Tingginya kasus Pernikahan Dini (PD) Jawa Timur menjadi sorotan sejumlah akademisi Kabupaten Probolinggo. Tak terkecuali dari Universitas Zainul Hasan (UNZAH) Genggong.
Angka pernikahan dini di Jawa Timur bisa juga dilihat dari permintaan Dispensasi Kawin (DK) yang cukup tinggi. Pada tahun 2023 sebanyak 12.334 DK di Jawa Timur. Angka ini belum mencakup pernikahan dini yang dilakukan secara siri.
Kabupaten Probolinggo juga menjadi salah satu daerah yang cukup tinggi kasus pernikahan dini. Sepanjang 2023, Pengadilan Agama (PA) Kraksaan menerima 892 perkara Dispensasi Kawin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu membuat Kabupaten Probolinggo ada di urutan ketiga di Jawa timur paling tinggi kasus pernikahan dini nya.
Rektor UNZAH Genggong, Abdul Aziz Wahab mengatakan dengan kondisi ini, pihaknya akan mengambil langkah konkret dalam mengurangi angka pernikahan dini di Jawa Timur, khususnya
Kabupaten Probolinggo.
"Kita akan meningkatkan kontribusi perguruan tinggi dalam menekan angka pernikahan dini, seperti melalui edukasi tentang bab nikah kepada mahasiswa dan masyarakat," kata Aziz, Minggu (11/8/2024).
Hal itu diungkapnya dalam sosialisasi MUI Jawa Timur yang dikemas Sarasehan dengan tema 'Fenomena Dispensasi Nikah dan Bahaya Pernikahan Dini' di Aula KH. Hasan Saifurridzal, UNZAH Genggong.
Selain itu, menurut Aziz, pihaknya pun juga telah mempersiapkan progam pra penyuluh Pendidikan agama dengan melibatkan 30 mahasiswa yang akan dibekali dengan aqidah nikah dan pengetahuan tentang nikah dalam konteks syariat.
"Setelah ini kita akan melatih sejumlah mahasiswa untuk bisa turun dan ke masyarakat memberikan pemahaman tentang pernikahan. Tentu dibekali dengan keilmuan yang mempuni," ungkap Kepala Biro Pesantren Genggong itu.
Sementara itu, Ketua Komisi Pendidikan MUI Jawa Timur, Turhan Yani menyebut, jika kasus pernikahan dini masih banyak ditemui di masyarakat Jawa Timur. Bahkan, alangkah baiknya masyarakat menghindari pernikahan dini.
Sebab, menurutnya, dalam pernikahan dini sangat memerlukan kesiapan mental yang cukup agar tidak berdampak negatif pada kehidupan rumah tangga dan bahkan bisa berujung perceraian serta anak menjadi korban.
"Kita harus memastikan bahwa anak-anak kita siap dalam segi apapun, termasuk secara mental sebelum melangsungkan pernikahan. Jangan sampai pernikahan dini dilakukan tanpa kesiapan yang matang," ungkapnya.
"Kami harap dapat memberi pemahaman kepada masyarakat tentang dampak negatif pernikahan dini. Dengan adanya sharing bersama para tokoh agama dan masyarakat, termasuk perguruan tinggi, diharapkan ada langkah edukasi yang lebih intensif kepada masyarakat," pungkasnya.
(abq/iwd)