Guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen di lingkungan kampus. Belakangan mencuat dugaan praktik jual beli jabatan profesor melibatkan oknum di internal sejumlah kampus Jawa Timur.
Berdasarkan informasi yang diterima detikJatim, ada sejumlah dosen yang rela menyiapkan anggaran antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta untuk mendapatkan jabatan sebagai seorang profesor di kampus.
Ada sindikat di balik praktik jual beli jabatan guru besar ini yang disebut terdiri dari asesor, oknum Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) VII Jatim, serta oknum di Kemendikbudristek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Narasumber detikJatim yang merupakan pejabat akademik salah satu kampus swasta di Jawa Timur membenarkan adanya praktik seperti itu. Dosen berinisial R itu menyebutkan nominalnya memang di rentang nilai tersebut.
"Faktanya memang ada jual beli jabatan gubes (guru besar) itu. Nilainya juga tidak kecil, ada berupa uang atau barang senilai Rp 200-300 juta," kata R kepada detikJatim, Jumat (9/8/2024).
Namun, biaya ratusan juta itu tidak termasuk pemenuhan syarat khusus seperti karya ilmiah atau jurnal internasional bereputasi. Menurutnya untuk 1 jurnal harganya mulai Rp 35 -75 juta tergantung kualitasnya.
"Jurnal internasional ada sindikatnya juga, kepengurusan sendiri sindikatnya. Semakin banyak yang dipesan, ya borongan. Ini sudah informasi mulut ke mulut di perguruan tinggi. Makanya dewan guru besar protes minta disidik," ujarnya.
Dia juga menyebut modus yang dilakukan sindikat jual beli jabatan gubes di perguruan tinggi. Petunjuknya adalah, semua itu berawal dari bimbingan teknis (Bimtek).
"Modus awal diminta bimtek nanti lobi-lobiannya di situ," ujarnya.
R sendiri mengaku sebetulnya dirinya hendak mengurus agar mendapatkan jabatan profesor di kampusnya. Tapi dia urungkan niat itu karena merasa malu dengan praktik seperti itu.
"Mau urus profesor males, karena sudah rusak. Malu lah," pungkasnya.
(dpe/iwd)