Khoirul Badriyawan (29) dan Leni Narasari (27), pasangan suami istri asal Kelurahan Sogaten, Manguharjo, Kota Madiun mengeluhkan penanganan persalinan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Al Hasanah. Sebab, mereka harus kehilangan buah hatinya usai menjalani persalinan di RS yang berada di Jalan Sri Rejeki tersebut.
Kepada detikJatim Leni mengaku dirinya masuk IGD RSIA Al Hasanah pada Jumat 26 Juli 2024 sekitar pukul 22.00 WIB. Itu setelah Leni merasa ada cairan bening atau ketuban keluar atau pecah sejak 25 Juli 2024 sekitar pukul 21.30 WIB.
"Awalnya saat tanggal 25 Juli kemarin ada cairan seperti ketuban kemudian kira putuskan untuk ke RS soalnya tanggal 26-7-2024 itu bertepatan dengan HPL saya (berdasarkan jadwal dari dokter kandungan)," ujar Leni saat dikonfirmasi detikJatim Senin (5/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai sana (RSIA Al Hasanah) pukul 22.00 WIB dan dicek pembukaan masih pembukaan satu. Tetapi ketubannya sudah pecah dan mengucur terus-menerus. Setelah itu tidak ada penanganan lagi. Sehabis dicek dan ganti pakaian rumah sakit saya dipindah ke kamar pasien dan keadaan waktu dibuat jalan ketuban masih keluar mengucur terus-menerus," sambung Leni.
Leni menuturkan setelah berganti baju RSIA, oleh perawat dirinya diminta tiduran dan memakai popok agar air ketuban tak bocor ke kasur. "Selama di kamar pasien petugas hanya mengecek DJJ dan kecukupan air ketuban tetapi tidak mengecek perubahan warna ketuban dan petugas tidak ada yang stay siaga," papar Leni.
Leni menambahkan saat itu tak ada perawat yang berjaga. Padahal saat itu ketubannya masih terus keluar dan berceceran di lantai. Akibatnya, suaminya harus rela mengepel lantai.
"Tidak ada perawat yang stay siaga sampai sekitar jam 01.00 saya kembali BAK dan waktu saya lihat di popok warna ketuban sudah menguning dan ada lendir darah dan saat itu ada petugas yang jaga masuk ke kamar tapi tidak ada penanganan sama sekali," jelas Leni.
"Saya bilang 'mbak maaf ya ketuban nya keluar terus menerus ini dari tadi' lalu di jawab 'iya mbak gak papa kalau ketuban sudah keluar memang begitu keluar terus menerus makanya jangan minum terus ya mbak' lalu petugasnya bilang 'mbak sering minum?'," ucap Leni menirukan perawat.
"Jam 08.00 WIB pagi saya dicek lagi pembukaan masih pembukaan 2, sedangkan ketuban saya sudah keluar terus menerus dan perut saya sudah mulai lemas. Lalu petugas menginformasikan kalau saya harus menunggu operasi sc pukul 12.30 WIB jadi saya harus disuruh menunggu yang sangat lama kalau dihitung dari mulai ketuban pecah keluar terus menerus sampai masuk operasi itu 15 jam," imbuh Leni.
Namun sayang usai operasi, bayi yang dikandung Leni lahir dengan kondisi buruk. Sang bayi diduga keracunan karena terlalu banyak menelan air ketuban yang berwarna hijau.
"Anak bayi saya meninggal dunia akibat terhirup air ketuban yang sudah tercampur mekonium karena tidak ada penanganan sama sekali selama 15 jam dari pertama air ketuban saya mengucur," sesal Leni.
Hal senada juga disampaikan oleh Khoirul, suami dari Leni yang menyayangkan tindakan RSIA Al Hasanah dinilai kurang sigap hingga bayi perempuan yang dilahirkan istrinya meninggal saat dirujuk ke RSUD dr Soedono Madiun.
"Meninggal saat sudah dirujuk ke RSUD dr Soedono. Dokter RSUD dr Soedono bilang bahwa kurang cepat penanganan pihak RSIA Al Hasanah," ungkap Khoirul.
Khoirul menyebutkan bahwa surat keterangan penyebab kematian bayinya berbeda dengan yang disampaikan oleh dokter RSIA Al Hasanah. "Surat keterangan berbeda jika katanya secara lisan bilang jika bayi saya keracunan air ketuban. Tapi di keterangan tertulis penyebab kematian karena kondisi bayi yang tidak sehat," beber Khoirul
Koirul menyayangkan belum ada itikad baik pihak RSIA untuk meminta maaf. "Kami menyayangkan belum ada itikad baik sekedar permintaan maaf," tandasnya.
(abq/hil)