Aturan Pengguna AI di Jepang Ini Perlu Ditiru Negara Lain

Kabar Teknologi

Aturan Pengguna AI di Jepang Ini Perlu Ditiru Negara Lain

Rachmatunnisa - detikJatim
Jumat, 05 Jul 2024 04:01 WIB
Ilustrasi AI
Ilustrasi. (Foto: Shutterstock)
Surabaya -

Kementerian Pertahanan Jepang baru saja meluncurkan kebijakan dasar pertama tentang penggunaan kecerdasan buatan atau AI. Peraturan ini diresmikan saat Jepang sedang berupaya mencegah kekurangan tenaga kerja demi mengimbangi China dan AS dalam aplikasi militer teknologi AI.

Kebijakan berkaitan dengan penggunaan AI ini muncul dilandasi kekhawatiran Pasukan Bela Diri Jepang tentang perekrutan dan kemampuannya untuk memanfaatkan kekuatan teknologi baru.

"Di negara kami yang populasinya menurun drastis dan menua sangat penting untuk memanfaatkan personel secara lebih efisien dibandingkan sebelumnya," ujar Menhan Jepang Minoru Kihara dalam konferensi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami yakin bahwa AI berpotensi menjadi salah satu teknologi yang dapat mengatasi tantangan ini," ujarnya seperti dikutip detikInet dari Japan Times, Rabu (3/7/2024).

Kebijakan baru tersebut, kata Kemenhan Jepang, memuat aturan bahwa AI akan digunakan di 7 bidang prioritas, termasuk deteksi dan identifikasi target dengan radar dan citra satelit, pengumpulan dan analisis intelijen, serta dalam aset militer tak berawak.

ADVERTISEMENT

"Hal ini akan mempercepat pengambilan keputusan, memastikan keunggulan dalam kemampuan pengumpulan dan analisis informasi, mengurangi beban personel, dan menghemat tenaga kerja dan sumber daya manusia," demikian isi kebijakan tersebut.

Kebijakan itu dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa AS saat ini tengah mempertimbangkan penggunaan AI untuk mengintegrasikan berbagai sistem dan memilah sejumlah besar data guna meningkatkan pengambilan keputusan.

Sementara, China berupaya mempercanggih militernya menggunakan AI, khususnya sistem persenjataan tak berawak.

Kebijakan dasar tentang AI di Jepang ini pun menunjukkan adanya kebutuhan mendesak bagi Jepang dalam menanggapi cara-cara peperangan baru sembari beroperasi dengan lebih efisien.

"Kita sekarang berada di persimpangan antara menjadi organisasi yang efisien dan menciptakan masa depannya sendiri melalui penggunaan AI, atau menjadi organisasi yang tidak efisien, kuno, dan tertinggal," demikian isi kebijakan tersebut.

Namun, kebijakan baru itu juga menekankan bahwa penggunaan AI disertai dengan risiko seperti kesalahan dan bias, dan bahwa teknologi tersebut harus diimplementasikan berdasarkan pedoman pemerintah untuk penggunaan AI sambil juga mempertimbangkan diskusi yang sedang berlangsung tentang pengurangan risiko di komunitas internasional dan di antara otoritas pertahanan negara lain.

Selain itu, termuat dalam kebijakan itu bahwa satu aspek utama penggunaan teknologi adalah untuk menjaga agar manusia tetap memegang kendali.

"AI mendukung penilaian manusia, dan keterlibatan manusia dalam penggunaannya harus dipastikan," demikian klausul lain dalam aturan tersebut.

Jelas maksud dari klausul itu menyatakan bahwa pemerintah tidak bermaksud mengembangkan sistem senjata mematikan yang sepenuhnya otonom.

Teknologi ini juga akan digunakan di beberapa area prioritas lainnya, termasuk komando dan kontrol, keamanan siber, dukungan logistik, serta membantu membuat pekerjaan administratif lebih efisien.

Kihara juga mengungkap inisiatif baru meningkatkan kecakapan siber Pasukan Bela Diri Darat dengan mengumumkan pembuatan ujian baru untuk membantu mengembangkan perekrutan, yang pada akhirnya menjadikan mereka komandan di lapangan mulai dari tahap pendaftaran. Inisiatif baru ini juga akan mencakup pertukaran personel dengan sektor swasta.

Untuk diketahui, aturan terkait AI dan siber awalnya dituangkan dalam Strategi Pertahanan Nasional dan Program Pembangunan Pertahanan Jepang yang disetujui Kabinet pada tahun 2022.

Artikel ini sudah tayang di detikInet. Simak di sini.




(dpe/iwd)


Hide Ads