Kapolres Mojokerto AKBP Ihram Kustarto memberikan kado spesial kepada Amad, veteran Polisi Istimewa tepat pada Hari Juang Polri ke-79. Amad merupakan pejuang yang terlibat langsung dalam peristiwa bersejarah perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya.
Kedatangan Ihram disambut riang oleh Amad. Kakek berusia 102 tahun ini memakai seragam veteran lengkap dengan sejumlah medali penghargaan atas perjuangannya di masa lalu. Ia juga menangis haru lantaran baru kali ini dikunjungi langsung Kapolres Mojokerto.
Senyumnya kian merekah saat Ihram mengajaknya jalan-jalan. Amad diajak mengenang masa lalunya tatkala masih menjadi anggota Polisi Istimewa yang harus berpatroli dan berjuang melawan penjajah. Untuk itu, keduanya mengendarai mobil klasik Mercedes Benz 200 W115 milik Ihram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ajak beliau napak tilas untuk patroli. Karena pada masanya, beliau menjelajah Jatim sampai Sulawesi, terutama di Surabaya dan Mojokerto. Saya sengaja menggunakan kendaraan klasik untuk menyajikan nuansa klasik. Di satu sisi saya menaruh apresiasi dan rasa hormat dan juga saya meneladani apa yang sudah beliau lakukan," terang Ihram kepada wartawan di rumah Amad, Desa Pesanggrahan, Kutorejo, Mojokerto, Rabu (21/8/2024).
Di tengah jalan, Ihram dan Amad mampir di sebuah rumah makan Desa Pandanarum, Pacet. Sembari menikmati hidangan, Amad banyak menceritakan pengalamannya sejak menjadi Heiho (pembantu tentara Jepang) sampai menjadi Polisi Istimewa yang dipimpin M Jasin.
"Beliau bercerita banyak bagaimana Polisi Istimewa memperjuangkan keberadaan polisi tentunya dalam rangka mengusir penjajah Belanda dan Jepang," ujar Ihram.
Meski usianya 1 abad lebih, veteran kelahiran Margoyoso, Kelurahan Kedungdoro, Tegalsari, Surabaya pada 7 Februari 1922 ini menunjukkan semangat perjuangan yang membara. Beberapa kali ia meneriakkan kata 'merdeka' sembari mengepalkan tangan kanannya ke atas. Ia juga masih mampu berjalan sendiri dengan lancar.
Tak sampai di situ saja, Ihram menyerahkan 3 kado spesial lainnya kepada Amad. Yaitu berupa lukisan potret Mbah Amad dengan tulisan 'Perjuanganmu dan Jasamu Takkan Pernah Tergantikan'. Juga 1 paket sembako dan uang sebagai tali asih. Sontak suasa haru kembali pecah karena Amad tak sanggup menahan air matanya.
"Masih di nuansa HUT ke-79 Kemerdekaan RI dan Hari Juang Polri, kami memuliakan para veteran Polri sebagai bentuk apresiasi kami karena mereka sudah berjuang melalui Polisi Istimewa di bawah kepemimpinan M Jasin," jelas Ihram.
Di akhir perjumpaan mereka, Amad berpesan 3 hal kepada Ihram. Yaitu jangan pernah melawan perintah pimpinan, selalu taati peraturan, serta hormati kedua orang tua. Kepada wartawan, Amad berulang kali menyampaikan terima kasihnya kepada Kapolres Mojokerto.
"Baru kali ini Kapolres peduli dengan veteran. Saya terima kasih kepada pejabat yang peduli dengan pejuang. Saya sangat bangga," cetusnya.
Ketika tentara Jepang menjajah Indonesia tahun 1942, para pemuda yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan layak, direkrut menjadi Heiho. Begitu pula dengan Amad. "Jepang kemudian membentuk Polisi Istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai) Saya masuk PI karena tubuh saya besar saat itu," ungkapnya.
Amad mengaku terlibat langsung dalam pengumpulan senjata tentara Jepang, Heiho dan Pembela Tanah Air (Peta) di gedung sekolah Kristen Don Bosco, Surabaya. Kala itu, Jepang menyerah kepada Sekutu setelah negaranya dibom atom oleh Amerika Serikat. Secara otomatis, Peta dan Heiho pun bubar.
Namun, Amad terus berjuang bersama Polisi Istimewa yang dikomandoi M Jasin. Ia terlibat langsung dalam peristiwa bersejarah perobekan bendera Belanda di atap Hotel Yamato, Surabaya pada 19 September 1945. Amad menegaskan para pejuang yang merobek bendera Belanda adalah anak-anak remaja yang usianya belasan tahun.
"Saya menyiapkan tangga untuk naik ke atas hotel. Saya pegang tangga itu, yang lain mencari tangga tambahan karena kurang tinggi. Waktu itu tidak ada takut kematian. Anak-anak naik berhasil merobek bendera Belanda. Setelah itu lari semua turun. Dari dalam hotel ada tembakan 6 kali. Orang-orang lari, saya ikut lari," tuturnya.
Amad juga ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan RI. Salah satu momen bersejarah yang ia ingat adalah saat mengambil senjata tentara Jepang di sekolah Kristen Don Bosco, Surabaya. Bersama rekannya sesama Polisi Istimewa, ia berhasil membuka gembok pintu gerbang sekolah tersebut. Kemudian pintu besar gedung didorong banyak orang sampai terbuka.
"Bung Tomo keluar panggil tukang becak untuk mengangkut senjata untuk dikumpulkan di Embong Mawar. Ratusan senjata. Sorenya saya menunjukkan kalau di lokasi yang sama ada amunisi juga. Sehingga semua amunisi diangkut ke Embong Mawar," terangnya.
Selanjutnya, Amad melatih para pemuda menggunakan senjata api. Karena ia mantan anggota Heiho yang pernah digembleng skill militer oleh tentara Jepang.
"Saya dipanggil karena bekas Heiho. Saya ajari para pemuda. Enaknya senjata Jepang itu kaliber satu macam. Satu minggu kemudian 20 pesawat dari timur, tapi tidak menembak. Penduduk Surabaya mulai mengungsi sehingga dikatakan Surabaya kota mati," tandasnya.
(abq/iwd)