar memberitahu satpam bila ada barangnya yang tertinggal di lantai 22.
Polisi menyimpulkan pemicu bunuh diri yang dilakukan SN adalah masalah asmara. Pesan yang dikirim ke sahabat dan mantan kekasihnya menunjukkan bahwa korban masih merasa cinta meski sudah putus.
Universitas Ciputra menyatakan berduka cita mendalam atas kejadian ini dan menegaskan bahwa SN dikenal sebagai pribadi yang baik serta tidak memiliki masalah akademik.
Pihak universitas juga mengingatkan pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental, terutama di kalangan mahasiswa yang mungkin menghadapi tekanan secara emosional karena berbagai hal.
Tidak sampai sebulan setelah warga Surabaya digegerkan dengan kematian mahasiswa UC yang diduga bunuh diri, hari ini seorang mahasiswa laki-laki Petra Christian University ditemukan tergeletak di halaman kampus diduga sengaja melompat dari lantai 12 gedung Q kampus PCU.
Peristiwa itu terjadi Selasa siang pukul 10.45 WIB. Saksi mata melaporkan mahasiswa berinisial R itu jatuh dengan posisi kepala terlebih dahulu. Kapolsek Wonocolo, Kompol M Soleh menyatakan pihaknya sedang mendalami motif di balik kejadian itu. Penyebab pasti dugaan bunuh diri ini belum terungkap.
Dua kasus dugaan bunuh diri ini tentu mengguncang dunia pendidikan di Surabaya. Isu kesehatan mental mahasiswa dan kalangan generasi pun mencuat menjadi bahan perbincangan. Ada banyak faktor penyebab yang berkontribusi, termasuk tekanan akademik dan masalah pribadi.
Psikolog Riza Wahyuni menyatakan pentingnya deteksi dini masalah kesehatan mental dan dukungan emosional dari orang-orang terdekat korban. Dia juga menyebutkan fenomena suicide memang meningkat akhir-akhir ini. Mirisnya, korban didominasi usia produktif yakni remaja hingga dewasa awal.
Riza menjelaskan pengalaman traumatis seperti bencana, masalah keluarga, atau kekerasan bisa mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Gejala yang muncul meliputi kecemasan, kesulitan berkonsentrasi, penurunan produktivitas, bahkan munculnya pikiran menyakiti diri sendiri.
Dia pun menekankan bahwa bila perasaan sedih atau cemas itu berlangsung lebih dari 2 minggu bahkan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari, orang-orang terdekat bisa menyarankan dia untuk mencari bantuan.
Riza menekankan tiga langkah penanganan pencegahan. Pertama, lihat kondisi fisik dan emosi orang itu. Kalau ada tanda-tanda sedih berkepanjangan, segera bawa mereka ke unit gawat darurat (IGD).
Kedua, dengarkan keluhan mereka tanpa menyela. Berikan ruang bagi mereka untuk meluapkan emosi, termasuk menangis. Terakhir, bila perlu rujuk mereka kepada profesional seperti psikolog atau psikiater mengingat sudah banyak tersedia layanan kesehatan mental di RS maupun praktik pribadi.
Dia berharap kejadian ini menjadi momentum meningkatkan kesadaran akan pentingnya dukungan mental bagi siapa pun yang mengalami masalah kesehatan mental. Universitas juga diharapkan memperkuat program dukungan psikologis untuk mencegah tragedi serupa di masa depan.
(dpe/iwd)