Tahun ajaran baru 2024/2025, beberapa sekolah di daerah Jawa Timur mendapat sedikit siswa baru. Bahkan ada yang tidak mendapat siswa baru sama sekali.
Salah satunya SDN 1 Bajang Ponorogo tahun ini hanya mendapat 1 siswa baru. Di Bawean, Gresik, malah mendapat 4 anak didik baru.
Pakar Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof Dr Muchlas Samami menyebut ada tiga kemungkinan menyebabkan sekolah tidak mendapat murid baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Populasi Anak Menurun
Menurut Prof Muchlas, saat ini jumlah anak sekolah mulai menurun. Kemudian berdampak pada jumlah siswa baru.
"KB berhasil populasi anak menurun. Jumlah usia anak sekolah turun, ada sekolah tidak kebagian karena ada sekolah lain. Berarti KB berhasil," kata Prof Muchlas saat dihubungi detikJatim, Rabu (17/7/2024).
2. Kesadaran Orang Tua terhadap Mutu Pendidikan Anak
Prof Muchlas melihat ada kejadian menarik, Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau sekolah swasta yang jaraknya tidak sampai 1 Km ada 2 kelas. Menurutnya ada gejala orang tua lebih senang memasukkan anak di sekolah bermuatan agama.
"Kesadaran orang tua semakin baik terhadap mutu pendidikan. Tampaknya kalau saya pelajari, ini gejala keraguan orang tua, perhatian orang tua terhadap perkembangan situasi di luar, anak mulai nggak baik. Anak sekarang pegang HP, dari medsos tahu ada anak bertengkar dan lainnya," ujarnya.
3. Kesadaran Budi Pekerti
Berdasarkan analisis Prof Muchlas yang dilakukan sejak 2-3 tahun lalu, keadaan ekonomi orang tua mulai membaik, khususnya generasi muda. Generasi saat ini umumnya paham pendidikan yang baik seperti apa.
"Akhirnya mereka senang menyekolahkan ke sekolah swasta walaupun bayar dibanding negerj yang tidak bayar. Anak muda punya anak semakin banyak, sekolah swasta yang bayar sering kebanjiran murid, negeri ga bayar malah ga kebagian. Karena orang tidak yakin tentang mutu pendidikan. Kesadaran budi pekerti," jelasnya.
Baginya, dampak PPDB Zonasi tidak terlalu berpengaruh terhadap sekolah yang tidak mendapatkan siswa. Ia menyebut, jumlah SD saat ini cukup banyak, apalagi SD swasta.
Bila jumlah SD meningkat, tetapi populasi anak menurun, maka bisa menjadi salah satu faktor sekolah sepi murid.
Prof Muchlas menyarankan kepada sekolah yang tidak kebagian murid baru. Seperti merger sekolah bila memang tidak ada populasi murid dan memastikan tidak ada anak yang putus sekolah.
"Kalau memang anak-anak populasinya ada, tapi dia milih sekolah lain, itu yang perlu diperbaiki. Misalnya MI ada 2 kelas, SD ga dapat, maka SD perlu diperbaiki, karena masyarakat membutuhkan dan memastikan menekankan pendidikan agama dan karakter," urainya.
Pihaknya mengamati, orang tua saat ini cenderung memilik sekolah bermuatan agama. Sebab orang tua merasa perlu dan pendidikan karakter serta agama menjadi ajaran pokok.
"Tahun 2010-an saya melakukan studi, saya pernah tulis buku pendidikan karakter, sekolah sukses menumbuhkan karakter umumnya berbasis agama. Karena itu saya pelajari, kalau agama dia punya rujukan agamanya. Karakternya itu merujuk agama dan umumnya karena gurunya juga semacam itu, maka ketauladanannya terlihat," pungkasnya.
(esw/fat)